Nasional Luar Negeri Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona Genvoice Kupas Splash Wisata Perspektif Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengenal Peran Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) Muhammadiyah di Era Pandemi Flu Spanyol

Foto : Istimewa

Ilustrasi PKO Muhammadiyah.

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) Muhammadiyah sejak awal keberadaannya tidak bisa disangkal perannya. Meski lebih dominan dikenal sebagai 'penyantun' kaum miskin namun ternyata semangat PKO Muhammadiyah juga ikut andil dalam urusan krisis kemanusiaan akibat pandemi flu spanyol maupun perang perang.

Ahmad Muarif, Sejarawan Muhammadiyah menuturkan selain berperan saat krisis kemanusiaan akibat perang, PKO Muhammadiyah juga ikut serta membantu masyarakat yang di masa penjajahan terserang oleh penyakit aneh yang kemudian disebut sebagai flu spanyol.

Karena belum diketahui dengan jelas jenis penyakit tersebut, di masa awal penyebarannya, sikap Muhammadiyah sama dengan masyarakat lain dan menganggap wabah ini sebagai penyakit yang biasa saja. Bahkan ada seorang dokter dari bumiputera sempat salah mendiagnosis pasien, dia menganggap pasien sedang mengidap sakit malaria.

Merujuk dokumen lama yang pernah dibacanya, Mu'arif menyampaikan ada dokter yang bernama Sumowidagdo memberikan pernyataan, statement atau menyerukan tentang pentingnya cuci tangan memakai sabun.

"Saya enggak tahu apakah ini bagian dari antisipasi untuk mencegah itu. Tapi ada seruan itu saya mencoba menerka-nerka kemungkinan ini bagian dari pihak Muhammadiyah terhadap flu spanyol itu," ungkapnya dikutip dari rilis PP Muhammadiyah, Kamis (9/9).

Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) PP Muhammadiyah, Budi Setiawan menyampaikan saat perang pra-kemerdekaan di Kota Yogyakarta, lebih tepatnya di Kota Baru, Yogyakarta, jenazah para pejuang dan korban luka akibat perang diangkut untuk diberikan perawatan di Gedung PP 'Aisyiyah yang sekarang.

"Termasuk beberapa peperangan di Yogya itu jenazahnya dan orang-orang sakitnya dibawa ke situ dan jasad yang meninggal dimakamkan di Makam Syuhada' di sebelah barat Masjid Gedhe," ungkapnya dikutip dari rilis PP Muhammadiyah, Kamis (9/9).

Fakta sejarah tersebut ia temukan di koleksi foto-foto lama. Budi melanjutkan, pada saat itu meski di awal belum ada keterlibatan RS PKO Muhammadiyah, namun kemudian atas instruksi dari HB Muhammadiyah, PKO secara kelembagaan ikut berperan dalam perawatan para pejuang kemerdekaan yang melakukan pertempuran dengan penjajah di wilayah Yogyakarta.

"Atas instruksi dari Muhammadiyah waktu itu kemudian ibu-ibu 'Aisyiyah dan NA (Nasyiatul Aisyiyah) dalam gerakan palang merah-lah kemudian mereka melakukan kegiatan membantu para pejuang," imbuhnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top