Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perencanaan Nasional

Mendagri: GBHN Diperlukan agar Pembangunan Berkesinambungan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengatakan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dibutuhkan agar rencana pembangunan tetap berkesinambungan.

"Jangan sampai terputus, kesinambungan dan perencanaan jangka panjang, ya perlu GBHN," kata Tjahjo ditemui di Istana Negara Jakarta, pada Senin (12/8).

Tjahjo menerangkan negara harus mempunyai perencanaan jangka panjang. Selama ini, rencana pembangunan hanya lima hingga 10 tahun mengikuti masa jabatan presiden. Rencana pembangunan itu didasarkan pada janji kampanye.

Tjahjo menjelaskan perencanaan jangka panjang sudah dibuat sejak pemerintahan Presiden ke-1 RI, Soekarno, hingga Presiden ke-2 RI, Soeharto. Saat era Soeharto, kata Tjahjo, perencanaan jangka panjang itu lalu dijabarkan dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita).

Tjahjo menegaskan GBHN berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Menurutnya, rencana pembangunan secara umum nanti bakal dijabarkan dalam GBHN.

"Pemerintah memiliki skala prioritas dalam memilih program yang dijabarkan di GBHN tersebut. Setiap GBHN dijabarkan, apa pun. Sekarang, saya aja menyetujui perencanaan anggaran program pemda. Pasti ada skala prioritas. Seperti DKI, masalah kemacetan, masalah banjir, kaki lima. Ada skala prioritas," tutur politikus PDI Perjuangan itu.

Tjahjo melanjutkan masalah penghidupan kembali GBHN masih sebatas usulan. Namun, dia meyakini usulan tersebut akan disepakati dengan melakukan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. GBHN versi baru itu tak akan menghalangi program kerja Presiden terpilih. Bahkan, keduanya bisa berjalan secara bersama-sama.

Amendemen terbatas UUD 1945 itu merupakan agenda utama Fraksi PDI Perjuangan di MPR periode 2019-2024. Melalui amendemen, PDI-P ingin MPR diberikan kewenangan membuat dan menetapkan GBHN untuk mewujudkan Pola Pembangunan Semesta Berencana. Fungsi dan kewenangan MPR pun harus diubah. MPR akan dijadikan sebagai lembaga tertinggi negara.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, heran dengan maksud PDI-P mengamendemen UUD 1945 dan mengaktifkan kembali GBHN. Feri menilai agenda tersebut berpotensi menjadi liar hingga mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara seperti di era sebelum reformasi.

"Agak janggal ya sebenarnya, karena di masa Orde Baru, PDI-P termasuk partai yang dianaktirikan, dikerdilkan. Semestinya PDI-P memperjuangkan semangat reformasi itu dengan menolak kembalinya MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan menjadikan kedaulatan tetap ada di tangan rakyat, bukan di tangan MPR," kata Feri. fdl/Ant/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Muhamad Umar Fadloli, Antara

Komentar

Komentar
()

Top