Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Melarang Napi Korupsi Jadi Caleg

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sedang menyusun peraturan KPU (PKPU) mengenai pencalonan anggota legislatif (caleg) untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPR Daerah Provinsi, dan DPR Daerah Kabupaten/ Kota di Pemilu 2019. Dalam aturan itu, mantan narapidana kasus korupsi dilarang mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif. Selain itu, caleg juga diminta menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Publik tentu saja sangat mendukung rencana KPU untuk membuat aturan larangan bagi mantan napi untuk ikut sebagai caleg dalam pemilu legislatif 2019. Seorang mantan narapidana kasus korupsi memang tidak layak menduduki jabatan publik, apalagi menjadi wakil rakyat di parlemen. Menyandang status sebagai napi kasus korupsi sama artinya yang bersangkutan telah berkhianat terhadap jabatan yang pernah diembannya sebelumnya.

Masyarakat ingin memiliki wakil rakyat yang bersih, jujur dan amanah. Dengan pelarangan mantan narapidana korupsi sebagai caleg, publik berharap partai politik akan lebih selektif memilih kadernya yang akan dicalonkan untuk duduk di legislatif. Publik juga berharap dengan adanya PKPU itu negeri ini bisa mewujudkan pemilu yang demokratis sekaligus menghasilkan anggota legislatif yang berintegritas.

Pendaftaran caleg Pemilu 2019 dimulai pada Juli mendatang. Parpol harus berhati-hati dalam memilih dan mencalonkan seseorang untuk jadi caleg di seluruh jenis perwakilan, baik itu DPR RI, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/ kota. Yang harus diingat adalah perekrutan calon anggota legislatif menjelang Pemilu 2019 menjadi pintu bagi partai politik untuk menggalang dukungan publik. Namun, dukungan ini hanya bisa diraih bila para calon anggota legislatif yang ditempatkan parpol di dapilnya masing-masing itu sesuai harapan publik.

Para pimpinan parpol harus memahami bahwa masyarakat kita saat ini sudah semakin dewasa dalam berpolitik. Kedewasaan mereka berpolitik itu terlihat dari tingkat partisipasi dan ketegasan pilihan mereka dalam setiap kontestasi demokrasi. Mereka tidak segansegan menjadi golongan putih bila calon-calon anggota legislatif yang ditawarkan oleh parpol tidak sesuai dengan keinginan mereka.

Apalagi kalau caleg ini pernah menjadi napi dalam kasus korupsi. Di tengah tingginya apatisme publik terhadap anggota Dewan itu, sudah saatnya sekarang ini parpol selektif dalam memilih sosok yang akan dicalonkan dalam pemilu legislatif.

Anggota DPR/DPRD dipilih oleh rakyat, diberikan kepercayaan dan mandat yang besar oleh rakyat, tentu bukan untuk duduk di ruang pengadilan yang berujung ke rumah tahanan. Mereka dipilih tentu untuk memperjuangkan hak-hak rakyat sehingga rakyat bisa menikmati kesejahteraan dan keadilan. Sayangnya banyak wakil rakyat yang melupakan amanah konstituennya. Mereka asyik dengan kepentingannya sendiri sehingga terjerat dalam berbagai kasus korupsi.

Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, KPK telah menangkap lebih dari 500 politisi yang terjerat korupsi. Angka tersebut fantastis untuk sebuah negara demokrasi yang baru 17 tahun menjalankan reformasi. Sebagai wakil rakyat, seharusnya mereka berdiri di depan untuk menjadi contoh politisi yang bersih dan berani menolak suap dalam bentuk apa pun, bukan sekadar slogan pepesan kosong.

Yang terlihat secara kasat mata adalah faktor uang masih kuat mendominasi mekanisme penjaringan caleg partai-partai politik saat ini. Akibatnya, rekrutmen politik untuk calon anggota legislatif tak ubahnya sebagai ajang transaksional belaka. Partai politik cenderung mengutamakan caleg yang bermodal besar. Caleg yang berkantong tebal mungkin bisa menyelesaikan persoalan keuangan partai politik.

Namun, kualitas calon seperti itu akan cenderung bisa "dikompromikan". Jika kondisi ini terus berlangsung, dalam jangka panjang hal ini bisa berdampak buruk bagi keseluruhan kualitas politis anggota legislatif terpilih.

Komentar

Komentar
()

Top