Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Prof Dr Jamal Wiwoho

Melatih Mahasiswa Menaklukkan Dunia Nyata

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Presiden Joko Widodo minta perguruan tinggi harus mampu membekali mahasiswa dengan kompetensi-kompetensi baru. Saat ini, tidak sedikit prodi-prodi baru yang hadir di banyak perguruan tinggi untuk menjawab tantangan tersebut.

Di lain sisi, pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan perkuliahan. Selain memastikan layanan pendidikan tetap berjalan, kampus juga menjadi bagian dalam penanganan pandemi Covid-19.

Untuk mengetahui kondisi perguruan tinggi, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma'rup, mewawancarai Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), Prof Dr Jamal Wiwoho, SH MHum. Berikut petikan wawancaranya.

Bisa dijelaskan terkait tugas dan fungsi MRPTNI?

MRPTNI ini merupakan perkumpulan yang terdiri dari rektor-rektor PTN. Setidaknya kami memiliki lima kegiatan pokok yang dilaksanakan. Pertama, membangun jejaring sinergis di antara PTN dan lembaga lainnya. Hal ini dalam rangka membangun sebuah bangunan daya saing dari SDM dan kapasitas nilai tambah yang berkelanjutan.

Kedua, membangun sistem pendidikan tinggi yang menjadi wadah bagi pemahaman dan keterampilan lintas budaya serta elemen perekat bangsa. Ketiga, mengembangkan sistem pendidikan nasional yang sanggup melakukan peningkatan mutu kualitas SDM Indonesia secara berkelanjutan.

Keempat, merumuskan rekomendasi-rekomendasi bagi penyelenggaraan pendidikan yang efisien, efektif, relevan, transparan, dan akuntabel. Terakhir, mengembangkan sistem penerimaan mahasiswa baru secara nasional yang biasanya dilakukan baik dengan sistem Seleksi Nasional Masuk Pergutuan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), maupun seleksi mandiri yang dilaksankan masing-masing PTN.

Bagaimana peta dan kondisi PTN Indonesia?

Secara khusus kita melihat ada 122 PTN. Sebagian besar (lebih dari 75 PTN) statusnya satuan kerja (satker) yang lebih banyak pada aspek tata kelola PTN, sedangkan 30 PTN berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Ini lebih menekankan tata kelola PTN yang lebih baik dan ada fleksibilitas dalam pengelolaan aset, SDM, serta keuangan yang tidak dilakukan PTN satker.

Selanjutnya adalah PTN dengan status Badan Hukum (PTNBH). Ini sudah dewasa secara pengelolaan. Artinya, sudah ada perguruan tinggi yang memiliki otonomi-otonomi lebih luas dibanding PTN satker dan BLU dari bidang akademik dan nonakademik.

Untuk PTNBH, fokusnya berbeda mengingat punya otonomisasi lebih luas?

Saat ini, ada 14 PTNBH. Tentu otonomisasi yang lebih luas ini ditagih oleh pemerintah untuk diproyesikan masuk 500 PTN terbaik dunia. Kendala-kendalanya banyak. PTNBH, BLU, dan Satker memiliki karakteristik baik status maupun geografi. Perguruan tinggi Jawa berbeda dengan luar Jawa. Bahkan, di Jawa Barat berbeda dengan Jawa Timur.

Ada anggapan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, kurang menampung aspirasi. Bagaimana hubungan dengan MRPTNI?

Hampir setiap bulan kami menggelar rapat pleno baik pengurus maupun seluruh anggota MRPTNI. Sekarang anggotanya 95 PTN. Dalam rapat-rapat selalu membicarakan berbagai kebijakan yang dikeluarkan menteri atau dinamika-dinamika PTN Indonesia dari Aceh sampai Merauke.

Koordinasi berjalan baik. Kami bisa melakukan dengan kementerian untuk bersama-sama menyinergikan dan menyukseskan program-program yang sudah dicanangkan Kemendikbudristek. Dalam konteks ini, program-program terkait dengan lima perundang-undangan yang berkaitan dengan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Sebagai Ketua MRPTNI dan Rektor UNS, bagaimana Bapak menyambut kebijakan MBKM?

