Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menjaga Alu Katentong Tetap Berbunyi ke Penjuru Nagari Padang Laweh

Foto : ANTARA/Iggoy el Fitra

Kaum ibu berlatih Alu Katentong di Nagari Padang Laweh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

A   A   A   Pengaturan Font

Setiap Jumat sore, para ibu-ibu di nagari itu berlatih Alu Katentong sebuah permainan musik tradisional yang hanya ada dan satu-satunya di daerah tersebut.

PADANG - "Tang teng tong teng tang...tang teng tong teng tang..." Bunyi batu yang dipukul alu terdengar dari jarak hingga ratusan meter. Bunyi itu memecah kesunyian Nagari Padang Laweh, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Setiap Jumat sore, para ibu-ibu di nagari itu berlatih Alu Katentong sebuah permainan musik tradisional yang hanya ada dan satu-satunya di daerah tersebut.

Di halaman rumah Gadang, kaum ibu bermain dengan posisi melingkar. Masing-masing memegang alu (kayu sepanjang tiga meter) yang kemudian dipukulkan ke batu pipih yang berada di tengah-tengah. Batu pipih itu disandarkan ke lesung atau masyarakat Minangkabau menyebutnya lasuang.

Kaum ibu bergantian memukul batu dengan alu sambil menciptakan nada-nada tertentu yang bunyinya bisa terdengar dari kejauhan.

Sekretaris Nagari Padang Laweh, Yulius Meri menjelaskan kesenian tersebut berawal dari ibu-ibu yang menumbuk padi yang kemudian diiringi bunyi akibat benturan alu dengan lasuangatau lesung batu. Dari sana, timbul pemikiran nenek moyang masyarakat di daerah itu untuk membuat kesenian yang belum pernah ada bagi kaum perempuan.

"Alu Katentong sebagai hasil dari produk budaya dan seni asli diciptakan oleh nenek moyang Nagari Padang Laweh," kata Yulius.

Kesenian tradisional itu tidak akan dijumpai di nagari mana pun di Ranah Minang dan menjadi sebuah identitas bagi Nagari Padang Laweh itu sendiri.

Menurutnya, bila Alu Katentong berbunyi, ada tiga hal yang akan ditanyakan oleh warga. Pertama, anak siapa yang akan menikah, kedua siapa tamu yang akan datang, dan ketiga siapa yang akan "batagak" penghulu.

"Jika ada yang baralek (pesta pernikahan), dan tidak menggelar Alu Katentong, malu bagi mereka, masak Alu Katentong saja tidak dimainkan," tambahnya.

Dulunya, Alu Katentong juga dimainkan ketika seorang Niniak Mamak (penghulu) meninggal, namun kini sudah dihilangkan karena penempatannya kurang sesuai. Alasannya, dalam keadaan berduka kurang etis memainkan musik.

Ketua Kesenian Alu Katentong Padang Laweh Rosmanidar (66) mengatakan kesenian tersebut biasanya dimainkan dengan jumlah pemain ganjil, mulai lima hingga 13 orang yang semua anggotanya adalah kaum ibu.

Para pemain Alu Katentong,tidak mengenal batas usia. Selagi mereka kuat mengangkat, serta mempunyai keahlian untuk memukulkan alu maka dibolehkan.

Meskipun berusia tidak muda lagi, namun Rosmanidar tetap kuat memukul alu karena ia sudah memainkan alat musik tersebut sejak muda. Namun, sayangnya, kini di Padang Laweh belum ada anak-anak usia sekolah yang berminat bermain Alu Katentong.

Usia pemain Alu Katentong sekarang mulai umur 25 sampai 70 tahun-an. Pemain tertua Alu Katentong, Yuniar (70) mengaku masih kuat dan bersemangat bermain kesenian tradisional warisan nenek moyang orang Minangkabau tersebut. Sebab, dalam kesehariannya ia juga bekerja menggarap ladang.

Bahkan, dengan bermain Alu Katentong Yuniar mengaku tetap bugar karena tanpa senam dan olahraga tetap bisa mengeluarkan tenaga dengan memukul alu.


Regenerasi pemain

Alu Katentong merupakan sebuah kesenian yang lahir di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai hiburan, upacara adat serta sebuah media informasi di Nagari Padang Laweh.

Alu katentong dimainkan oleh "Bundo Kanduang" atau kaum perempuan yang usianya tidak muda lagi sehingga terancam tidak ada lagi yang mau memainkan kesenian tersebut jika tidak dilestarikan.

Pemerhati Budaya Minang, Nasrul Azwar mengatakan harus dilakukan gerakan bersama yang diimplementasikan dalam bentuk program konkret di Nagari Padang Laweh agar kesenian Alu Katentong lenyap dimakan waktu.

"Bentuk program konkretnya melakukan revitalisasi terhadap tradisi Alu Katentong yang secara turun temurun dimainkan Bundo Kanduang dalam kegiatan adat di Nagari Padang Laweh," kata Nasrul.

Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan kesenian itu dimodifikasi dan ditransformasikan dalam bentuk kreasi dengan tafsir kekinian.

