Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Festival Wonderful Indonesia

Menikmati Kelezatan Sate dan Nasi Goreng di India

Foto : dok. KBRI New Delhi
A   A   A   Pengaturan Font

Antrean orang yang hendak menikmati makanan di anjungan sate dan nasi goreng paling panjang di Festival Wonderful Indonesia yang berlangsung di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di New Delhi, India, pekan lalu.

Di antara orang-orang yang mengantre ada warga Indonesia yang tinggal di India, warga lokal India, hingga ekspatriat dari berbagai negara yang sudah lama menetap di India.

Jashin, mahasiswa Universitas Jamia Millia Islamia di New Delhi ikut antre. Ia membeli satu porsi makan siang berisi tiga tusuk sate, gadogado, dan nasi goreng seharga 100 rupee atau sekitar Rp20 ribu. Ia memakannya bersama dua orang teman.

"Ini sangat lezat, campuran dari manis asam gurih, rasanya unik, tapi saya suka ini. Ini pertama kali saya coba," kata Jashin.

Jashin datang ke festival karena ingin tahu lebih banyak tentang Indonesia.

"Keberagaman yang Indonesia jaga membuat kami ingin ke sana, mencoba merasakan tinggal di sana, itu alasan kami datang ke sini," katanya.

Aji, mahasiswa Universitas Muslim Aligarh asal Indonesia, selama dua jam sejak pembukaan festival belum sempat rehat dari pekerjaan membakar dan melumuri sate dengan bumbu kacang karena antrean pembeli tak putus-putus.

Selain sate dan nasi goreng, ada juga stan yang menjajakan makanan khas Indonesia lainnya seperti teh, lontong, jajanan pasar dan gorengan. Indomie dengan berbagai varian rasa juga dijual di acara tersebut. Ada pula lokakarya membatik menggunakan canting dan penjualan kain batik.

Sementara panggung festival menghadirkan beragam kesenian Indonesia seperti pertunjukan angklung serta tari Saman, dan tari-tarian lain dari berbagai daerah.

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dengan sejumlah KBRI di berbagai negara menggelar Festival Wonderful Indonesia untuk memperkenalkan kekayaan budaya, kuliner, dan wisata Indonesia.

Di India, festival tersebut diselenggarakan sekelompok anak muda yang tinggal di India yang menamakan diri Wonderful Indonesia Generation atau GenWi.

Gelar Promosi di Italia

Pada kesempatan berbeda, Kemenpar dan KBRI Roma menggandeng enam operator wisata yang memiliki beragam paket destinasi wisata di Indonesia untuk mempromosikan Wonderful Indonesia di pameran pariwisata terbesar di Italia, TTG Incontri, yang berlangsung di Rimini, Italia, pekan lalu.

Bagian Pensosbud KBRI Roma, Aisyah M. Allamanda, mengatakan pameran TTG Incontri merupakan salah satu pameran pariwisata terbesar di Italia. Pada 2017, tercatat lebih dari 72.000 pengunjung hadir, termasuk 1.500 pelaku usaha wisata dari 90 negara.

Asdep Pengembangan Pemasaran II Regional IV (Eropa) Kemenpar, Agustini Rahayu, menyampaikan, partisipasi di TTG Incontri bertujuan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan Italia ke Indonesia.

"Menurut catatan, kunjungan wisatawan Italia ke Indonesia meningkat sangat tinggi, pada semester pertama 2018 mencapai 20,71 persen dibanding periode sama tahun lalu," ujar Agustini.

Sementara itu, Barbara Debora dari Italian Exhibition Group, penyelenggara TTG Incontri, mengatakan, wisatawan Italia yang berkunjung ke negara-negara Asia, khususnya Indonesia semakin banyak.

Pameran pariwisata ini sangat baik untuk menjaring wisatawan yang ingin berlibur di akhir tahun, utamanya bagi mereka yang tertarik pada objek wisata alam dan budaya Indonesia.

Dubes Indonesia untuk Italia, Esti Andayani, menegaskan, KBRI Roma terus berupaya meningkatan kunjungan wisatawan dari Italia melalui berbagai kegiatan promosi Indonesia secara terpadu. Pada 2019 mendatang, RI dan Italia akan memperingati 70 tahun hubungan bilateral kedua negara.

