Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dinamika Universitas

Mencari Pemimpin Perguruan Tinggi yang Mumpuni

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Perguruan tinggi tidak hanya memegang peranan dalam hal pendidikan, namun juga pada aspek sosial. Sebab perguruan tinggi yang dikelola profesional akan melahirkan nilai dan kepercayaan bagi publik. Untuk mewujudkan hal tersebut, perguruan tinggi harus dikelola orang-orang yang memiliki kompetensi mumpuni.

Pentingnya peran sumber daya manusia (SDM) dalam suatu organisasi mesti didukung pula oleh organisasi yang sehat dan kuat.

Jika dihubungkan dengan perguruan tinggi, maka dapat dikatakan semua orang yang bekerja dan terlibat di dalamnya merupakan aset yang perlu dikelola dengan baik agar dapat mewujudkan visi dan misi perguruan tinggi.

Mencari orang yang tepat dengan keterampilan yang tepat untuk posisi yang tepat adalah tantangan paling mendasar dalam manajemen SDM pada organisasi apa pun, apalagi perguruan tinggi.

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa orang yang menduduki jabatan apapun, khususnya untuk pemimpin perguruan tinggi/rektor, hendaknya memiliki kemampuan dan kompetensi yang mumpuni agar layak menduduki jabatan tersebut.

Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah disparitas. Terdapatnya perbedaan kualitas pada institusi pendidikan di Indonesia, seperti kualitas SDM, fasilitas yang ditawarkan, dan kemampuan bersaing dengan institusi internasional.

Hal tersebut membuktikan bahwa dibutuhkan kemampuan dan kompetensi khusus untuk mengelola perguruan tinggi, khususnya untuk perguruan tinggi di Indonesia yang juga dipimpin akademisi. Pemimpin perguruan tinggi sebagai pejabat struktural yang memiliki atasan dan bawahan juga tetap sebagai akademisi yang tugas utamanya mengajar, meneliti, dan mengabdi pada masyarakat sesuai Tridharma Perguruan Tinggi.

Pertajam Mekanisme

Sementara itu, dalam kasus pemilihan rektor (pilrek) Universitas Padjadjaran (Unpad) periode 2019-2024, yang hingga kini masih tertunda, setidaknya ada empat hal yang dirumuskan dalam rapat pleno Majelis Wali Amanat (MWA), beberapa waktu lalu, yang diketuai Rudiantara.

Pertama, proses pilrek Unpad terus berjalan melanjutkan dari 3 calon yang telah ditetapkan MWA. Kedua, berkenaan dengan perbaikan tata kelola dalam penyelenggaraan pilrek, seluruh pemangku kepentingan Unpad, mulai masyarakat, regulator, Senat Akademik, dosen, tenaga kependidikan, alumni dan lainnya, diberi kesempatan untuk menyampaikan masukan dan/atau pengaduan terhadap ketiga Calon Rektor (calrek).

Ketiga, MWA sepakat membuat sistem dan proses pengaduan (whistle blowing system) untuk hal-hal yang berkaitan dengan MWA, khususnya terkait pilrek. Hal ini sejalan dengan rekomendasi yang diberikan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) tentang penanganan dan pengaduan.

"Keempat, setelah menampung dan menindaklanjuti masukan/pengaduan, jika tidak ada perubahan atas calrek, maka pilrek Unpad 2019-2024 dijadwalkan dilakukan pada pertengahan Februari 2019. MWA telah mengkaji semua opsi proses pemilihan Rektor sedemikian rupa, sehingga Rektor Unpad periode 2019-2024 akan ditetapkan dan dilantik sebelum masa akhir jabatan Rektor Unpad saat ini," ujar Siti Karlinah, anggota MWA Unpad.

Sementara itu, Keluarga Alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran (KA-IP UNPAD) menyatakan keprihatinan akan kuatnya aroma kepentingan sesaat dalam pilrek Unpad. "KA-IP Unpad meminta dengan tegas agar seluruh anggota MWA dan Panitia Pemilihan Rektor (PPR) menjaga marwah Unpad dari kepentingan pribadi yang sempit dan sesaat," ungkap Ervik Ari Susanto, Ketua KA-IP UNPAD.

Ervik menegaskan keprihatinan alumni Ilmu Pemerintahan UNPAD itu mencuat seiring berlarut-larutnya dan kisruh dalam pilrek Unpad. tgh/R-1

Muncul Berbagai Manuver

Kemelut pilrek Unpad Bandung masih terus berlangsung. Bukan hanya tereliminasinya sejumlah calrek yang sudah terpilih, melainkan juga waktu pengunduran pemilihan ulang yang tidak berujung pangkal.

