Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Kabupaten Demak yang kaya khazanah masa lalu menawarkan banyak tempat wisata menarik terutama budaya sejarah. Sebagai bekas kerajaan Demak Bintoro destinasi ini banyak peninggalan kultural, tradisi warisan, alam pantai, dan kuliner khas.

Mengintip Destinasi Kultural Demak

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Masjid Agung Demak
Demak memiliki ikon wisata berupa Masjid Agung Demak dan alun-alun yang berada dalam satu paket karena lokasinya berhadap-hadapan. Akses ke lokasi sangat mudah. Kendaraan pribadi hingga bus wisata dapat langsung menuju ke lokasi.
Di Masjid Agung wisatawan dapat melihat desain arsitektur unik yang menggambarkan harmoni antara Jawa dan Islam. Gaya arsitekturnya berupa tajug tumpang tiga yang telah ada sejak zaman Raden Patah berkuasa dan masa Wali Songo.
Di dalam masjid, tepatnya di kubah imam, terdapat gambar serupa bulus atau kura-kura. Hal ini melambangkan Surya sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti bermakna 1401 Saka atau 1479, saat masjid dibangun.
Di kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak, termasuk Raden Patah. Namun, Sunan Kalijaga sebagai salah wali tidak dimakamkan di kompleks tersebut. Dia dimakamkan di Desa Kadilangu, berjarak 1,8 km dari Demak.

Makam Mbah Mudzakir
Di Demak tradisi para leluhur masih dijalankan. Setelah Idul Fitri, salah satu tradisi yang unik adalah mengunjungi makam Kiai Abdullah Mudzakir atau biasa disebut "Mbah Mudzakir," seorang ulama besar yang menyiarkan Islam. Makan tersebut terletak di Desa Bedono, Kecamatan Sayung.
Ulama kelahiran Dusun Jago, Desa Wringinjajar, Kecamatan Mranggen tahun 1869 itu dihormati sampai kini karena disebut sebagai pencetak kader para kiai muda di Demak kala itu. Tidak heran, kemudian banyak murid sowan ke makam. Tradisi ini diwariskan sampai generasi sekarang.
Dulu, makam Mbah Mudzakir posisinya berada di darat. Namun, seiring waktu tanah tempat makam yang berada di pinggir pantai terkena abrasi parah. Kini makan tersebut berada pada jarak ratusan meter dari bibir pantai, sehingga seolah berada di tengah laut. Uniknya, makamnya masih bertahan meski sering diterjang ombak. Karena berada di tengah laut, untuk mencapai ke makan harus naik perahu atau meniti jembatan kayu.

Grebeg Demak
Tradisi yang terus diwariskan sampai sekarang adalah Grebeg Demak. Gelaran tersebut , telah masuk dalam agenda pariwisata pemerintah kabupaten. Perlu dicatat agar tidak salah hari, puncak acara berupa prosesi grebeg diadakan satu hari sebelum Idul Adha.
Ggrebeg berupa ziarah ke makam sultan-sultan Demak, termasuk Sunan Kalijaga. Ada juga sajian pasar malam rakyat, selamatan tumpeng songo, kirab budaya, dan penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga.
Grebeg biasanya melibatkan masyarakat dan pemerintah. Tempat terbaik menikmati jalannya acara dari sekitar pendopo kabupaten hingga area Masjid Agung. Setelah arak-arakan, masyarakat menikmati nasi tumpeng.
Menurut buku Dinamika Grebeg Besar Demak pada Tahun 1999-2003 (2014) karya Iwan Effendy, secara etimologi "grebeg" berarti suara angin yang menderu. Arti lainnya, berkumpulnya orang-orang di suatu tempat.

Kelenteng Hok Tek Bio
Soal toleransi, masyarakat Demak dulu bisa dicontoh. Di sini sudah sejak lama berdiri klenteng Hok Tek Bio sebagai tempat beribadah penganut Konghucu. Kelentang dengan dominasi warna merah dan ornamen sepasang naga di bagian atas, dengan mudah dijangkau karena berlokasi di tengah kota. Tepatnya di Jl Siwalan No 3 Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak.
Bangunan kelenteng yang tidak diketahui waktu pembangunannya memiliki warna-warna merah mencolok dengan kombinasi warna emas yang mampu menarik daya pikat wisatawan. Dengan keunikan pada setiap struktur bangunannya menjadikan Hok Tek Bio objek wisata yang khas.
Klenteng ini terbuka untuk umum, sehingga tidak perlu ragu berkunjung sambil berfoto-foto. Suasana semakin meriah ketika perayaan tahun baru Imlek tiba. Klenteng dihiasi lampion-lampion. Pemandangan khas dan suasana nyaman membuat pemerintah Kabupaten Demak menjadikannya tujuan wisata.

