Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tradisi Kawin Cai

Menjaga Air di Bumi Pasundan

Foto : FOTO-FOTO: KORAN JAKARTA/TEGUH RAHARDJO
A   A   A   Pengaturan Font

Air menjadi sumber kehidupan. Keberadaannya sangat penting bagi masyarakat terlebih bagi masyarakat adat. Keberadaan mata air ini selalu dijaga mereka. Kearifan budaya lokal, menjadi salah satu cara untuk melestarikan alam, menjaga keseimbangannya dan berharap terjaga hubungan baik antara manusia dengan alamnya.

Melalui sebuah tradisi, para sesepuh menggelar upacara adat Kawin Cai atau perkawinan air. Di Jawa Barat ada beberapa daerah yang rutin menggelar upacara Kawin Cai ini. Selain sebagai tradisi budaya turun temurun, sekaligus untuk mengingatkan kembali kepada generasi saat ini pentingnya menjaga sumber air untuk masa depan.

Kawin Cai adalah tradisi menyatukan air dari sejumlah mata air. Kawin Cai biasa digelar sejumlah masyarakat adat Sunda dan sudah menjadi tradisi secara turun-temurun.

Di Cimahi, tradisi Kawin Cai ini digelar di Kampung Buyut Cipageran (Kabuci). Tahun ini, Kawin Cai berlangsung lebih luas, karena menyatukan air dari berbagai daerah di Nusantara. Sehingga dinamakan Kawin Cai sa-Nusantara.

Tradisi yang digelar Minggu (24/2), ini diikuti 135 kabuyutan dari seluruh Nusantara yang membawa air untuk disatukan dalam satu tempat. Hal ini memiliki makna bahwa semangat persatuan yang perlu terus dipupuk dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna dan para sesepuh dan pinisepuh Kabuyutan Cipageran, dan kabuyutan se-Nusantara, serta para tamu agung dari Bali, Yogyakarta, Solo, dan Thailand turut hadir dan ikut serta dalam tradisi ini.

"Dengan tradisi ini semangat persatuan dihadirkan oleh forum-forum kebudayaan se-Nusantara. Salah satunya dengan simbolis membawa air dari seluruh Nusantara untuk ditempatkan di Jawa Barat. Ini sebagai simbol bahwa persatuan Indonesia harus kuat," kata Gubernur saat menghadiri tradisi Kawin Cai sa-Nusantara di Kampung Buyut Cipageran, Jalan Kolonel Masturi Kota Cimahi, Jawa Barat.

Menurut Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, tradisi Kawin Cai sa-Nusantara sebagai simbol persatuan Indonesia yang harus terus kuat. Karena kuatnya persatuan dan kesatuan merupakan syarat sebuah negara maju.

"Karena itu syarat agar negara ini bisa maju dan tidak terpecah belah. Saya kira itu pesan utamanya," lanjutnya.

Untuk itu, Emil pun berharap melalui tradisi tersebut persatuan Indonesia semakin kuat. Kokohnya tradisi juga ditentukan oleh kebudayaan yang terus dipelihara dan dijaga, karena bisa menunjukkan identitas dan jati diri sebuah bangsa.

Terkait kebudayaan, Emil berkomiten untuk terus memupuk kebudayaan yang ada di Jawa Barat. Salah satunya dengan membangun infrastruktur kebudayaan di seluruh Jawa Barat.

Saat prosesi Kawin Cai berlangsung, satu persatu tetua adat mencampurkan air dari sumber mata air di wilayahnya. Air dibawa dengan menggunakan wadah dari potongan bambu. Satu persatu air ditumpahkan ke dalam gentong. Dan terakhir, air yang dibawa dengan tempurung kelapa sebagai penutupnya.

Sebelum satu persatu tetua adat menumpahkan air, mereka membaca mantra-mantra dengan bahasa buhun atau daerah masing-masing. Pakaian adat serba hitam membuat prosesi ini semakin khidmat.