Kami mengapresiasi kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Kalau kita lihat pada aturannya, maka ada delapan kegiatan yang bisa dilakukan agar tercapai tujuan MBKM sebagai wadah menggembleng mahasiswa.

Delapan kegiatan tersebut adalah pertukaran pelajar, magang/praktik kerja. Kemudian, asistensi mengajar di satuan pendidikan. Lalu, penelitian/riset, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, studi/proyek independen. Berikutnya, membangun desa/KKN Tematik. Pada praktiknya, delapan kegiatan MBKM ini masih ada yang menambah lagi dengan bela negara untuk kampus-kampus yang sudah menerapkan.

Apakah perbedaan status di PTN memengaruhi dalam implementasi MBKM?

MBKM itu konsepnya satu. Nah, pada tahapan implementasi bisa disesuaikan dengan keadaan-keadaan kampus tersebut. Itu kita baru menyebut PTN saja. Peta perguruan tinggi Indonesia ada lebih dari 4.500 kampus. Tentu perguruan tinggi kalau kita lihat dari sisi akreditasi, yang A masih sangat sedikit. Dilihat dari sisi standar mutu, dari 4.500, kisaran 100. Itu menunjukkan dari sisi mutu masih harus banyak dibenahi.

Bagaimana UNS merespons kebijakan MBKM ini?

UNS termasuk PTNBH. Kita siap dengan konsep-konsep baru MBKM. Kesiapan-kesiapan ini karena kekompakan di antara kami yang bersama-sama memahami peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan MBKM. Artinya, semua komponen bersama-sama menyukseskan program MBKM.

Dalam praktiknya, kita lakukan semuanya untuk delapan kegiatan MBKM. Kita dengan pengalaman, keuletan, dan kerja sama seluruh komponen bisa menyesuaikan karakteristik-karakteristik dan penilaian-penilaian atau evaluasi-evaluasi dengan model yang diterapkan dengan standar-standar MBKM. Jadi, kita siap menyukseskan MBKM.

Presiden Joko Widodo minta mahasiswa memiliki kompetensi baru, yang bahkan belum ada. Bagaimana pandangan Bapak terkait ini?

Jawabannya: MBKM. MBKM melatih mahasiswa S-1 atau vokasi banyak belajar ilmu untuk bisa menaklukkan dunia nyata. Jadi, kampus harus didekatkan dengan dunia nyata dengan pertukaran pelajar, KKN, riset, proyek kemanusiaan, kewirausahaan, studi independen, dan sebagainya. Itu yang kita siapkan agar setiap mahasiswa sekarang tidak hanya tahu fakultas atau satu prodi.

Setiap mahasiswa setidaknya ada tiga semester untuk membekali pengalamannya di luar prodi. Satu semester di fakultas berbeda, di universitas sama. Kedua satu semester di luar universitas dalam prodi yang sama. Satu semester untuk tidak di kampus dan prodi yang lain, tapi dengan mitra, di antaranya dunia usaha dan dunia industri (DUDI), pemerintahan, serta lembaga-lembaga lain melalui konsep magang.

Di situ, mahasiswa diharapkan tidak hanya mengetahui substansi atau muatan-muatan regulasi di prodi pilihan. Mereka memungkinkan dan dimungkinkan memiliki kecakapan teori serta praktik di luar prodi. Kita bisa ambil contoh menteri kesehatan. Dia tidak punya latar belakang dokter, tapi bisa memanajemen Kemenkes. Banyak alumnus perguruan tinggi termasuk juga UNS yang bekerja bukan terkait keahlian fakultasnya.

Bagaimana kaitan langsung kebijakan tersebut dengan kesiapan lulusan di pasar kerja? Ini mengingat adanya perbedaan karakteristik untuk para generasi milenial.

Kebijakan tersebut tentu harus diikuti dengan kurikulum link and match. Kurikulum bersesuaian dengan pekerjaan yang diterima. Kurikulum kedokteran dan keguruan bisa dikatakan sebagai role model link and match. Tapi kalau kita lihat di fakultas-fakultas tertentu, kariernya tidak bersesuai dengan materi-materi S1. Dengan MBKM, akan mampu dan mendewasakan mahasiswa untuk menjadi pemain-pemain baru yang disiapkan berkompetisi dalam ketenagakerjaan.

