Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Borobudur Cartoonists Forum 2018

Mengkritisi Situasi melalui Media Kartun

Foto : dok. Borobudur Cartoonists Forum 2018
A   A   A   Pengaturan Font

Sekitar 170 karya para kartunis dari berbagai negara, termasuk Indonesia, dipamerkan dalam rangkaian Borobudur Cartoonists Forum (BCF) di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada 22-23 September 2018.

"Gawe (hajatan) ini sebenarnya hanya sekelas ekshibisi, bukan kontes atau lomba. Namun di luar dugaan, minat peserta, baik dari dalam maupun luar negeri sangat besar," ungkap Darminto M. Sudarmo, kurator pameran kartun BCF 2018 bertajuk Abad Visual di Borobudur, Sabtu (22/9).

Jumlah total karya kartun yang masuk panitia sekitar 250 berasal dari 114 kartunis. Setelah disimak tim, sekitar 170 kartun dipamerkan. Mereka berasal dari sekitar 23 negara, seperti Aljazair, Azerbaijan, Bahrain, Brazil, Tiongkok, Filipina, India, Indonesia, Irak, Kuba, Makedonia, Malaysia, Maroko, Mesir, Montenegro, Prancis, Rumania, Rusia, Serbia, Suriah, Turki, Ukraina, dan Uzbekistan.

Ia menyebut kartun yang bagus dipastikan ada isinya yang bisa membuat penonton tersenyum, ketawa, kesal, bahkan berpikir.

"Isi itu diperoleh kartunis dari sejumlah pencarian, perenungan, dari membaca dan melihat keadaan sekitar, lingkungan rumah, kerja, pusat belanja, bahkan semua yang ada di jagat raya ini dapat menginspirasi lahirnya gagasan kartunis," kata dia.

Menikmati kartun, khususnya kartun lelucon, memerlukan wawasan penikmatnya yang memadai agar terhubung dengan gagasan kartunis yang tertuang dalam karyanya.

Karya kartun, ujar Darminto yang juga pengamat humor itu, meskipun hanya satu kotak (ada yang beberapa kotak) dapat berkomunikasi secara tuntas dengan penikmatnya.

Ia mengemukakan tidak sembarang orang bisa membuat kartun yang bagus, demikian pula tidak sembarang orang bisa menikmati kartun bagus.

"Semua terkait dengan nalar dan kecerdasan. Terkait dengan kekayaan wawasan dan pengetahuan," kata Darminto yang juga salah satu pendiri Amarusa Parama (Ampara), penyelenggara BCF.

Ketua Panitia BCF 2018, Lukas Luwarso mengatakan para kartunis dari luar negeri mengirimkan karya mereka kepada panitia untuk ikut dalam pameran tersebut.

Para kartunis dari luar negeri itu, antara lain Silvano Mello (Brazil), Hou Xiaoqiang (China), Kamel Berani (Aljazair), Seyran Caferli (Azerbaijan), Ali Khalil (Bahrain), Bern Fabro (Filipina), Tvg Menon (India), Qasim Qapalan (Irak), Keti Radevska (Makedonia), Gayour Marli (Malaysia), Omar Saddek Mostafa (Mesir), Vjekoslov Bojat (Montenegro), Belom Jean-Loc (Prancis), Victor-Eugoen Mihai (Romania), Mileta Miloradovic (Serbia), Raed Khalil (Suriah), Roberto Castillo Rodriquez (Kuba), Askin Ayrancioglu (Turki), Alexander Dubovsky (Ukraina), dan Makhmud Eshonqulov (Uzbekistan).

Kartunis dari berbagai kota di Indonesia yang ikut dalam pameran tersebut, antara lain Jitet Koestana, Soeprie Ketjil, Aan Adi Jaya, Budi Santoso Budeks, Danny Yustiniadi, Fitriyadi, Hang Ws., I Wayan Nuriarta, Jadud Soemarno, Imam Yunni, Joen Yunus, Khoiril Mawah, M. Hadi Santoso, Partono, Totok Haryanto, Wahyu Siswanto, dan Zaenal Cartoonist.

Berpikir Lebih Kontemplatif

Sekitar 100 kartunis dari berbagai kota di Indonesia menggelar pertemuan yang dipusatkan di Bumayasasta Boutique Art Gallery, sekitar 600 meter timur Candi Borobudur.

Rangkaian kegiatan itu, antara lain seminar Kartun dan Strategi Kebudayaan dengan narasumber budayawan Erros Djarot dan penanggap Heri Dono, diskusi Kartun dan Industri Animasi dengan pembicara Agung Wijanarko (Amikom) dan Susilo Dwi Murwanto (Funymation Studio), lokakarya kartun, dan lomba kartun on the spot.

"Ini pertemuan kedua setelah yang pertama tahun lalu juga di Borobudur ini. Rencananya BCF ini setiap tahun kami selenggarakan," kata Lukas Luwarso di sela pembukaan kegiatan.

Ia mengatakan, tema BCF tahun ini Abad Visual adalah tentang upaya masyarakat memanfaatkan teknologi visual, gawai, dan internet secara optimal untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi banyak orang.

Tema tersebut, ujar Luwarso, yang juga aktif di Kelompok Kerja Dewan Pers dan pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) itu, juga untuk memperkuat kesadaran para kartunis dalam pemanfaatan medium baru era digital.

Ia mengatakan dunia kartun di media cetak makin sempit sehingga para kartunis harus melakukan inovasi dan memperkuat kemampuan kreatif untuk memanfaatkan peluang perkembangan dunia internet.

"Kartunis punya paradigma memanfaatkan medium baru digital. Kartun diarahkan salah satunya animasi dan sebagainya. Kartun tidak akan mati, bahkan di Amerika Serikat menjadi industri. Kalau kartun di dunia cetak lebih diarahkan ke buku dan komik," ujar dia.

Sementara itu, budayawan Erros Djarot mengemukakan pentingnya para kartunis memposisikan diri terkait dengan perubahan paradigma dari dua dimensi menjadi tiga dimensi, dan bahkan empat dimensi.

"Teman-teman kartunis harus memosisikan diri di mana, dalam paradigma yang berubah ini," ujarnya.

Ia mengemukakan bahwa seni kartun menjadi istimewa dalam kemampuan menyampaikan pesan yang memperkaya makna, tafsir, dan interpretasi. Seni kartun mengajak manusia berpikir lebih kontemplatif.

Pesan melalui gambar kartun, kata dia, menuntut penerima pesan untuk tidak bersikap verval, apalagi banal.

Ia mengatakan bahwa kartun mampu menyajikan fakta sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang sepertinya rumit menjadi lebih simpel.
"Memacu manusia agar berpikir reflektif, kontemplatif, dan juga kreatif dalam melihat dan mengatasi persoalan," ujarnya.

pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top