"Momentum ini akan dimanfaatkan untuk promosi pariwisata di Italia lebih intensif, tentunya bekerja sama dengan Kemenpar," kata Dubes Esti.

Dubes Esti menjelaskan masyarakat Italia menyukai cuaca hangat dan beberapa tahun terakhir Indonesia dengan iklim tropisnya menjadi salah satu destinasi favorit.

Paviliun Indonesia di ajang pertemuan para pelaku usaha pariwisata tersebut banyak dikunjungi pengelola tour and travel serta jurnalis dan travel bloggers yang mempromosikan objek wisata Indonesia kepada penduduk Italia.

Salah seorang travel blogger yang berkunjung ke Indonesia Februari lalu, Francesco mengakui, menemukan sesuatu di Indonesia yang tidak ada di tempat lain, yaitu kekayaan budaya dan keramahtamahan yang sangat mengesankan.

"Saya punya misi pribadi untuk memperkenalkan Indonesia melalui travel blog yang saya kelola," ujar Francesco.

Menurut data Kemenpar, wisatawan Italia yang berkunjung ke Indonesia pada 2017 mencapai 84.000 wisatawan, angka ini ditargetkan meningkat hingga lebih dari 100.000 pada 2018.

Selain mengikuti pameran pariwisata, promosi Wonderful Indonesia dilaksanakan Kemenpar dan KBRI Roma secara aktif melalui pemasangan iklan luar ruang dan bekerjasama dengan agen perjalanan.

Berbagai kegiatan promosi seni budaya yang sering dilaksanakan KBRI Roma diarahkan untuk menarik minat kunjungan wisatawan Italia ke Indonesia.

Rujak di Meja Diplomasi

Memang lidah tak bertulang, tapi urusan selera, lidah tidak akan bohong. Asal-usul rujak sampai saat ini masih simpang-siur. Tidak ada fakta sejarah dari negara mana makanan tersebut berasal karena tidak hanya di Indonesia, di Malaysia dan Singapura pun makanan tradisional yang disebut "rojak" itu juga ada.

Berbeda dengan salad yang juga sama-sama terdiri dari irisan buah-buahan dan sayur yang tercatat dalam berbagai literatur sejarah sebagai hidangan para bangsawan pada sekitar 1903.

Irisan buahbuahan dan sayursayuran yang dipadu bumbu ulegan saus tiram atau kerang yang disebut petis, gula merah, terasi atau belacan, garam, dan kacang lazim disebut rujak.

Masyarakat Surabaya mencampurinya dengan irisan moncong sapi yang direbus atau cingur untuk menambah kelezatan rujak sekaligus menjadi ikon kuliner Kota Pahlawan itu.

Rujak tidak mengenal mayones yang terbuat dari kuning telur, garam, merica, cuka, dan minyak untuk membedakannya dengan salad yang populer di Eropa.

Meskipun tidak sama persis dengan umumnya di Indonesia, rujak yang disajikan kepada para tamu Resepsi Diplomatik di Beijing, pekan lalu, cukuplah mewakili kekhasan kuliner Nusantara.

Hal itu perlu dimaklumi karena di Ibu Kota Tiongkok tidak ada petis dan terasi sebagai elemen penentu rasa rujak. Namun apa pun bentuknya, derajat rujak pada malam itu langsung naik. Jika biasanya di Indonesia dijual di warungwarung kecil pinggir jalan, di Beijing tiba-tiba naik ke meja diplomatik.

Mungkin di Jawa rujak bisa menjadi penawar rasa lapar, tapi bisa saja di Beijing rujak menjadi alat tawar diplomasi karena pada malam itu tiba-tiba rujak menyita perhatian Wakil Menlu Tiongkok, Kong Xuanyou, di sela perberbincangnya dengan Dubes RI untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun.

Rujak dan gorengan yang disajikan Sih Elsiwi Oratmangun yang mendampingi sang suami, Djauhari Oratmangun, tandas di piring Wamenlu Tiongkok.

pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top