Konsep ini kalau diimplementasikan dengan baik memungkinkan sarjana atau vokasi memilih banyak pekerjaan. Di zaman saya dulu, lulus S1 jenjang karier yang dipilih menjadi PNS. Sekarang milenial ada tren belum tentu jadi PNS. Bahkan, jadi pengusaha-pengusaha yang tidak berlabel atau ruang cukup luas, tapi memiliki income lumayan. Sebab ada pembekalan-pembekalan dan perkembangan-perkembangan pemahaman, utamanya didukung teknologi informasi. Dengan begitu bisa memberdayakan lebih banyak orang juga.

Bagaimana kiprah milenial ini persisnya?

Cukup banyak kaum milenial ini tidak betah sebab mereka ingin tantangan-tantangan baru dan kondisi baru. Beda dengan PNS, meski tetap jadi rebutan tenaga kerja. Tapi, kalau kita melihat bagaimana setelah lulus, kementerian memiliki tiga parameter. Pertama, keberlanjutan studi dari lulusan, mendapat pekerjaan yang ketat, lulusan mendapatkan pekerjaan sendiri, atau wirausaha dengan gaji UMR.

Kalau sudah begini, tidak lagi berduyun-berduyun mencari kerja. Sebab, mereka bisa bekerja sendiri. Saya rasa dengan Covid-19 yang mempunyai perubahan-perubahan mindset dalam bekerja bisa mempercepat pemahaman tentang bekerja. Ada kebiasaan-kebiasaan baru dalam bekerja, contoh tidak pergi ke mana-mana, tapi pekerjaan tetap selesai.

Apakah memungkinkan mahasiswa terlibat dalam pengembangan kurikulum perguruan tinggi?

Hal tersebut jadi penekanan Presiden Joko Widodo. Jadi, buat pilihan-pilihan mata kuliah yang lebih banyak. Pilihan ini variatif bisa saja diajukan mahasiswa lebih mengetahui dunia luar.

Dalam konteks ini, dinamisator dari kurikulum harus terjaga. Kurikulum tidak boleh dikeramatkan. Kurikulum harus banyak-banyak disempurnakan. Jadi, mari bersama-sama menyempurnakan kurikulum dengan dosen, alumni, DUDI, dan masyarakat dilibatkan dalam penyusunan-penyusunan terkait kebutuhan di masa mendatang.

Di sisi lain, masih ada prodi-prodi yang bisa dibilang tidak relevan atau "zadul". Bagaimana Bapak melihat keberlangsungan prodi-prodi tersebut?

Prodi zadul itu tidak menapikan sudah cukup lama. Tampaknya, prodi zadul masih banyak. Meski begitu, prodi belum menjawab tantangan zaman, bukan berarti prodi dimatikan. Di era perubahan yang cepat ini, kampus-kampus kalau mengajukan prodi baru yang mutakhir harus menjawab tantangan zaman. Prodi yang 5-10 tahun itu bisa diantisipasi sebagai prodi yang menjawab tantangan zaman. Tapi, kita harap prodi baru bisa sesuai dengan era disrupsi dan revolusi industri 4.0.

Selain perkuliahan, perguruan tinggi juga identik dengan kegiatan riset. Menurut Bapak, bagaimana kondisi riset perguruan tinggi?

Riset dan penelitian merupakan aktivitas keempat MBKM. Kita harapkan riset-riset dari perguruan tinggi yang dilakukan para mahasiswa bisa digunakan sebagai upaya meningkatkan kepedulian kampus terhadap DUDI. Jadi, riset-riset tidak sekadar diperlukan untuk pelaporan saja. Riset bisa digunakan untuk meningkatkan kebijakan, bahkan dihilirisasi. Dalam ekosistem riset baru ada penyatuan kelembagaan untuk riset perguruan tinggi. Sekarang sudah jadi satu. Ini memudahkan pembinaan, pertanggungjawaban, dan lain-lain.

