Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
#BijakBerplastik

Membangun Budaya Baru melalui Daur Ulang

Foto : dok. #BijakBerplastik
A   A   A   Pengaturan Font

Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang, Indonesia dikaruniai keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, serta letak yang strategis dari sisi sosial dan ekonomi.

Sampah menjadi permasalahan di semua negara, dan Indonesia menjadi negara di urutan kedua sebagai penghasil sampah tertinggi di dunia. Tingginya rating tersebut bukanlah pencapaian yang baik dan patut dibanggakan. Sayangnya, kesadaran masyarakat akan sampah sudah sangat mendasar.

"Karena kurang mendapatkan pelajaran sejak dini dan itu yang paling penting. Kalau mengubah perilaku masyarakat sekarang ini, hal itu tidak mudah," kata Nani Hendiarti Asisten Deputi Pendayagunaan IPTEK Maritim, Kementerian Koordinator Maritim.

Sebenarnya ini persoalan lama, tambah Enri Damanhauri, Guru Besar Pengelolaan Udara dan Limbah ITB. "Tetapi sampai kapan edukasi terus karena hingga sekarang belum banyak terjadi perubahan," ujarnya.

Ia menambahkan mengubah perilaku itu sulit kalau tidak merasa terpaksa. Indonesia menargetkan akan mengurangi angka sampah plastik ke laut sebesar 70 persen pada 2025. Angka tersebut terbilang tinggi mengingat masih minimnya kesadaran masyarakat mengenai sampah, apalagi sampah plastik.

Terlebih di pulau-pulau lainnya selain Pulau Jawa yang masih melakukan aktivitas buang sampah ke laut karena belum adanya fasilitas pengelolaan sampah. "Kalau di kota lebih mudah untuk edukasi, kalau di daerah-daerah mereka tidak ada fasilitas (pengelolaan sampah). Jadi harus ada perbaikan fasilitas dan pemda harus bergerak," tutur Nani.

Selain itu, edukasi bahwa sampah bisa menjadi sumber daya juga diperlukan. Sejak tahun lalu, ada kebijakan dari pemerintah yang mendorong kantong plastik sebagai campuran aspal jalan. Target tahun lalu tercapai dengan proyek jalan sepanjang 9 kilometer dengan menggunakan 31,5 ton kantong plastik. Nani melanjutkan, tahun ini pun berencana akan melakukan kegiatan serupa, namun pemerintah masih memiliki kendala. "Masalahnya untuk jalan 1 kilometer saja membutuhkan 3,5 ton kantong plastik," tutupnya.

Melibatkan Peran Serta Masyarakat

Untuk merayakan Hari Lingkungan Hidup di Indonesia, Danone Aqua meneguhkan komitmennya untuk mempelopori pentingnya mengatasi permasalahan sampah plastik. Bekerja sama dengan pemerintah, mitra, dan konsumen bersama mewujudkan tujuan tersebut dengan kolaborasi dan partisipasi aktif melalui sebuah gerakan baru yaitu #BijakBerplastik.

Kemasan plastik telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dunia, tidak hanya di Indonesia. Setiap harinya, jutaan kemasan plastik digunakan. Sayangnya, kemasan plastik memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, karena menggunakan sumber daya berharga seperti minyak bumi dan dapat menjadi sampah apabila tidak didaur ulang.

Plastik tersebut mengalir ke sungai dan bermuara di laut sehingga menimbulkan tantangan yang cukup besar. Atas dasar itulah, Danone-Aqua berkolaborasi dengan banyak pihak untuk mengatasi permasalahan itu. "Saat ini kami telah menyediakan 2/3 air yang diproduksi melalui galon yang digunakan kembali. Lebih dari setengah botol PET yang kami gunakan pun telah dikumpulkan dan didaur ulang menjadi botol baru, baru diolah menjadi bentuk lain misalnya tekstil," kata Corine Tap, Presiden Direktur PT Tirta Investama Danone-Aqua.