Air keramat yang dikawinkan itu diantaranya berasal dari Kampung Adat Cikondang Pangalengan Kabupaten Bandung, Kampung Adat Kuta dan Kampung Adat Cibodas Kabupaten Ciamis, Kampung Adat Dukuh, Kampung Adat Ciela dan Kampung Adat Ciburuy dari Kabupaten Garut, Kampung Adat Sanaga Kabupaten Tasikmalaya serta Kampung Adat Rancakalong Kabupaten Sumedang. Kampung Adat Ciburuy dari Kabupaten Garut, Kampung Adat Sanaga Kabupaten Tasikmalaya serta Kampung Adat Rancakalong Kabupaten Sumedang.

Salah satu tetua adat dari Kampung Adat Cikondang, Abah Ilin, berharap kawin cai yang dilakukan dapat memberikan kesuburan tak hanya bagi masyarakat Jawa Barat tetapi juga masyarakat di Indonesia.

"Air sebagai sumber kehidupan dan kesuburan. Semoga menjadi berkah bagi seluruh manusia sepanjang hidup di alam dunia," katanya. tgh/R-1

Prosesi di Kuningan dan Garut

Tradisi Kawin Cai di Kabupaten Kuningan biasanya dilaksanakan di Objek Wisata Balongdalem Desa Babakanmulya, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan. Antusias warga untuk menyaksikan tradisi adat ini cukup besar. Bahkan sudah menjadi destinasi wisata budaya daerah setempat.

Dalam upacara adat Kawin Cai tersebut dilakukan penyatuan air dari mata air Cikembulan sekitar kolam renang Cibulan Desa Maniskidul Kecataman Jalaksana dengan sumber air Tirtayartra Balongdalem.

Lokasinya ada di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Prosesi adat tradisional mengawali dan juga dilanjutkan usai prosesi Kawin Cai.

Seperti halnya ada pernikahan, Kawin Cai di Kuningan dilakukan layaknya sedang ada prosesi pernikahan tradisional. Ada upacara penjemputan cai atau air lalu dilakukan iring-iringan menuju lokasi prosesi Kawin Cai. Hari yang dipilih adalah Kamis menjelang malam Jumat Kliwon.

Acara mapag cai berupa mengambil air dari Cikembulan disusul mengiringnya ke Balongdalem, dan menyambut rombongan utusan pembawa air dari Cikembulan. Air dari Cikembulan pada upacara itu diibaratkan sebagai pengantin prianya, dan air yang diambil dari mata air Tirtayatra Balondalem sebagai pengantin perempuan.

Ketika tiba di Balongdalem, rombongan itu juga disambut upacara adat penyambutan tamu dilengkapi lengser dan kelompok penari perempuan jelita diiringi irama musik dan lagi-lagu degung.

Tradisi masyarakat Desa Babakanmulya ini sudah berlangsung lama. Biasanya dilakukan saat musim kemarau, karena bertujuan untuk meminta air hujan. Upacara kawin cai juga merupakan sebuah bentuk rasa syukur yang dilakukan melalui seni budaya masyarakat agraris Sunda.

Sementara di Kabupaten Garut, kawin cai juga menjadi tradisi masyarakat adat setempat. Karena ramainya pengunjung, maka seringkali lokasi yang dipilih adalah kawasan terbuka, seperti lapangan bola Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut.

Di sini, ada sembilan mata air yang dikawinkan, dari 9 komunitas adat yang ada di Kabupaten Garut. Selain membawa air dari mata air setempat, sembilan kampung tersebut membawakan kesenian masing masing.

Misalnya komunitas adat Dangiang, Cigedug, Cipancar, Ciburuy, Makam Godok, Ciela, Kampung Pulo Leles, Cinunuk serta kampung Dukuh Cikeleta.

Proses kawin cai ini juga memiliki tujuan lain yakni mengumpulkan masyarakat atau tetua adat. Sehingga kawin cai menjadi ajang silaturahmi dan mempererat persaudaraan para warga adat di Jabar. tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top