Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengenal Lebih Dekat Kawasan Depok Lama

Foto : ANTARA/Feru Lantara

Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijns (tengah), ketika mengunjungi kawasan Depok Lama.

A   A   A   Pengaturan Font

I

stilah Belanda Depok sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas, namun hanya sedikit yang mengetahui asal-usulnya. Kawasan Belanda Depok tak jauh dari Stasiun Depok Lama, Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoranmas, Kota Depok. Beberapa peninggalan sejarah Belanda, antara lain rumah-rumah bergaya arsitektur tempo dulu, Jembatan Panus di Jalan Tole Iskandar, hingga Tugu Peringatan Cornelis Chasteleindi Jalan Pemuda Depok.

Tidak hanya itu, juga terdapat Gereja GPIB Immanuel, Gedung Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Rumah Tinggal Presiden Depok, serta tiang telepon pertama yang dibangun Belanda dan berdiri sejak tahun 1900. Tiang telepon ini terletak di Jalan KartiniDepok.

Jembatan Panus yang di bawahnya ada aliran Sungai Ciliwung, dibangun tahun 1917 oleh seorang insinyur Belanda bernama Andre Laurens. Nama Panus dari Stevanus Leander, seorang warga yang dulu tinggal dekat jembatan. Di kawasan yang kini disebut Depok Lama itu terdapat cukup banyak bangunan peninggalan Belanda.

Cornelis Chastelein, seorang tuan tanah asal Belanda juga mantan petinggi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), sebuah kongsi dagang Hindia Timur Belanda, 1602-1799. Keberadaan bangunan sisa kolonial di Depok Lama berhubungan dengan Cornelis Chastelein.
Kawasan Depok Lama memang menyisakan bangunan bergaya arsitektur Belanda, yang memadukan arsitektur tropis dengan ciri berjendela besar dan beratap agak curam.

Buku Gedoran Depok (Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955) yang ditulis Oleh Wenri Wanhar, menceritakanCornelis Chastelein semula adalah akuntan dan saudagar VOC, yang beralih menjadi tuan tanah karena tak cocok dengan kepemimpinan Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Setelah berhenti dari pekerjaannya di VOC, Chastelein serius menekuni bidang pertanian. Ia membeli tanah di daerah Gambir, Batavia, pada 1693, Srengseng pada 1695, Mampang pada 1696, dan Depok pada 1696.

Untuk menggarap tanah seluas 1.244 hektare di Depok, Chastelein membeli 150 budak dari Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Jawa, dan India. Ketika meninggal dunia pada 28 Juni 1714, ia meninggalkan surat wasiat. Ada 12 marga utama yang menghuni kawasan Depok Lama kini, yaituBacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel, dan Zadokh. Pewaris marga ini kemudian dikenal dengan sebutan "Belanda Depok".

Penyematan12 marga itu hanya diturunkan dari garislaki-laki alias patrilineal sehingga perempuan yang menikah dengan marga luar dianggap putus secara genealogi. Namun seiring berjalannya waktu, ada marga yang punah, yaitu marga Zadokh.


Wisata sejarah

Kawasan Belanda Depok yang erat kaitannya dengan Negeri Belanda membuat wilayah tersebut menyimpan banyak sejarah peninggalan Belanda. Hal ini membuat pejabat Kedutaan Besar (Kedubes) Kerajaan Belanda untuk Indonesia mengunjungi kawasan Depok Lama tersebut.
Kedatangan Dubes Belanda untuk melihat peninggalan sejarah Belanda di Jalan Pemuda, Depok Lama, Kecamatan Pancoran Mas.

Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijns, mengunjungi kawasan Depok Lama yang dikenal sebagai tempat tinggal Belanda Depok untuk menjaga pengembangan kawasan ini sebagai daerah cagar budaya dan wisata sejarah. Dia bertemu Wali Kota Depok, M Idris, dan dari perwakilan Universitas Indonesia (UI), serta generasi ke-10 Cornelies Chastelein di Depok Lama.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top