Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
suara daerah

Membangun dengan Keberagaman di Kabupaten Alor

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, mendapat anugerah Harmony Award Tingkat Nasional dari pemerintah pusat pada Februari 2017 lalu. Alor menjadi contoh bagaimana hidup beragama yang berbeda-beda justru menjadi kekuatan dari sebuah daerah.

Berbeda tempat untuk berdoa, membuat warga Alor makin kuat toleransinya. Hal itu terjadi karena pembangunan rumah ibadah bagi agama lain adalah ekspresi dari kehidupan gotong royong. Gereja bisa dibangun oleh umat muslim, begitu pun sebaliknya. Bahkan, salib didoakan di masjid dan kubah masjid didoakan di gereja.

Untuk mengetahui lebih jauh kerukunan dan tolerasi yang ada di kabupaten ini, wartawan Koran Jakarta, Eko Sugiarto Putro berkesempatan mewawancarai Bupati Alor, Amon Djobo, pada acara Kongres Pancasila IX, di Kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.

Bagaimana bisa masjid dibangun oleh umat Katolik dan gereja dibangun umat muslim, sementara di Jawa pembangunan rumah ibadah justru sering memicu konflik?

Kami hanya meneruskan apa saja nilai-nilai baik yang ditinggalkan nenek moyang. Ketika masyarakat Suku Nabokwali dan Rahiowati mendirikan gereja, masyarakat Islam dan masyarakat lainnya membantu dan mendukungnya, dengan ikut mengerjakan pembangunan itu. Sebaliknya, pendirian Masjid Lerabaing yang dikenal sebagai Masjid At Taqwa pada paruh pertama abad ke-17 oleh Pangeran Sultan Gimales Gogo dari Kesultanan Ternate, difasilitasi dan didukung oleh Raja Kinanggi Atamalai, Kerajaan Kui.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top