Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

"Mengencani" Derawan sang Perawan

Foto : koran jakarta/dhanyr bagja
A   A   A   Pengaturan Font

Selama ini, mendengar tentang Pulau Derawan, hanya sebatas informasi, dan tidak saya cerna lebih mendalam. Bahkan ketika ada rencana mengunjungi pulau di ujung utara Indonesia ini, saya pun tidak berusaha mencari tahu lebih banyak mengenai tempat yang akan saya tuju. Derawan sebuah pulau eksotis di perairan Kalimantan Utara, hanya sebatas itu informasi yang saya punya.

Saya membiarkan diri dalam ketidaktahuan. Biarlah, dengan pengetahuan yang sangat minim tentang Derawan, setidaknya ini akan menjadi paket kejutan bagi saya setiba di tempat tujuan.

Perjalanan melalui udara dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, Balikpapan, kami tempuh dalam 1 jam 45 menit. Kami melanjutkan perjalanan udara selama sekitar 45 menit lagi menuju Bandara Kalimarau, Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Utara.

Sudah? Tentu saja belum. Kami dan rombongan masih harus melakukan perjalanan darat selama kurang lebih 2,5 hingga 3 jam menuju Pelabuhan Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan. Jalan berkelok dan naik turun menjadi medan yang harus kami tempuh. Untung saja sebagian besar jalan sudah beraspal mulus. Namun, ada beberapa bagian di mana kami harus melewati jalan tanah berdebu yang membelah bukit.

Sampai di Tanjung Batu, kami melanjutkan lagi perjalanan laut dengan speedboat sekitar 45 menit menuju Pulau Derawan.

Dari kejauhan nampak pulau kehijauan dikelilingi cincin pasir putih kemilau ditimpa sinar matahari. Dengan dermaga kayu dan rumah-rumah panggung asri khas nelayan di beberapa bagian. "Setelah menempuh perjalanan panjang darat-laut-udara yang totalnya kurang lebih sekitar enam jam, inilah kejutan yang saya nanti-nantikan," pikir saya.

Karena sudah menjadi destinasi wisata turis manca negara, Pulau Derawan menyediakan berbagai fasilitas yang sangat lengkap seperti cottage, peralatan menyelam, speedboat, dan berbagai fasilitas lainnya.

Seperti halnya pulau-pulau berpantai pasir yang masih perawan, Derawan menyajikan pantai bersih dan perairan pantai koral bening tembus pandang. Baru saja menginjakkan kaki di dermaga tempat hotel kami menginap, pemandangan bawah laut yang bisa disaksikan dengan mata telanjang telah menyambut kami.

Gerombolan ikan warna-warni yang wara-wiri dan seekor penyu hijau yang berenang malas, menjadi hidangan pembuka paket wisata ini. Semburat senja yang memancarkan sinar tembaga kehitaman di horizon, membuat saya tidak sabar menanti kejutan apa lagi yang akan dihadirkan esok hari. Setelah Pulau Derawan, tujuan kami adalah Pulau Maratua, Pulau Kakaban dan Pulau Sangalaki.

Dari Pulau ke Pulau

Esoknya, seperti yang telah dijanjikan, pagi-pagi sekali kami sudah menuju ke Pulau Maratua. Perjalanan ke pulau ini ditempuh sekitar satu jam dengan dikawal sekelompok lumba-lumba yang berloncatan mencari perhatian di kejauhan. Pulau Maratua yang relatif lebih besar dibanding Derawan juga menyajikan keindahan pantai koral, pasir putih serta taman bawah laut yang menakjubkan.

Maratua juga seperti surga bagi para penyelam yang mengagumi dunia di bawah laut. Spot yang ditawarkan cukup banyak. Berbagai spesies seperti penyu hijau, penyu sisik, paus, lumba-lumba, duyung, ikan barakuda, dan beberapa spesies lainnya yang semuanya bisa disaksikan di kejernihan perairan sekitar Maratua.

