Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengerikan, Jenderal Bintang Empat Ini Rela Punguti Isi Kepala Mayat Anak Buahnya saat Perang

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Sosok Jenderal TNI Dudung Abdurachman dikenal sebagai pimpinan yang berani dan tegas.Sebagai seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) ia selalu siap ikut berperang sebagai bentuk pengabdiannya bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang belum genap sebulan diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) ini menceritakan pengalamannya berada di medan pertempuran saat menamatkan pendidikan militer di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) tahun 1988 dalam acara Podcast Deddy Corbuzier.

Dudung mengisahkan pengalaman tempur yang mengerikan di palagan Timor-Timur (sekarang Timor Leste).

"Saya pertama lulus Letnan Dua (Letda) tahun 1988, saya tujuh tahun di Timor-Timur perang kerjanya. Perang, tembak-tembakan. Jelas lah, masa, tidur di sana," kata Dudung dikutip Koran Jakarta dari Podcast Deddy Corbuzier.

Dudung menduduki sejumlah jabatan Komandan Pleton (Danton) Kompi B Batalyon Infanteri 744/Satya Yudha Bhakti saat diterjunkan ke Timor-Timur.

Tak hanya itu,Dudung juga merupakan anggota satuan elite Raider TNI yang dipercaya untuk memimpin tim khusus yang berisi prajurit-prajurit pilihan.

"Jadi di (Yonif) 744 itu begini. Jadi misalnya seorang perwira itu nawa satu pleton. Saya biasanya bawa pasti tim khusus terus," tutur Dudung.

"Tim khusus itu dipilih orang-orang yang bagus-bagus, rata-rata putra daerah, dipimpin Danton yang fisiknya kuat dan segala macam. Dulu saya timsus, Timsus, Timsus Casador, pernah ditunjuk timsus itu," ucapnya.

Dalam pertempuran yang sadis itu, Dudung memimpin Tim Khusus Casador A. Pria kelahiran tahun 1965 itu menyaksikan sejumlah anak buahnya tewas ditembak peluru tajam musuh.

Ia mengisahkan ada seorang anggota TNI Angkatan Darat bernama Prajurit Dua (Prada) I Wayan Widane, yang gugur ditembak anggota Front Revolusi Kemerdekaan Timor Leste (Fretilin).

Dudung menjelaskan, saat itu Wayan mencari sejumlah batu di sekitar sungai. Namun sebelumnya Dudung telah memperingatkan kepada pimpinan Wayan yang bernama Letnan Fajar, agar tidak mengizinkan prajurit naik ke atas pegunungan.

"Pernah, jadi saya ada teman, saya Timsus Casador, saya bilang sama teman saya ada namanya Letnan Fajar. Saya bilang 'Jar, dulu saya pernah di situ. Jangan naik ke atas, kamu kalau mau masak di bawah saja," lanjut Dudung.

Meski demikian, Wayan tetap mencari batu tumpuan hingga ia naik ke atas pegunungan. Saat tengah mencari batu tumpuan itu, tubuh Wayan jatuh hingga diterjang timah panas di bagian kepala.

Dudung menceritakan, luka tembak di bagian kepala membuat isi kepalanya berhamburan ke luar.

Kemudian Dudung dan anak buahnya mendapat panggilan dan segera pergi ke arah posisi jenazah. Dudung memunguti isi kepala sang prajurit dan memasukkannya ke dalam kepala prajurit tersebut tanpa dirinya merasa jijik.

"Akhirnya ada anggota itu I Wayan Widane namanya, Prada (Prajurit Dua) itu, rupanya cari batu untuk tumpuan dapur. Naik ke atas dihajar kepalanya, jebol. Terbongkar di sini (sambil menunjuk bagian kepala belakang)," jelasnya.

Kemudian saat ada evakuasi helikopter, Dudung segera menutupi bagian kepala jenazah Prada I Wayan Widane dengan kain berwarna hijau. H

"Saya ke tempat jenazah itu, ada evakuasi lah heli. Sudah gitu, saya masuk-masukin tuh otaknya ke dalam kepalanya itu. Sudah gitu diikat pake kain warna hijau itu.

"Sudah melotot matanya kita tutup, kita ikat, kita tutup belakangnya itu, otaknya sudah masuk semua baru dibawa evakuasi," katanya.

Mantan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) mengaku pengalaman naas dan mengerikan itu tidak membuat nyali nya menjadi ciut. Justru ia mengatakan bahwa berangkat tugas operasi memang risikonya mati.

"(Anak buah gugur tertembak musuh) ada, ya kita kan sudah sama-sama. Mau berangkat tugas operasi ke hutan itu risikonya mati. Sama saja dengan anak buah yang lain ya sama saja," tegas Dudung.

"Prajurit saja berani mati masa kita enggak berani. Prajurit itu kan puluhan tahun di situ. Kita perwira baru lulus Letnan Dua, mereka sudah puluhan tahun di situ," tuturnya.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Sindi B Natalia Panjaitan

Komentar

Komentar
()

Top