Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menjamin Keterwakilan Suara Rakyat, Sudahkah Ambang Batas Parlemen Jadi Solusi Tepat?

Foto : ANTARA/Galih Pradipta

Rapat paripurna penutupan masa sidang DPR RI.

A   A   A   Pengaturan Font

Dio Ashar Wicaksana, Australian National University

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 memutuskan bahwa ambang batas parlemen sebesar 4% yang diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sudah tidak bisa berlaku lagi. MK mengamanatkan DPR RI dan pemerintah untuk melakukan perubahan melalui revisi UU Pemilu sebelum berlangsungnya Pemilu 2029.

Ambang batas parlemen atau parlimentary threshold adalah syarat persentase minimum bagi partai politik untuk bisa mendapatkan kursi di parlemen. Hingga Pemilu 2024 ini, partai politik peserta pemilu harus mendapatkan paling sedikit 4% dari total suara sah nasional untuk bisa masuk ke Senayan.

Putusan MK ini menuai pro kontra di tengah masyarakat. Pihak yang pro mengklaim bahwa putusan ini dapat menguatkan kedaulatan rakyat, karena pihak yang sudah dipilih oleh rakyat di suatu daerah dan mendapatkan suara tinggi, meskipun persentasenya secara nasional di bawah 4%, dapat tetap masuk ke senayan. Sementara pihak yang kontra menyatakan bahwa penentuan ambang batas bukanlah kewenangan MK melainkan kewenangan lembaga pembentuk UU, dalam hal ini DPR bersama pemerintah.

Terlepas dari pro kontra tersebut, putusan MK ini sebenarnya cukup masuk akal untuk menjaga proporsionalitas keterwakilan masyarakat dan memenuhi prinsip keadilan wakil rakyat.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top