Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menanti Revisi Pajak UMKM

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah berencana mengeluarkan insentif perpajakan dalam rangka mendorong pertumbuhan investasi pada akhir Maret 2018. Insentif yang diberikan mencakup revisi fasilitas perpajakan tax holiday dan tax allowance, hingga penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Regulasi tersebut diyakini sebagai perubahan radikal dalam mendesain insentif perpajakan terkait investasi. Misalnya, untuk jangka waktu pemberian fasilitas tax holiday akan memperhitungan nilai investasi yang ditanamkan. Sementara itu, penurunan tarif PPh final UKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen akan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013.

Kebijakan itu kemudian diperkuat peraturan menteri keuangan (PMK) yang juga mengatur aspek kepabeanan dan perpajakan dalam perdagangan elektronik (e-commerce). Masih dalam rangka menggairahkan minat investasi, pemerintah juga segera menelurkan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission/OSS).

Nanti, pelaku UMKM bisa memilih mekanisme pembayaran pajak penghasilan antara yang bersifat final dan reguler. Dengan demikian, pelaku UMKM dapat menggunakan pilihan sesuai dengan karakteristik bisnisnya. Di dalam PP No 46/2013, wajib pajak yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi 4,8 miliar rupiah dalam satu tahun dikenai pajak penghasilan final 1 persen.

Pengenaan pajak penghasilan tersebut didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam satu tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan. Pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final dihitung berdasarkan omzet. Apabila pelaku usaha merugi harus tetap membayar pajak.

Adapun untuk mekanisme reguler atau normal yang sesuai dengan ketentuan umum, pajaknya dihitung berdasarkan laba. Hal tersebut mengharuskan pelaku usaha melakukan pembukuan penerimaan dan pengeluaran. Dengan demikian, kalau pengusaha rugi tidak bayar pajak.

Nah, para pelaku UKM tentu berbeda penafsirannya atas perhitungan final dan regular. Untuk itu, Kementerian Keuangan membuka kesempatan kepada wajib pajak untuk mengadopsi skema pajak final atau reguler. Rencananya, aturan mengenai pajak UMKM tersebut dikeluarkan melalui peraturan pemerintah (PP). Saat ini pemerintah sedang menelaah dimensi revisi tersebut, terutama menyangkut tarif dan ambang peredaran bruto.

Tentu saja opsi mekanisme tersebut lebih baik karena tidak memberatkan pelaku UMKM. Sebab, selama ini PP No 46/2013 bukan opsional, melainkan mandatori bagi semua pelaku usaha UMKM yang omzetnya di bawah 4,8 miliar rupiah. Hal tersebut dinilai kaku dan memberatkan karena bisa berpotensi merugikan juga.

Kita pun mengapresiasi kebijakan pajak untuk UMKM tersebut. Selama ini, UMKM yang rugi tetap harus membayar pajak karena pajak UMKM dihitung lewat omzet, bukan laba bersih. Skema baru ini dirasa lebih adil bagi UMKM. Di sisi lain, dampaknya ke penyaluran kredit sektor UMKM diprediksi meningkat. Bank lebih tertarik menyalurkan ke UMKM karena insentif pajak.

Selain itu, dengan lebih rendahnya tarif pajak juga membuat tingkat kepatuhan UMKM meningkat. Sebab, biasanya yang rugi agak takut untuk lapor SPT (surat pemberitahuan pajak terutang), sekarang karena lebih adil UMKM mau melaporkannya

Harapannya, penurunan pajak akan meningkatkan keuntungan bersih sekaligus meningkatkan kemampuan usaha UMKM agar daya saingnya lebih baik. Insentif demikian juga diharapkan bisa mendorong pertumbuhan UMKM. Dengan tarif pajak yang tidak memberatkan, diharapkan semakin banyak orang mau menjalankan UMKM dan berwirausaha. Lebih dari itu, penurunan pajak akan meningkatkan pendapatan bruto nasional karena UMKM taat membayar pajak.

Komentar

Komentar
()

Top