Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menag Dukung Pemendikbud 30, Muhammadiyah Tetap Menolak dan Berpandangan Aturan Itu Legalkan Seks Bebas

Foto : Istimewa

Menag Yaqut menerima kedatangan Mendikbudristek Nadiem Makarim, Senin (8/11).

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan dukungannya pada Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Menanggapi hal itu, Muhammadiyah melalui Sekretaris Majelis Diktilitban PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, menyatakan tetap menolak Permendikbud tersebut.

"Tidak apa-apa Kemenag mendukung itu. Sudah bisa diprediksi sebelumnya. Muhammadiyah tetap berpandangan adanya masalah formil dan materiil Permen 30 tahun 2021," kata Sayuti pendek saat dihubungi wartawan di Yogyakarta, Selasa (9/11).

Mendikbudristek Nadiem Makarim kemarin menemui Gus Yaqut di kantornya guna membahas Permendikbud 30/2021 tersebut.

Aturan yang dibuat untuk menekan kasus kekerasan seksual di kampus itu menuai kritik luas dari ormas Islam, karena justru dianggap bisa melegalkan seks bebas.

Dalam pertemuan itu, Gus Yaqut mendukung Nadiem soal Permendikbud 30 dan akan diterapkan di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) seperti UIN dan IAIN.

"Kami mendukung kebijakan yang telah dikeluarkan Mas Menteri. Karenanya, kami segera mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk mendukung pemberlakuan Permendikbud tersebut di PTKN," ungkap Gus Yaqut di Kemenag, dalam rilisnya, Senin (8/11).

Gus Yaqut sepakat dengan Nadiem yang menyatakan kekerasan seksual menjadi salah satu penghalang tercapainya tujuan pendidikan nasional.

"Kita tidak boleh menutup mata, bahwa kekerasan seksual banyak terjadi di lingkungan pendidikan. Dan kita tidak ingin ini berlangsung terus menerus," kata Gus Yaqut.

Alih-alih akan dapat mengatasi masalah kekerasan seksual di perguruan tinggi yang semakin marak terjadi, Muhammadiyah menilai Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi justru akan membuat kasus-kasus kekerasan seksual semakin langgeng.

Adanya nomenklatur 'persetujuan korban' di dalam pasal 5 peraturan tersebut, justru dinilai akan melegalkan seks bebas di kalangan mahasiswa. Pasalnya, dengan alasan adanya persetujuan korban atau consent, maka perbuatan-perbuatan yang melanggar norma keagamaan seperti hubungan seksual di luar pernikahan akan dianggap wajar.

"Dan otomatis kan potensi terjadinya peningkatan kasus kekerasan seksual akan semakin tinggi juga," ujar Sekretaris Majelis Diktilitban PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, saat dihubungi, Senin (8/11).

Sayuti menegaskan, bahwa penolakan Muhammadiyah atas Permendikbud Ristek tersebut bukan karena Muhammadiyah pro dengan kekerasan seksual. Sebaliknya, Muhammadiyah justru ingin masalah ini diatasi secara komprehensif benar-benar dari sumber permasalahannya. Sementara permen ini justru dinilai akan melahirkan masalah-masalah baru nantinya.

"Kami senang pemerintah memperhatikan masalah kekerasan seksual di kampus, tapi caranya jangan begitu, masa punya niat baik tapi dilakukan dengan cara yang tidak baik," lanjutnya.

Masalah kekerasan seksual di lingkup kampus menurutnya tidak perlu menggunakan regulasi seperti itu, apalagi jika di dalamnya terdapat banyak celah yang justru menimbulkan banyak mudharat. Lebih dari sekadar regulasi, masalah kekerasan seksual perlu diatasi menggunakan tata nilai keagamaan yang luhur. Seperti dalam ajaran Islam misalnya, relasi antara laki-laki dan perempuan dipandang sebagai relasi yang sakral sehingga harus dilakukan secara adil, bermartabat, dan halal.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top