Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Seni Tari

Menikmati Gelaran Budaya di Dago

Foto : KORAN JAKARTA/TEGUH RAHARDJO
A   A   A   Pengaturan Font

Di Kawasan Dago Atas Kota Bandung, terdapat tempat yang menjadi lokasi pertunjukan seni dan budaya. Baik itu budaya khas asli Jawa Barat (Jabar) atau budaya Nusantara lainnya. Lokasinya berada di tengah kerimbunan pohon besar, sehingga udaranya pun sejuk. Khas suasana Dago.

Taman Budaya Jabar tepatnya berada di Jalan Bukit Dago Selatan Nomor 53 Kota Bandung. Menjelang pertunjukan seni kolosal, hampir setiap hari tempat ini selalu dikunjungi para seniman tari untuk berlatih.

Seperti nampak beberapa hari lalu sejumlah seniman nampak berlatih untuk mematangkan pagelaran yang akan dilakukan beberapa waktu ke depan. Mereka serius melihat gerakan instruktur tari yang memberikan contoh gerakan tari. Lenggak-lenggok para gadis tersebut menjadi tontonan ringan dari pengunjung Dago Tea House (DTH).

Taman Budaya (TB) Jabar selain menjadi lokasi untuk latihan para seniman Jabar juga sering menjadi lokasi untuk nongkrong muda-mudi Bandung. Pemandangan Bandung dari atas juga terlihat jelas. Saat malam hari, kerlap-kerlip lampu rumah di Bandung semakin nyata terlihat. Sementara di sisi lainnya, landscape pemandangan alam yang hijau terlihat. Menjadikan lokasi ini pas untuk menggelar berbagai kegiatan seni budaya khas Jabar. TB Jabar diresmikan pada 1991, namun rencana pembangunannya sudah lama digulirkan. Ide itu berawal pada 1978 di mana setiap provinsi harus memiliki taman budaya untuk menggelar seni budaya nasional. Namun baru dibangun pada 1988 dan selesai secara keseluruhan pada 1991.

Seiring dengan perkembangan dan kegiatan-kegiatan yang ada di Balai Pengelolaan Taman Budaya (BPTB), di tempat ini ditambah sarana dan prasarana berupa wisma seni, ruang workshop, ruang pamer Galery Teh dan fasilitas penunjang lainnya. Hampir setiap minggu TB Jabar yang lebih akrab disebut DTH Bandung ini selalu menggelar beragam kegiatan seni. Jadwal rutin kegiatan seni budaya terpampang jelas di spanduk besar dekat pintu masuk. Sejumlah pagelaran yang pernah berlangsung di sini semisal revitalisasi seni budaya Jabar agar tidak punah. Juga pagelaran kawih Parahyangan dengan tembang Sunda karya Nano S.

Pagelaran Apresiasi Seni Pelajar, Workshop Kriya Bambu, Pagelaran Angklung Kolosal, Pagelaran Gending Karesmen dan Pagelaran Sendratari dan lain-lain. Keberadaan BPTB sebagai ruang publik ke depan harus mampu menjawab tantangan pelaku seni budaya serta masyarakat pengapresiasi seni budaya.

TB bukan hanya sebagai fasilitas mempegelarkan karya seni budaya, tapi juga sebagai laboratorium dan bengkel seni budaya yang mencetak generasi pelaku seni dan budaya serta karya berkualitas. Nah, jika anda kebetulan akhir pekan berkunjung ke Kota Bandung dan ingin menyaksikan pagelaran seni dan budaya khas Jabar, TB Jabar atau DTH dapat menjadi salah satu destinasi untuk dikunjungi.

Nonton Longser Bandoengmooi

Seorang penari perempuan dengan kostum yang didominasi warna merah naik ke panggung. Diiringi musik gamelan khas tari topeng yang bertenaga dan penuh semangat, penari yang masih remaja itu memamerkan gerakan yang mencerminkan Rahwana atau Dasamuka, raja para siluman dalam epos Ramayana.