Cuaca mendung dengan sedikit gerimis tidak menghentikan kami melanjutkan perjalanan. Tujuan kami adalah Pulau Kakaban. Namun sebelum ke pulau yang dikenal dengan danau ubur-uburnya tersebut, kami mampir di pulau karang kecil bernama Kehe Daing yang artinya lubang ikan. Waktu yang kami tempuh sekitar 20 menit.

Di tengah pulau karang kecil ini terbentuk danau mungil bening tempat para nelayan menangkap ikan. Menurut pemandu kami, biasanya banyak ikan yang terperangkap di tempat ini dan membuat nelayan tidak harus bersusah payah menangkapnya.

Selanjutnya, kami menuju Pulau Kakaban, yang telah menjadi situs warisan dunia UNESCO, karena memiliki empat jenis ubur-ubur tak menyengat. Tentang pulau ini saya akan bahas dalam tulisan tersendiri.

Dari Pulau Kakaban yang sarat pemandangan ajaib, kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Sangalaki. Inilah tempat menuntaskan hasrat para penikmat keindahan biota dasar laut dengan ber-snorkeling. Perairan yang tenang membuat kita bisa menikmati berbagai macam spesies ikan dan makhluk laut dari yang berbentuk indah, lucu, hingga menakutkan.

Pulau Sangalaki juga merupakan tempat bertelur utama bagi penyu hijau di kawasan Asia Tenggara. Pada malam hari bisa ditemui puluhan penyu yang datang. Setiap tahunnya total ada lebih dari 3.700 penyu yang mampir ke pulau ini.

Jika Anda beruntung, di perairan Pulau Sangalaki ini menurut pemandu, bisa bertemu dengan gerombolan ikan Pari Manta. Ikan yang berbentuk seperti layanglayang ini bisa mencapai bentang lebar 7 meter. Ikan langka ini banyak ditemui di perairan Pulau Sangalaki karena banyak tersedia plankton yang merupakan makanan ikan raksasan tersebut. Sayangnya, kami tidak menginap di pulau ini.

Belum habis kami mengeksplor keindahan perairan Kepulauan Derawan dari pulau ke pulau, kami diajak mengunjungi pulau pasir putih bersih yang memanjang di sebelah Pulau Derawan. Pulau ini hanya pulau pasir yang menyembul seluas sekitar 300 hingga 500 meter persegi. Namun, pasirnya yang putih bersih dan lembut, membuat kita tergoda untuk bermain-main dan menginjakkan kaki telanjang di atasnya.

Jika Anda tidak terlalu suka aktivitas di bawah air, Anda masih bisa menikmati pemandangan gugusan pulau-pulau di Kepulauan Derawan yang indah bagai lukisan di alam nyata.

Puas mengunjungi pulau-pulau di perairan Berau, kami pulang kembali ke Pulau Derawan. Pulau ini juga menawarkan berbagai barang kerajinan yang tersedia di pasar seni. Namun tidak seperti di Bali, Pangandaran, atau wisata pantai lainnya, toko-toko suvenir di Pulau Derawan tidak terlalu banyak.

Pulau Derawan sendiri dihuni sekitar seribu penduduk dengan 499 kepala keluarga. Seorang teman yang penasaran dengan luas pulau tersebut, mencoba joging pagi hari berkeliling pulau. "Ah ternyata tidak terlalu luas, paling sekitar 2,5 kilometer saya lari keliling pulau," katanya.

Karena wilayah pantai, berbagai makanan yang disajikan pun tidak jauh dari aneka ragam masakan laut. Dari mulai ikan bakar, sate cumi, sop ikan, gulai ikan, dan berbagai macam masakan ikan-ikanan. Tapi jangan khawatir, rasanya cukup akrab di lidah.

Mengapa namanyan Derawan? Menurut cerita penduduk setempat, kata Derawan sendiri berarti perawan, yang mengisahkan legenda tentang seorang gadis yang akan menikah, namun batal karena rombongan diterjang badai. Sang gadis perawan akhirnya menjelma menjadi sebuah pulau yang dinamai Derawan.

