Mengurangi Sampah dengan Membuat Kerajinan
Foto: DOK KOMUNITAS PERCA SE-INDONESIAKain Perca yang biasanya dibuang begitu saja, oleh Komunitas Perca Seindonesia diolah menjadi kerajinan yang menarik.
Selain dapat diolah sebagai produk kerajinan, pemanfaatan kain perca mampu untuk mengurangi sampah, khususnya sampah kain. Sisa kain dari sejumlah konveksi dapat dimanfaatkan kembali menjadi barang yang berguna bahkan memiliki nilai jual ketimbang menumpuk di tong sampah. Sebagaimana pemanfaatan sisa sampah lainnya, kain perca yang diolah menjadi produk kerajinan mampu mengurangi sampah yang terbuang di masyarakat.
"Pengoalahan kain perca bisa mengurangi sampah bahan kain," ujar Rina. Namun dia tidak mengetahui berapa persen jumlah sampah yang bisa dikurangi dengan pemanfaatan kain perca tersebut. Karena selama ini, dia sekedar menggunakan kain perca sisa konveksi supaya tidak menjadi sampah.
Selama ini, banyak pengelola konveksi yang kesulitan untuk membuang kain perca. Kalau sisa kainnya tergolong lebar, masih bisa dijual kembali. Namun bila sisa kain berupa potongan-potongan kecil akan sulit dimanfaatkan tanpa pengolahan kembali.
"Saya sering mendapatkan sisa kain koveksi dengan gratis atau harga murah," ujar wanita yang lebih banyak menggunakan kain perca dari konveksi , sekitar 90 persen, sedangkan sisanya merupakan perca daribaju yang sudah tidak terpakai, sekitar 10 persen.
Kain perca jenis katun merupakan kain yang banyak digunakan untuk membuat kerajinan. Karena, jenis kain tersebut mudah dibentuk dalam berbagai kerajinan.
Sisanya merupakan kain kanvas, satin, denim crepe dan lain sebagainya. Walaupun setiap kain memiliki keunggulannya masing-masing, namun umumnya pengrajin perca tidak membatasi jenis kain yang digunakannya.
Setelah diolah, kain perca tidak lagi menjadi kain sisa melainkan menjadi produk yang dapat menghiasi rumah. Bunga, aksesoris, cover tisu, cover gunting, sepatu bayi maupun homeset merupakan produk hasil kerajinan.
Produk yang dihasilkan tidak hanya dikonsumsi sendiri melainkan juga untuk memenuhi pesanan. Hampir seluruh, anggota Komunitas Perca Seindonesa membuat produk untuk memenuhi pesanan sekitar 70 persen, sisanya baru untuk konsumsi sendiri. Dari hasil penjualan kain perca, para anggota komunitas dapat membantu ekonomi keluarga atau sekedar memiliki penghasilan sendiri.
Berkreasi melalui Media Sosial
Limbah perca tidak hanya berakhir di bak penampungan sampah. Dengan memanfaatkan media sosial, Komunitas Perca Seindonesia saling tukar pengetahuan untuk memanfaatkan limbah perca. Hasilnya limbah menjadi berbagaimacam produk serta meningkatkan pemasukkan keluarga. Media sosial memudahkan segala urusan.
Barangkali itulah yang padanan yang sesuai untuk Komunitas Perca Seindonesia, komunitas yan mayoritas beranggota ibu rumah tangga memanfaatkan media sosial untuk menambah pengetahuan tentang pembuatan produk dari bahan perca. Media sosial dijadikan perantaran untuk mentransfer ilmu maupun sekedar membagikan kreasi sebuah produk.
"Sejak awal berdiri, setiap dua minggu sekali, kami selalu memberikan materi berupa tutorial," ujar Rina Karuniawati, 44, pendiri Komunitas Perca Seindonesia melalui aplikasi komunikasi, Rabu (1/1).
Para anggota membuat tutorial melalui beragam media sosial lalu mengunggahnya. Anggota lain yang tergabung dalam account dapat mempelajari ilmu yang telah ditransferkan.
Sampai saat ini tutorial dilakukan dua minggu atau sebulan sekali. Media sosial dianggap perantara yang ampuh untuk menyebarkan informasi. Lantaran, ibu rumah tangga yang memiliki aktifitas terbatas di luar rumah tidak terputus untuk mendapatkan informasi sesuai dengan minatnya. Terlebih setelah menjadi produk, kain perca tersebut dapat memiliki nilai komersial sehingga para ibu rumah tangga bisa memiliki pemasukan sendiri. Seiring dengan berjalannya waktu, komunitas tidak hanya melakukan tutorial melalui media sosial.