Tidak ada goyang pinggul yang gemulai atau lentik jari yang mengembang. Yang ada, gerakan tari yang lincah, mengikuti tempo musik gamelan yang cepat dan angker. Sering kali sang penari berpindah dari gerakan yang satu ke gerakan lainnya secara tiba-tiba, dengan kepala yang mendongak ke kiri dan kanan.

Tari topeng itu salah satu tarian yang disajikan kelompok longser Bandoengmooi dalam pagelaran longser dengan tajuk Bentang Panggung di New Majestic, Jalan Braga, Bandung beberapa waktu lalu.

Pagelaran longser yang disutradarai MT Hermana ini memanjakan penonton yang mencintai tari tradisional. Selain menyajikan tari topeng, grup longser asal Cimahi ini menyajikan tarian klasik lainnya yang kini sudah jarang dipentaskan, misalnya genre tari keurseus yang pada abad ke-18 (zaman kolonial) biasa dipentaskan Bupati Bandung.

Tari keurseus yang ditampilkan dalam longser Bandoengmooi di antaranya tari gaplek, tari gawil atau tari kesatria, ketuk tilu, tari jaipongan, tari lenyepan, tari tayub. Tidak hanya itu, rampak kendang dan pencak silat pun dimainkan dalam tiap adegan longser. Longser sendiri merupakan warisan nenek moyang. Longser merupakan seni yang menghimpun berbagai kesenian mulai lakon, tari, hingga komedi atau bobodoran. Format longser terdiri dari pembukaan berupa tarian ketuk tilu yang kini jaipongan, lalu pencak silat bodor, tari wawayangan seperti tari keursesus.

Di masa lalu, cerita longser tak jauh dengan keseharian masyarakat. Longser banyak menyoroti persoalan aktual di suatu kampung. Sebelum pementasan, sutradara biasanya melakukan semacam riset ke kampung yang akan dijadikan tempat pementasan. Riset ini untuk mendapatkan cerita yang paling hangat di kampung tersebut, misalnya lurah di kampung tersebut doyan suap. Nantinya isu hasil riset akan muncul dalam lawakan segar di atas panggung.

Penonton akan merasa cerita longser itu relevan. Seni longser dipopulerkan tokoh Mang Tilil pada 1913 di Bandung dan sekitarnya. Longser Mang Tilil biasa pentas di stasiun Kereta Api dan Pasar Kosambi. Tilil memiliki banyak anak buah, salah satunya tokoh longser paling terkenal yaitu Ateng Jafar, yang menyatukan tari ketuk tilu dengan doger, unsur bodor lebih kental, dengan bahasa Sunda sehari-hari, bahkan kasar.

Selanjutnya, Ateng Jafar memisahkan diri dari kelompok longser Mang Tilil dengan membentuk kelompok longser Pancawarna pada 1939. Dua kelompok longser ini berbagi wilayah dalam pementasan longser, Bandung bagian selatan khusus untuk Ateng Jafar dengan kelompok Pancawarnanya, dan kelompok Mang Tilil Bandung bagian tengah ke utara. Pancawarna memadukan lima warna tarian dalam setiap pementasan longsernya, yakni tari wayang, cikeruhan, bodoran, carita, tari langlayangan. Pancawarna bertahan hingga 2007.

Longser Pancawarna sempat diteruskan Warsa, anak Ateng Jafar. Warsa meninggal dua tahun lalu. Setelah itu, longser bisa dibilang mati suri. Berikutnya longser hidup kembali di tangan generasi muda, khususnya para mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.

Kini, kelompok longser Bandoengmooi menjadi kelompok longser paling eksis. Bandoengmooi berdiri pada 1996 yang anggotanya berbagai kalangan mulai senirupawan, wartawan, teaterawan, fotografer. Pada 1998, kelompok ini memasukan unsur teater ke dalam longser.

Pada akhir 2013, Bandoengmooi sudah menggelar lebih dari tiga kali pertunjukkan. Regenerasi terus dilakukan. Personel yang terlibat sekitar 70 orang, banyak merekrut anak muda mulai kelas enam SD, remaja SMP dan SMA, hingga mahasiswa. tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top