Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengais Berkah dari Pengelolaan Air Berkelanjutan

Foto : foto-foto: istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemanfaatan air yang menitikberatkan pada upaya penghematan serta pemanfaatan air secara berkelanjutan sudah sepatutnya digulirkan. Hal ini menjadi sangat penting karena melalui aktivitas itu akan ada dampak besar terhadap komunitas untuk mengelola, menjaga, dan menjamin kelestarian air dengan menyediakan solusi yang ramah lingkungan.

Air sumber kehidupan, rasanya semua orang pernah mengucap hal itu meski input dari 'pemahaman' akan kelestarian air tidak seutuhnya dimengerti.

Jauh dari Ibu Kota Jakarta, Romo Marselus Hasan yang tinggal di Desa Bea Muring, Kecamatan Poco Ranaka, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat memahami betul akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan yang dimaksud. Menurutnya air adalah harapan, bahkan nafas kehidupan untuk masyarakat.

Harapan itu mengarahkan Romo Marsel untuk menciptakan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di wilayahnya, "Hati saya mulai tergerak ketika melihat anak-anak sekolah ketika belajar dengan fasilitas penerangan yang kurang memadai, dan saya rasa sumber daya air yang kita miliki bisa dimanfaatkan sebagai sumber penerangan," terangnya dalam acara Pemberian Apresiasi Pejuang Air Ades, di Jakarta belum lama ini.

Derita minimnya akses listrik yang masuk ke desanya, merupakan masalah berlarut. Bahkan Romo Marsel menceritakan masyarakat biasa hidup dalam kegelapan sejak Indonesia merdeka. Selama itu pula sumber energi penerangan yang dimiliki masyarakat hanya berasal dari lampu minyak, dan generator yang suaranya bising di malam hari.

"Bisa kita bayangkan hampir di setiap malam mesin itu menyala, tak kurang ada 50 generator. Masyarakat desa sangat terganggu tapi tidak ada pilihan lain menggunakan mesin itu sebagai sumber penerangannya," jelasnya.

Modal untuk menghidupkan generator pun terbilang mahal, untuk sekali penggunaan masyarakat butuh 2 botol solar, dengan harga sekitar 30.000 rupiah. Itu artinya dalam sebulan masyarakat harus menyediakan angaran tetap untuk listrik seberas 900.000 ribu rupiah.

"Modal itu sangat membebani masyarakat, belum lagi mesin generatornya yang juga mahal sehingga hanya masyarakat mampu saja yang sanggup membelinya. Selain menyebabkan polusi suara, jika terus dibiarkan bahaya lain mengintai warga, yaitu asap buang dari mesin itu sangat pekat," ucapnya.

Harapan Baru

Sekelumit masalah energi lambat laun menghilang, Romo Marsel melalui upayanya membangun PLTMH pada 2012 di Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur ini ternyata mampu menerangi masyarakat dari kegelapan. Energi listrik ini didapatnya dari potensi aliran Sungai Wae Rina, Wae Lenger, Wae Labar, Wae Mese dan Wae Rego. Arus listrik yang dialirkan berbeda-beda, ada yang 50, 65, 80 sampai 100 kWh.

Untuk membangun PLTMH modal yang didapat murni dari urunan warga. Tiap satu keluarga ditarik biaya sekitar 2 juta rupiah, dana itu diperlukan untuk pengadaan jaringan dan instalasi.

Pola ini sukses dan pada tahun-tahun berikutnya PLTMH kembali dibangun dan mendulang sukses yang sama. Pada 2013 PLTMH telah menerangi Desa Rana Mese, Kecamatan Sambi Rampas, Manggarai Timur. Pada 2015, empat desa di Kecamatan Poco Ranaka yakni Melo, Golo Ndari, Compang dan Golo Wune, tiga desa di Kecamatan Elar yaitu Biting, Rana Gahpang, Compang Teo dan kelurahan Tiwu Kondo. Pada 2016 PLTMH mampu menerangi Desa Rego, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat.

Dari sisi ekonomi, masyarakat juga sangat terbantukan, dari pengaplikasian listrik ramah lingkungan ini, warga hanya perlu mengeluarkan iuran pemakaian per bulan sebesar 10.000 rupiah untuk satu bohlam lampu. "Rata-rata tiap rumah tiga lampu, sehingga total 30.000 rupiah per bulan. Peralatan elektronik semisal televisi harga setara tiga lampu yakni 30.000 rupiah. Bandingkan dengan biaya generator yang sampai 900.000 rupiah, jelas ada penghematan sebesar 870.000 rupiah," tutur Romo Marsel.

Untuk membangun PLTMH sendiri tidak lah mudah, butuh modal dasar minimal 2-3 miliar rupiah. Untuk meminimalisir kendala itu, Romo Marsel menggandeng lembaga keuangan seperti Bank NTT, koperasi, dan UNDP. Pinjaman didapat dan warga dibebankan untuk melunasinya dengan cara dicicil. ima/R-1

Pelestarian Berbasis Ekowisata

Selain Romo Marsel, Sugeng Handoko pemuda di balik kepopuleran Desa Wisata Nglanggeran, Kecamatan Pathuk, Yogyakarta juga mendapat apresiasi penghargaan dari Ades. Melalui upaya pelestarian berbasis ekowisata, Sugeng bersama rekannya menyulap Nglanggeran menjadi tempat yang asri favorit wisatawan.

Sebelumnya, Nglanggeran merupakan daerah gersang dan kerap mengalami kekeringan jika musim kemarau melanda. Terlebih gaya hidup masyarakat tak ramah lingkungan, seperti kerap menebang pohon dan mengambil batu untuk dijual.

Akibatnya kebiasaan tersebut tanpa disadari masyarakat memperburuk kondisi lingkungan Nglanggeran. "Sumber air di desa kami langsung habis terkuras. Padahal baru disedot pakai empat pompa saja," imbuh Sugeng.

Kondisi itu pun membuat Sugeng tersentuh, bersama para pemuda Karang Taruna desa setempat mencetuskan pembuatan embung, sebuah inisiasi yang mendapat sambutan positif dari Gubernur DIY. "Pada 2012, kami dapat hibah sekitar Rp 1,04 miliar untuk membuat embung," ujarnya.

Embung pun akhirnya diresmikan pada 2013, dan benar saja wadah air itu kini menjadi sumber kehidupan warga Nglanggeran. Kini daerah kering itu menjadi subur, asri dan sejuk karena warga terus diedukasi untuk merawat lingkungan sekitar. Penanaman pohon secara rutin pun getol digalakkan, sehingga areal seluas 45 hektar di desa tersebut perlahan mulai menghijau kembali.

Sugeng menceritakan jika embung gubahannya itu memiliki 0,34 hektar, sebagai cadangan air saat musim kemarau tiba. Kemudian terdapat 21 pompa air untuk mengalirkan air di perkebunan buah dan sawah milik warga.

Selain meningkatnya hasil panen perkebunan, warga kini memperoleh tambahan penghasilan dari ekowisata. Dirinya mengungkap kunjungan ke kampung halamannya itu terbesar tercatat pada 2014, yakni sebanyak 325.000 orang dengan menghasilkkan pemasukan desa sebesar 1,4 miliar rupiah.

"Warga kian sejahtera melalui berkah alam tempat tinggalnya, tapi kami berkomitmen untuk terus memajukan pertanian kita, dan pariwisata adalah bonus untuk warga Nglanggeran," tandas Sugeng. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top