Alu Katentong nantinya dapat ditampilkan dalam suasana apapun dengan melibatkan seniman-seniman pertunjukan. Selain itu, perangkat nagari (desa), Ninik Mamak (petinggi adat) kerapatan adat nagari, Bundo Kanduang, dan generasi muda nagari Padang Laweh juga harus menyatukan persepsi untuk tujuan menjaga Alu Katentong.

Nasrul menilai pemerintah Nagari Padang Laweh harus membuat peraturan nagari yang memproteksi, mentransformasikan, dan meletakkan kesenian sebagai hal yang wajib hadir dalam kegiatan adat. "Pemerintah kabupaten juga harus memberikan ruang lebih luas untuk penampilan Alu Katentong ini dalam wujud seni pertunjukan kreasi," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Nagari Padang Laweh, Yulius Meri, mengatakan kini nagari didukung Pemerintah Kabupaten Tanah Datar memiliki program untuk pelatihan Alu Katentong bagi anak-anak muda.

"Kami di Padang Laweh sebenarnya merasa was-was, takut hilangnya kesenian ini, takut tidak digelar lagi. Karena itu sangat perlu dilestarikan," katanya.

Oleh karena itu, program pelatihan menyasar kaum perempuan berusia mulai 20 hingga 45 tahun yang berada di Jorong Padang Laweh dan Jorong Baruah.

Hampir 50 persen anak-anak muda di Nagari Padang Laweh menyambut baik niat tersebut. Namun, sebagian masih terpengaruh perkembangan zaman dan tidak mau berpartisipasi. Upaya lain melalui kerja sama dengan sekolah dasar untuk mengenalkan Alu Katentong sejak dini.

Alu Katentong merupakan suatu kesenian yang unik dan klasik serta mempunyai trik dan cara yang tergolong rumit dalam memainkannya. Oleh karena itu perlu diajarkan dan dilestarikan agar jangan sampai punah.

Media atau alat musik yang digunakan dalam kesenian Alu Katentong adalah peralatan yang biasa digunakan untuk penumbuk padi. Semua media atau alat musik Alu Katentong dari alam karena kesenian ini memakai filosofi "alam takambang jadi guru".

Alat pertama adalah Alu yakni sejenis kayu yang digunakan untuk menumbuk padi berukuran panjang seperti sebuah galah. Alu dibuat dari kayu pilihan seperti kayu bayur, surian, padat dan tidak mempunyai serbuk agar menghasilkan suara yang bagus dan nyaring.

Pada saat pengambilan, kayu tersebut sudah berganti pucuk dan yang sudah mempunyai pucuk keras. Sehingga saat dipukul pada batu tidak mudah pecah.

Ukuran panjang Alu empat sampai lima meter dengan diameter tujuh sampai 10 sentimeter. Ukuran tersebut ditentukan agar suara yang dihasilkan lebih bagus dan lebih vokal. Semakin panjang kayu yang digunakan maka semakin bagus suara yang dihasilkan.

Setelah itu, kayu kemudian dijemur, kulitnya dikikis, dan diasapi di atas pagu. Selain Alu, ada lesung yakni tempat penumbuk padi. Lesung yang digunakan adalah lesung batu yang terbuat secara alami yang biasanya dapat ditemui di sungai.

Ukuran lesung berdiameter 100 sampai 130 sentimeter. Semakin besar ukuran lesung maka semakin banyak jumlah pemain yang akan tampil.

Saat dimainkan, lesung ditanam ke tanah sedalam 10 sentimeter dan bagian atas di permukaan lebih kurang 10 sampai 15 sentimeter agar bisa menyandarkan batu pipih.

Lesung ditanam ke tanah agar kokoh dan suara yang dihasilkan juga akan lebih bagus. Lalu pada lubang lesung diisi padi sekitar tiga genggam yang memiliki makna agar perempuan yang baru menikah cepat mendapatkan anak, serta hidup seperti ilmu padi semakin berisi semakin menunduk.

Alat selanjutnya adalah lantak yakni sejenis kayu yang diambil dari ranting pohon dan ditancapkan atau ditanam ke tanah untuk menahan sesuatu benda.

Lantak diambil dari ranting pohon yang kuat. Biasanya dari ranting pohon kopi atau pohon jambu biji. Lantak berukuran 20 sentimeter dengan diameter tiga sampai empat sentimeter.

Lantak ditanamkan ke tanah untuk menahan batu pipih agar tidak goyang pada saat di pukul dalam permainan. Untuk satu batu pipih diberi lantak dua buah pada sisi kiri dan kanan, yang mempunyai makna supaya rumah tangga kokoh sehingga tercipta keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah bagi yang baru berumah tangga.

Terakhir ada batu pipih yakni batu alam yang mempunyai permukaan datar dan halus, tidak terlalu tipis dan tidak pula terlalu tebal.

"Tang teng tong teng tang...Tang teng tong teng tang..."Dari kaki Gunung Marapi, batu pipih dipukuldengan alu, bunyi pun menyelusup ke seluruh penjuru nagari.


Redaktur : -
Penulis : Antara, Sujar

Komentar

Komentar
()

Top