Riset perguruan tinggi masih cukup banyak menggugurkan kewajibannya. Riset berorientasi pada report atau laporan. Jadi, riset untuk kumpulan kenaikan pangkat. Tampaknya di perguruan tinggi yang memiliki pemahaman itu akan sulit melakukan lompatan riset. Riset harus membawa perguruan tinggi mampu menjawab permasalahan masyarakat.

Selain kendala administrasi, apalagi yang menjadi tantangan riset perguruan tinggi?

Riset perguruan tinggi terkendala dana. Meskipun ada penganggaran sesuai dengan status perguruan tingginya seperti PTNBH, seperempat anggaran untuk riset. Tapi, faktanya tidak bisa digunakan semua sebab ada keterbatasan dana di PTN. Meskipun, faktanya ada pendanaan lain oleh kementerian, lembaga, pemda, dan swasta, itu juga sangat selektif memberikan dananya.

Dana-dana bersumber dari pemerintah tampaknya mengalami kesulitan untuk para peneliti mengekspor hasil. Pertanggungjawabannya lebih kepada proses atau administrasi. Belum banyak riset berorientasi hasil atau capaian-capaian yang dirancang. Banyak peneliti yang hanya memenuhi administrasi, terutama keuangan. Ke depan, kita harapkan ada fleksibilitas sistem pertanggungjawaban. Sebab, seluruh pengelolaan dana PTN akhir tahun harus dipertanggungjawabkan kepada lembaga-lembaga internal maupun eksternal. Ini mengambat juga pengembangan riset kita.

Bagaimana keberlangsungan perkuliahan selama Pandemi Covid-19?

Sejak Maret 2020, kampus memulai era baru sistem pembelajaran. Ini karena ada pandemi. Awalnya tatap muka atau luar jaringan (luring). Pertengahan Maret 2020 berubah menjadi dalam jaringan (daring). Perubahan ini menjadi tantangan baru dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. Seluruh civitas academica harus distance learning atau kuliah tanpa tatap muka, tapi dalam jaringan.

Perubahan-perubahan ini harus kita antisipasi dan sudah dilakukan. Sekarang, kesiapan perguruan tinggi untuk memasuki babak baru: perkuliahan dengan tatap muka. Maka kampus-kampus yang sudah siap mulai dibuka dengan bersyarat dan bertahap. Prokes harus disiplin. Kalau mahasiswa tidak mau ke kampus, tidak usah. Tapi pembelajarannya tetap berlangsung.

Berikutnya berkaitan dengan peran perguruan tinggi dalam penanganan Covid-19, harus responsif. Perguruan Tinggi berperan serta menyiapkan riset-riset, alat-alat, termasuk di dalamnya menyukseskan vaksinasi.

Riwayat Hidup*

Nama: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum

Tempat, tanggal lahir: Magelang, Jawa Tengah, 8 November 1961

Pendidikan:

  • S1 Sarjana Hukum di Universitas Sebelas Maret (1985)
  • S2 Magister Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro (1995)
  • S3 Doktor di Universitas Diponegoro (2005)

Karier:

  • Wakil Ketua Redaksi Jurnal Yustisia, 2006- 2011
  • Sekretaris Program Doktor Ilmu Hukum UNS, 2007-2011
  • Anggota Tim Penjaminan Mutu S2/S3 FH UNS, 2007- 2011
  • Sekretaris Komisi D Senat UNS, 2007-2011
  • Anggota Senat UNS, 2007- 2015
  • Pembina Perpustakaan UNS 2008-2009
  • Ketua Tax Center UNS, 2008-2009
  • Ketua Tim Advokasi Dosen UNS, 2009 - 2012
  • Pembantu Rektor II Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011-2015
  • Wakil Rektor bidang umum dan keuangan UNS, 2015
  • Inspektur Jenderal Kemenristekdikti 2015-2019
  • Plh Rektor Universitas Negeri Manado 2016
  • Rektor UNS Solo (2019-sekarang)
  • Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (2020-sekarang)

*BERBAGAI SUMBER/LITBANG KORAN JAKARTA/AND


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top