Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Bencana - Jabar Susun Cetak Biru Penanganan Bencana Alam

Mengurangi Risiko Bencana Tak Hanya dengan Peringatan Dini

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Upaya mengurangi risiko bencana tidak bisa hanya mengandalkan peringatan dini dari suatu instansi. Diperlukan beberapa aspek yang berkaitan perlu diperhatikan.

Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto, mengatakan salah satu aspek yang berkaitan adalah masalah tata ruang.

"Permasalahan tata ruang merupakan hal yang sangat penting, tapi sering diabaikan," kata dia dalam diskusi, di Jakarta, Rabu (2/1).

Dia menyebut sejumlah bencana yang memakan banyak korban disebabkan letak rumah penduduk yang terletak berdekatan dengan pantai. Di Palu dan Selat Sunda, misalnya, salah satu penyebab banyak korban terkena tsunami karena tinggal hanya lima meter dari bibir pantai.

Idealnya, menurut dia, harus ada sempadan sejauh 300 meter dari bibir pantai untuk perlindungan jika ada gelombang tinggi. Karena itu, permasalahan tata ruang merupakan persoalan utama yang harus ditaati.

Menurut dia, jika peraturan tata ruang tidak ditaati, maka sebaik apa pun peringatan dini, tidak akan mampu menyelamatkan banyak jiwa.

Dia memberi contoh pembangunan salah satu hotel baru di Bandung, yang ternyata berada tidak jauh dari patahan Lembang. Hal ini tentu saja berbahaya karena merupakan sesar geser. Untuk itu, Eko menegaskan pentingnya ketegasan pemerintah dalam mengatur tata ruang.

Dalam kesempatan itu, Eko juga mengingatkan pentingnya menghidupkan kembali kearifan lokal untuk menghadapi situasi bencana, juga perlu adanya diseminasi peringatan dini tsunami melalui institusi pemerintah.

"Jumlah korban gempa yang banyak, juga diakibatkan konstruksi bangunan yang buruk. Konstruksi bangunan harus mendapatkan perhatian," ujar dia.

Cetak Biru

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa, mengatakan saat ini Pemprov Jawa Barat sedang menyiapkan dokumen cetak biru penanganan bencana alam sebagai bentuk antisipasi menghadapi bencana.

"Penyusunan cetak biru ini penting mengingat Jabar merupakan wilayah berpotensi bencana alam yang rawan di Indonesia, sehingga harus ada langkah-langkah yang sifatnya lebih terstruktur, sistemik dan terkoordinasi dalam satu perencanaan," kata Iwa Karniwa.

Menurut dia, cetak biru tersebut dapat menjadi panduan lengkap warga di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat supaya bersikap tanggap terhadap bencana juga mengurangi jumlah korban. "Pemprov Jawa Barat mencontoh ke negara yang sudah maju, seperti di Jepang, negara yang sering gempa diikuti tsunami, tapi korbannya sedikit," ujarnya.

Dia mengatakan sesuai perintah Gubernur Jabar kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat untuk berkoordinasi dengan daerah terkait pasokan data dan peta bencana. "Seluruhnya dilibatkan termasuk historis data dan peta bencana di 27 kabupaten dan kota, termasuk edukasi tentang bentuk dan konstruksi bangunan," katanya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Barat, Dicky Saromi, memaparkan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya potensi kebencanaan di Jawa Barat seperti dari sisi tutupan lahan hutan yang rata-rata masih di bawah 20 persen untuk seluruh daerah aliran sungai (DAS).

"Jadi idealnya kawasan tutupan lahan hutan berada di kisaran 30 persen untuk setiap DAS," kata Dicky.eko/tgh/Ant/E-3

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top