Hutan Mangrove Morosari
Salah satu wisata andalan yang sedang hit di Demak adalah Hutan Mangrove Morosari, di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Letaknya tidak jauh dari makam Kiai Abdullah Mudzakir, tepatnya berada di timur makam tersebut.
Hampir sama seperti makam Kiai Abdullah Mudzakir, dulu tempat ini berupa daratan yang dihuni beberapa warga dusun Morosari. Celakanya, tahun 2009 terjadi abrasi yang menenggelamkan wilayah tersebut.
Karena telah berada jauh dari pantai, untuk mencapai lokasi, wisatawan harus naik perahu. Suasana hutannya sangat asri, burung-burung laut yang beristirahat atau mencari makan di sekitar hutan semakin menambah semarak suasana.
Di sepanjang mangrove telah dibuat jembatan-jembatan yang membelah hutan. Pemerintah juga mendirikan gazebo-gazebo untuk berteduh dari panas dan hujan. Pada titik-titik tertentu dari jembatan wisatawan dapat berfoto-foto.
Untuk lebih dalam mengeksplorasi hutan, tersedia beberapa perahu yang bisa disewa untuk berkeliling hutan. Tarifnya 50-70 ribu rupiah untuk beberapa orang. Tersedia juga kano untuk berkeliling hutan dengan cara didayung.

Kuliner Khas
Demak yang kaya budaya juga memiliki kuliner khas seperti sego ndoreng dan sego kropokhan. Sega ndoreng merupakan kuliner yang diwariskan secara turun-temurun sejak masa kejayaan kerajaan "Demak Bintoro."
Pada dasarnya, sego ndoreng berisi sayuran dan bumbu kacang. Namun demikian, menu tersebut bukan semacam pecel atau gado-gado karena dilengkapi dengan bermacam bumbu tambahan.
Makanan ini berupa nasi, di atasnya ditumpuk sayuran seperti petai cina, kembang turi dan jenthut atau jantung pisang. Ada juga daun singkong daun ubi jalar. Setelah itu, tumpukan tersebut ditaburi 'uyah goreng' atau sejenis serundeng.
Makananan dijual mulai dari 2.500 rupiah tergantung porsi. Makanan disajikan di atas pincuk daun pisang atau daun jati. Kombinasi rasa gurih, asin, pedas dan manis. Ini membuat konsumen terutama yang lahir dan besar di Demak seolah diterbangkan ke masa silam.
Sedangkan Sego Kropokhan adalah makanan khas lain "kota wali" yang hampir punah. Makanan yang konon menu kesukaan raja Demak itu, berupa olahan daging kerbau, sayuran labu putih dengan santan. Kini mulai hilang tergerus zaman. Di Demak masih terdapat warung yang menyajikan Sego Kropokhan seperti Rumah Makan "Pawon Wolu" Jalan Sultan Hadiwijaya N0 40, Kelurahan Mangunjiwan, Kecamatan Demak.
Makanan berkuah santan warna kuning itu akan terlihat menggoda selera apabila disantap saat masih panas, ditemani nasi putih. Empuknya daging iga kerbau yang rendah kolesterol dibanding sapi, dalam sayur labu terasa lembut saat di lidah.
Dibumbui dengan rempah-rempah kaya rasa. Agar segar di mulut disertakan daun kedondong. Tak hanya menimbulkan rasa asam, daun kedondong juga dipercaya bisa menggerus kolesterol santan dan daging kerbau.
Selain disukai raja-raja Demak, nasi kropokhan juga sering disajikan untuk acara-acara kerajaan. Biasanya, sensasi makanan Raja Demak itu, akan terasa sempurna jika ditemani wedang pekak. Ini minuman rempah berwarna merah yang terbuat dari bahan kayu secang, jahe bakar, serai dan pekak/bunga lawang. Seporsi nasi kropokhan 15.000 rupiah. Sedangkan wedang pekak 3.500 rupiah. hay/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top