Bekerja sama dengan komunitas pemulung, saat ini telah berhasil mengumpulkan 12 ribu ton sampah plastik untuk didaur ulang melalui enam pusat pengumpulan sampah plastik. Ke depannya, Danone-Aqua akan terus menambah pusat pengumpulan sampah plastik dan fasilitas untuk komunitas pengelola sampah.

"Kami berencana membuat seluruh kemasan kami 100 persen dapat didaur ulang pada 2025 sekaligus meningkatkan proporsi plastik daur ulang di botol kami dari 11 persen menjadi 50 persen," lanjutnya.

Melalui teknologi untuk merancang kemasan yang lebih baik dan berkelanjutan, sehingga plastik dapat diproses kembali dengan cara yang lebih efisien dan dalam skala yang lebih besar dari sebelumnya.

Pemerintah pun memiliki regulasi PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. "Jadi tentang bagaimana produsen bertanggung jawab dengan produknya. Namun yang jadi persoalan bagaimana dengan produsen lainnya mengatasi permasalahan ini," ujar Enri.

Dengan kolaborasi #BijakBerplastik yang melibatkan masyarakat Indonesia ia berharap dapat berkontribusi membangun budaya baru yaitu daur ulang dan kesadaran yang keterlibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan.

Dibutuhkan Disiplin yang Ketat

Beberapa negara di dunia sudah menerapkan pemisahan sampah dalam beberapa kategori seperti sampah sisa makanan atau kardus, botol plastik dan lainnya. Jepang misalnya, salah satu negara dengan sistem yang sangat sistematik dalam masalah pemisahan sampahnya, termasuk daur ulang. Orang asing yang datang ke Jepang pun terkadang masih kaget dan bingung dengan pembagian sampah ini. Secara umum, di Jepang dibagi empat kategori sampah. Setiap kategori memiliki waktu sendiri saat pengambilan sampah. Jika waktu pengambilan sampah terlewat, siap-siap harus menampung sampah tersebut di rumah hingga seminggu ke depan.

1. Sampah mudah terbakar

Sampah mudah terbakar biasanya diambil dua minggu sekali. Jenis sampah ini termasuk kertas, popok, kantong belanja, pembungkus kado, pembungkus makanan, bungkus permen, karet, barang dengan material kulit, dan wadah-wadah lainnya dari plastik.

2. Sampah sulit terbakar

Jenis kategori ini biasanya diambil sebulan sekali. Termasuk di antaranya bahan terbuat dari besi, kaca, dan beberapa perangkat elektronik kecil seperti pemasak nasi dan setrika.

3. Sampah besar

Sampah besar ini seperti perabotan rumah layaknya lemari, rak buku, sofa, meja hingga tempat tidur. Biasanya sampah besar memiliki bentuk yang besar yang lebih dari 50 sentimeter.

4. Botol dan Kaleng

Jenis sampah ini diambil dua kali sebulan. Untuk kategori ini juga harus ditempatkan dalam wadah terpisah, antara botol dan kaleng. Botol dengan simbol daur ulang juga harus ditempatkan dalam kantong sampah yang berbeda dan sebelum dibuang tutupnya harus dilepas, dibersihkan, dicuci, dan dikempeskan.

Selain itu juga ada biaya tambahan jika membuang barang-barang besar seperti televisi, mesin cuci, kulkas, atau pendingin ruangan. Semakin besar barang yang dijual maka semakin tinggi juga biaya yang harus dikeluarkan. Bahkan di beberapa tempat umum, seusai makan para pelanggan membawa makanannya ke sudut ruangan tanpa menunggu pelayan mengambil piring dan membersihkannya.

Kedisiplinan dan kepedulian akan lingkungan itu bagus untuk diterapkan khususnya di Indonesia. "Sayangnya di Indonesia masih longgar akan hal itu," kata Enri.

Padahal jika memulai dari membuang sisa makanan menjadi kompos, setidaknya dapat mengatasi permasalahan sampah yang dilakukan diri sendiri mencapai 60 persen. Sisanya, mulai dari memisahkan sampah berdasarkan kategori dan berhenti menggunakan produk plastik yang sulit didaur ulang.

gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top