Bagi calon wisatawan yang ingin berkunjung ke Pulau Derawan bisa menggunakan pesawat Garuda Indonesia atau Sriwijaya Air dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan Balikpapan dengan waktu tempuh sekitar 1 jam 45 menit. Kemudian dilanjutkan ke Bandara Kalimarau, Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Utara, dengan jarak tempuh sekitar 45 menit. dhanyr bagja/E-3

Menari dengan Ubur-ubur di Pulau Kakaban

Pulau Kakaban adalah salah satu destinasi wajib dikunjungi ketika kita mengunjungi gugusan Kepulauan Derawan. Pulau Kakaban merupakan salah satu pulau di antara paket pulau-pulau tujuan wisata seperti Pulau Derawan, Pulau Maratua, Pulau Sangalaki, dan beberapa pulau lainnya.

Dari Pulau Maratua menuju Pulau Kakaban ditempuh sekitar 45 menit dengan speedboat. Untuk mencapai danau yang tersembunyi di balik kerimbunan hutan tropis, wisatawan harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak sekitar 200 hingga 300 meter dari dermaga. Setelah melewati jalanan yang licin, akan ditemui surga yang tersembunyi, sebuah danau berair jernih seluas 390 hektare (ha) di pulau yang memanjang seluas 774,2 ha.

Inilan danau purba di tengah pulau yang berisi ubur-ubur tanpa sengat. Keberadaan ubur-ubur "ramah" inilah yang membuat Pulau Kakaban dinobatkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Ribuan ubur-ubur itu "terjebak" sejak ribuan tahun silam dan berkembang biak.

Untuk wisatawan yang ingin melihat lebih dekat dan bercengkrama dengan ubur-ubur, diwajibkan menggunakan kacamata selam, karena air di danau Kakaban ini rasanya asin dan cukup memedihkan mata.

Berdasarkan data, di dunia ini hanya ada dua tempat yang memiliki ubur-ubur tanpa sengat, yaitu di Pulau Kakaban dan di Pulau Palau, bagian Kepulauan Mikronesia yang terletak di Samudra Pasifik.

Namun dibandingkan dengan danau ubur-ubur di Palau, Danau Kakaban memiliki keunggulan yaitu memiliki lebih banyak jenis uburubur. Palau hanya mempunyai satu jenis ubur-ubur tanpa sengat, yakni Mastigias yang populer dengan sebutan golden jellyfish alias uburubur emas.

Sementara di Pulau Kakaban, setidaknya ada empat jenis ubur-ubur tanpa sengat yang menghuni dan beranak pinak di Danau Kakaban. Keempat spesies itu adalah uburubur bulan Aurelia aurita, uburubur totol Mastigias cf Papua, uburubur kotak Tripedalia cystophora, dan ubur-ubur terbalik Cassiopea ornata. Ubur-ubur totol dan uburubur terbalik paling banyak ditemui.

Karena menjadi salah satu tempat warisan dunia UNESCO, banyak hal yang harus diperhatikan jika kita mengunjungi Pulau Kakaban. Hal yang utama adalah menjaga kebersihan. Pemandu kami juga melarang menangkap atau membawa uburubur keluar habitatnya.

Hal lain yang yang juga penting adalah jangan memakai tabir surya sewaktu berenang di Danau Kakaban. Alasannya, karena bahan kimia yang ada di tabir surya akan mencemari perairan danau dan membahayakan kehidupan ubur-ubur.

Danau Kakaban sendiri berasal dari atol yang terangkat dalam proses jutaan tahun. Atol itu terisi air laut dan kemudian terkombinasi dengan air hujan. Biota yang terkandung di Danau Kakaban begitu khas.

Menurut para peneliti, sengat pada ubur-ubur di Pulau Kakaban tidak sepenuhnya hilang. Namun, sengat ini kemudian melemah setelah berevolusi selama jutaan tahun. Bagaimana, apakah Anda tertarik untuk menari bersama ubur-ubur ramah ini? dhanyr bagja/E-3

Komentar

Komentar
()

Top