Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tahun Baru Islam 1440 H

Melestarikan Kirab Budaya "Tebokan" di Kudus

Foto : ANTARA / Didik Suhartono

Bersalawat - Ribuan umat Islam mengikuti Surabaya Bersalawat di ruas Jalan Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/9) malam. Kegiatan itu untuk menyambut Tahun Baru Islam 1440 H. Di sejumlah daerah peringatan Tahun Baru Islam digelar dengan beragam acara budaya dan keagamaan.

A   A   A   Pengaturan Font

Kudus- Kirab budaya "tebokan" yang diselenggarakan oleh warga Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam masih tetap dilestarikan. Hal itu, terlihat pada Selasa (11/9) sore di Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, digelar kirab budaya "tebokan" untuk menyambut Tahun Baru Islam 1440 Hijriah.

Kirab "tebokan" tersebut, diikuti puluhan anak-anak, remaja, dan orang tua, yang membawa sesaji berupa makanan jenang yang dibentuk gunungan, jajan pasar, dan hasil bumi yang diarak mengitari Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus.

Pada kirab tersebut, ada pula rombongan yang membawa miniatur gerbang Kudus Kota Kretek hingga miniatur masjid. Rute perjalan dimulai dari Jalan Sosrokartono menuju pertigaan Desa Bacin, arah GOR Desa Kaliputu, dan Balai Desa Kaliputu. Warga juga memadati lokasi kirab, termasuk rute kirab juga dipadati penonton yang menantikan kehadiran mereka sejak siang hari.

Setelah sampai di panggung utama, dilakukan doa yang dipimpin oleh ulama setempat, selanjutnya semua gunungan jenang diperebutkan warga. Menurut Kepala Desa Kaliputu Suyadi di Kudus, Selasa, "tebokan" merupakan istilah jawa dari kata "tebok", yakni sejenis nampan dari anyaman bambu yang biasanya oleh warga Desa Kaliputu digunakan untuk meletakkan jenang.

Sementara tradisi tebokan merupakan bentuk ungkapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas keberhasilan mereka di bidang usaha jenang yang diperingati bertepatan dengan peringatan Tahun Baru Islam. "Warga juga berharap kepada Tuhan agar usahanya di bidang pembuatan jenang semakin berkembang sehingga kesejahteraan masyarakat juga semakin meningkat," ujarnya.

"Mudah-mudahan ekonomi masyarakat semakin meningkat kedepannya," jelasnya. Sementara itu, Pembina Asosiasi Desa Wisata Kudus Mutrikah menganggap atraksi budaya yang digelar di Desa Kaliputu merupakan salah satu kegiatan budaya yang bisa menjadi daya tarik wisatawan sehingga memang perlu dilestarikan karena sudah sejak lama digelar. Apalagi, kata dia, Desa Kaliputu juga memiliki potensi di bidang makanan khas Kudus, yakni jenang yang juga menjadi potensi wisata kuliner.

Berebut Koin Emas

Sementara Warga di Kediri, Jawa Timur, berebut uang koin dengan berbagai macam nominal yang sengaja disebar memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram sekaligus Tahun Baru Jawa, 1 Suro yang biasa disebut dengan suroan.

Raden Ngabehi Tono Bimo Seno, panitia acara mengatakan kegiatan peringatan 1 Suro ini sengaja digelar disertai dengan menyebarkan uang, yang istilahnya adalah "dono weweh", yakni sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rezeki yang telah diberikan.

"Ini sebagai ungkapan terima kepada masyarakat, berterima kasih kepada lingkungan, agar bisa lebih dekat dengan masyarakat seperti saudara. Dono weweh jangan dilihat dari uangnya tapi dilihat dari kekeluargaannya," katanya di Kediri.

Ia juga menambahkan, kegiatan ini sebenarnya sudah jadi budaya yang cukup lama sejak puluhan tahun lalu. Namun, awalnya diselenggarakan dengan sederhana dan hingga kini terus berkembang menjadi budaya di masyarakat.

"Kegiatan ini sudah dilakukan sekitar 30 tahun yang lalu semenjak saya masih SMA. Dari tahun ke tahun memang meningkat terus. Dalam kegiatan ini dimaknai dengan tetap mengedepankan kebudayaan demi menjaga kerukunan antarmasyarakat, tanpa membedakan ras, agama, melainkan semua Pancasila, semua Indonesia, Bhineka Tunggal Ika," kata dia.

Acara ini diawali dengan kegiatan pawai budaya. Terdapat sejumlah gunungan berisi bahan pokok dan hasil bumi, diarak keliling jalan protokol Kota Kediri. Proses pawai itu dimulai dari lokasi posko panitia, di Jalan Airlangga Kota Kediri.

Para peserta berjalan kaki. Rombongan diawali dengan kelompok budayawan yang membawa benda pusaka setelah dijamas atau dibersihkan, lalu rombongan pembawa gunungan berisi bahan pokok dan hasil bumi, serta rombongan berbagai macam kesenian daerah.

sur/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top