Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengerikan, Limbah Medis Dibuang Sembarangan, Karena Tak Tertampung

Foto : (Dok Humas Pemprov Jabar)

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) melalui PT Jasa Medivest (Jamed) meningkatkan kapasitas penanganan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) infeksius dari 12 ton per hari menjadi 24 ton per hari mulai April 2020, itu dilakukan sebagai upaya mengantisipasi lonjakan limbah medis terkait pandemi COVID-19 di Jabar. (Dok Humas Pemprov Jabar)

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA Limbah medis dibuang sembarangan di masa pandemic Covid-19, bahkan limbah medis ini bercampur sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga, lalu dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Demikian dikatakan Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Bagong Suyoto , dalam pernyataan tertulis yang diterima Koran Jakarta, Jumat (13/11)

Menurut Data KPNas, selama pandemic Covid-19 berlangsung terjadi peningkatan limbah medis sekitar 30 persen atau lebih dari fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes).

Sebaliknya, kata Bagong, teknologi pemusnah (incinerator) sangat terbatas. Meskipun sejumlah rumah sakit dan pemerintah kabupaten/kota berdalih sudah melakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Buktinya, limbah medis masih ditemui di beberapa tempat, seperti TPA, pelapak limbah medis di sekitar TPA, lahan kosong, pinggir dan badan kali.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (Ditjen PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan RI mengeluarkan Surat Edaran No. 5.401/PSLB3/PS/PLB.0/10/2020 tetang Pengelolaan Limbah Infeksius Covid-19, tertanggal 27 Oktober 2020. Surat tersebut ditandatangani Ditjen PSLB3 Rosa Vivien Ratnawati, dan tembusannya kepada Menteri LHK, Wakil Menteri LHK, Sekretaris Jenderal KLHK, Inspektur Jenderal KLHK dan Direktur Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan dan Kehutanan KLHK.

Dalam surat edaran tersebut dinyatakan: Pertama, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) atau limbah medis wajib dikelola sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasyankes. Untuk memutus mata rantai penularannya pada masa darurat pandemik ini, limbah infeksius Covid-19 diatur dalam Surat Edaran MENLHK Nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Diseases (Covid-19).

Kedua, TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah Rumah Tangga atau Sejenis Sampah Rumah Tangga tidak diperbolehkan sebagai tempat pembuangan Limbah Medis (Limbah Infeksius Covid-19).

Ketiga, Berkaitan dengan hal tersebut di atas, diminta kepada saudara Gubernur dan Bupati/Walikota untuk memastikan bahwa limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan masa pandemik ini terdata dan dilaporkan pengelolaannya kepada Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK. Dengan demikian TPA dimaksud tidak dijadikan pembuangan Limbah Medis Infeksius Covid-19.

Keempat, apabila hal ini masid ditemukan dan berlangsung secara terus-menerus, maka upaya penegakkan hukum akan dilakukan, sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Namun demikian, kata Bagong, Perkembangan di lapangan, pembuangan ilegal limbah medis masih marak, maka boleh jadi surat edaran Menteri LHK dan Ditjen PSLB3 tidak akan efektif bila dilakukan sosialisasi dan koordinasi yang integratif mulai dari Pemerintah Pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga RT/RW atau komunitas. " Hierarkhi dan mekanisme kerja ini menjadi penting dan diperjelas kekuataan kewenangannya sampai tingkat paling rendah. Sehingga tidak ada celah untuk mengkelabui atau membangkang terhadap peraturan perundangan yang berlaku, ujarnya..

Dalam konteks ini, menurut Bagong, KLHK harus mendapat dukungan dan kolaborasi berbagai lembaga yang terkait dengan limbah medis bekas penanganan Covid-19, diantaranya Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang berhubungan dengan kewenanganan pengelolaan TPA di seluruh Indonesia, Mabes Polri, Satgas Nasional Penanganan Covid-19. Karena tidak mungkin KLHK bekerja sendiri, sebab luasnya lingkup wilayah, besarnya beban pekerjaan, terbatasnya kewenangan dan terbatasnya sumber daya (tenaga dan anggaran).

Menurut Bagong, Kementerian Kesehatan mengakui ada sekitar 1.480 ton limbah medis Covid-19 dari Maret sampai Juli 2020. Sedang pengurus Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (IESA) menyatakan; Jika digabung dengan fakta rata-rata pasien menyumbang 14,3 kg limbah medis per hari maka Indonesia bisa terjadi scenario penambahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sebesar 8.580 ton per hari. Skenario ini lumayan tinggi.

Apalagi, jelas, Bagong Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menggunakan pemodelan Fakultas Kedokteruan Universitas Indonesia, kasus Covid-19 di Indonesia, setidaknya butuh perawatan intensif mencapai 600.000 orang ketika dilakukan intervensi tinggi, seperti karantina wilayah dan tes massal. Berdasarkan suatu komparasi di berbagai negara, terutama Cina asal Virus Corona, bahwa setiap pasien menyumbang sekitar 14,3 kg/hari limbah medis. Kasus Cina setelah pandemi virus corona terjadi penambahan limbah medis dari 4.902,8 ton per hari menjadi 6.066 ton per hari.

KPNas mencatat, peningkatan limbah medis masa pandemic Covid-19 ada yang bilang lima kali lihat dibanding kondisi normal, seperti dialami Provinsi DKI Jakarta. Tentu saja daerah yang mengalami pertambahan kasus Covid-19 maka limbah medisnya meningkat pula, seperti wilayah kota/kabupaten Bekasi, Kota/kabupaten Bogor Jawa Barat, Surabaya, Malang, Jadi, wilayah yang masuk zona merah akan mengalami pertambahan limbah medis.

Pertambahan limbah medis tidak diikuti oleh tata kelola baik sesuai peraturan perundangan dan SOP, ditambah kurangnya fasilitas pemusnahan dengan standar nasional/internasional akan menimbulkan masalah kompleks dan rumit. Banyak limbah medis dibuang ke TPA, lahan kosong, pinggir dan pinggir kali. Apalagi pengawasan dan penegakkan hukum relatif lemah.

Urusan limbah B3 dan limbah medis ini sesungguhnya murni domain pemerintah pusat hingga daerah. Pada bulan September-Desember 2020 sejumlah kepala daerah semakin sibuk dalam perhelatan Pilkada, apalagi sudah memegang kontrak/mandat dari DPP partai politik. Mereka sebagai incumbent maupun penyokong utama para kandidat, boleh jadi tak lagi atau masa bodoh dengan hiruk pikuk limbah medis. Seakan-akan limbah medis hanya menjadi urusan pemerintah pusat.

Positioning-nya sangat jelas plant pengolahan limbah B3/limbah medis minim. Pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota harus memprioritas pembangunan dan penambahan atau instalasi teknologi pemusnah limbah medis. Pembangunan atau penambahan ini penting untuk menjawab terbatasnya plant dan teknologi pemusnah limbah medis. Merupakan argumentasi sangat relevan untuk mengatasi persoalan tersebut.

Bagong menegaskan Stop pembuangan liar limbah medis sembarangan! Limbah medis bekas penanganan Covid-19 atau bukan tidak boleh dibuang sembarangan. Sejumlah non-govermental organizations (NOGs) lingkungan dan kalangan masyarakat sipil meminta pemerintah agar menindak tegas para pelaku, terutama pemilik limbah medis tersebut.


Halaman Selanjutnya....


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : M Husen Hamidy

Komentar

Komentar
()

Top