"Sejumlah pihak mengatakan, inilah bentuk ketidakberdayaan Rudiantara selaku Ketua MWA Unpad dan Mohamad Nasir, Menristekdikti. Dengan jatah 7 suara atau setara 35 persen dalam pilrek, Nasir dan Rudiantara, bisa membuat Unpad seolah tidak berdaya," ungkap Chaidar Maulana Wardhana, Koordinator Lapangan (Korlap) Aliansi Masyarakat Peduli Unpad.

Awalnya, pilrek Unpad lancar-lancar saja. Namun, kekisruhan dan kasak-kusuk mulai terjadi ketika rektor yang juga petahana masuk delapan besar tidak lolos alias tereliminasi dalam tiga besar.

Pilrek pun akhirnya terkatung-katung hingga tiga kali diundur dengan berbagai alasan. Kedua menteri ini sangat berperan atas tarik ulurnya proses pilrek.

"Berbagai manuver kemudian bermunculan. Sasarannya tentu calon rektor yang dianggap 'terlemah' dari tiga orang yang sudah terpilih. Adalah Profesor Obsatar Sinaga dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unpad. Obsatar dituding pernah terlibat KDRT, bukan orang Sunda dan disebut-sebut bukan orang Islam padahal sebelumnya dikenal sebagai aktivis HMI, dan rangkap jabatan," lanjutnya.

Soal terakhir ini yang membuat Obsatar cukup kelimpungan. Kendati Obsatar sudah mengundurkan diri sebagai Komisioner Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.

"Sebelumnya, Profesor Bagir Manan pun pernah merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Pers. Malah Rektor Unpad yang juga petahana rangkap jabatan sebagai Ketua Percepatan Pembangunan Jawa Barat yang surat keputusannya diteken Ridwan Kamil," ujar Leo Tri Lesmana, Wakil Korlap.

Seperti halnya kasus KDRT dan isu rangkap jabatan sebagai komisioner KPI, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menolak keputusan Rektor Unpad dan Menristekdikti yang memecat Obsatar Sinaga sebagai ASN. Apalagi Obsatar Sinaga juga termasuk ASN golongan IV-D, dan yang berhak memecatnya hanya Presiden.

Pasca keputusan Menristekdikti yang dianulir KASN, Nasir tetap ngotot Obsatar harus dipecat. Padahal kalau merunut pada alasan menjadi anggota KPI pun, Obsatar sudah mendapat izin dari Dekan FISIP Unpad.

Sikap Nasir yang menginginkan Obsatar tereliminasi dalam pilrek, sehingga memungkinkan adanya kocok ulang dari delapan besar, memicu kecurigaan masyarakat. Bukan hanya masyarakat kampus Unpad, tetapi warga di luar pun ikut menaruh kecurigaan.

Bahkan saat Obsatar sulit 'digulingkan', muncul isu miring yang menimpa calon rektor lainnya yang berasal dari Fakultas Ilmu Hukum Unpad yakni Profesor Atip Latipulhayat, yang konon disebut-sebut sangat dekat dengan kelompok HTI yang sudah dibubarkan pemerintah.

Wajar bila di ranah publik muncul kecurigaan. Mereka menginginkan KPK dan sejumlah LSM untuk terus memelototi proses pilrek Unpad. Pasalnya, Unpad bukan sekadar institusi pendidikan, tapi di dalamnya ada anggaran APBN yang sangat besar, termasuk proyek-proyek besar terkait infrastruktur.

Apalagi indikasi ke arah penyalahgunaan anggaran di perguruan tinggi juga sempat dilansir anggota Ombudsman, Laode Ida, beberapa waktu lalu. Laode pernah menyatakan ada jual beli jabatan di perguruan tinggi. Misalnya untuk menjadi rektor seseorang harus menyetor sejumlah uang ke pejabat di Kemenristekdikti. Jabatan ini menjadi barang mahal lantaran dana APBN setiap tahun masuk untuk perguruan tinggi sedikitnya 49 triliun rupiah.

Isu suap di perguruan tinggi termasuk di Unpad harus menjadi perhatian KPK. Dari terkatung-katungnya pemilihan rektor sudah mengindikasikan adanya anomali. Karena dalam pemilihan rektor sebelumnya tidak pernah terjadi di Unpad. tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top