Mereka juga melakukan meet up untuk mempererat hubungan di antara para anggotanya. Berhubung, anggota komunitas berada di sejumlah kota, meet up dilakukan berdasarkan anggota yang berada di satu kota, untuk kemudahan transportasi. Dengan hasil dari tutorial maupun materi diharapkan para anggota dapat membuat produk dari limbah perca.
Selain itu juga supaya, produk memiliki nilai jual dapat dipasarkan secara langsung maupun melalui media sosial. Rina menyadari bahwa untuk membuat produk hingga memiliki nilai jual bukan perkara sederhana. Peserta yang kebanyakan ibu rumah tangga agak kesulitan untuk memenuhi waktu deadline penyelesaian produk karena terbentur dengan urusan rumah tangga.
Belum lagi, mereka perlu belajar marketing, membuat media sosial maupun melakukan jual beli. Tidak, semua anggota mampu mengejakan proses kerja tersebut.
Walaupun media sosial yang dianggap memudahkan untuk komunikasi namun tidak semua anggota berperan aktif. Seperti komunikasi di whatsapp group komunitas, hanya ada 60 persen anggota saja yang aktif.
Sedangkan untuk facebook, sebanyak 1000 an anggota yang tergabung tergolong aktif menggunakan media tersebut. Sedangkan, sebagian lagi membuat tutorial melalui you tube.
Komunitas Perca Seindonesia berdiri kurang lebih satu tahun yang lalu. Komunitas ini merupakan perkumpulan perempuan yang memiliki hobi yang sama, yaitu memanfaatkan limbah perca untuk dijadikan barang yang bernilai.
Komunitas juga ingin memberikan kesempatan pada para pengrajin kain perca untuk memperlihatkan karyanya. Karena selama ini, banyak pengrajin yang kurang berani memperlihatkan karyanya di kalangan umum.
Mencari Aneka Produk Perca lewat Internet
Media sosial menjadi solusi untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut dirasakan para anggota Komunitas Perca Seindonesia. Mereka banyak mendapatkan tutorial maupun ide membuat karya melalui media sosial. Novia Atrista, 28, ibu rumah tangga, asal Probolinggo mulai tertarik membuat produk bahan perca saat hamil anak kedua.
Melalui tutorial di you tube, dia belajar sendiri dengan bahan katun sisa yang terdapat di rumahnya. "Trial and error, akhirnya bisa membuat sepatu bayi dan terus produksi hingga sekarang," ujar dia melalui aplikasi komunikasi, Kamis (2/12).
Media sosial kembali menjadi mesin pencari saat dia akan membuat tas maupun dompet dengan bahan baku perca lainnya. Sulistyowati, 43, ibu rumah tangga, asal Malang mengandalkan group facebook untuk mendapatkan ilmu pembuatan kerajinan dari limbah perca. Namun kendalanya, dalam group tersebut tidak diperbolehkan untuk meminta tutorial.
Akhirnya, dia melakukan selancar di internet untuk mendapatan informasi yang diperlukannya. Dia mendapatkan informasi membuat sejumlah peralatan rumah tangga, seperti dompet, aneka tas, mukena, gorden, pengikat gorden, kantong serbaguna, bantal guling, celemek, alas gelas dan lainnya. Wanita yang biasa disapa Sulis ini terbilang cukup telaten untuk membuat sejumlah perkakas rumah tangga..
Testi yang juga belajar melalui melalui you tube dan link yang dimiliki anggota Komunitas Perca Seindonesia mulai memiliki keberanian membuka usaha.
"Dari sini, saya mulai beranikan diri menerima jahitan, sprai," katanya. din/R-2
Redaktur:
Penulis: Dini Daniswari
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Gara-gara Perkawinan Sedarah, Monyet Salju Jepang di Australia akan Dimusnahkan
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 Prabowo Dinilai Tetap Komitmen Lanjutkan Pembangunan IKN
- 4 Kemendagri Minta Pemkab Bangka dan Pemkot Pangkalpinang Siapkan Anggaran Pilkada Ulang Lewat APBD
- 5 Natal Membangun Persaudaraan