Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Modest Indonesia

Melanglang ke Panggung New York Fashion Week 2019

Foto : foto-foto: dok dian pelangi & Itang Yunasz
A   A   A   Pengaturan Font

Guna mendukung perkembangan industri mode fesyen di Tanah Air, khususnya modest wear, melalui program Wardah Fashion Journey, Wardah kembali berpartisipasi yang ketiga kalinya dalam panggung pagelaran salah satu pekan mode terbesar dan paling ditunggu dunia, New York Fashion Week (NYFW) 2019, pekan lalu.

Berkolaborasi dengan dua modest fashion desainer ternama Indonesia, Dian Pelangi dan Itang Yunasz, Wardah berusaha mengajak para pecinta mode dunia khususnya yang berlokasi di New York untuk merasakan kecantikan Indonesia.

"Wardah berkomitmen untuk mendukung industri fashion karena make up dan fashion itu saling berkesinambungan. Bekerja sama dengan desainer seperti Dian Pelangi dan Itang Yunasz merupakan suatu kehormatan, terlebih mereka sudah diakui dari dahulu dan mendapatkan pengakuan internasional dan karyanya telah ditampilkan di salah satu museum di New York," tutur Elsa Maharani, Manager Public Relations Wardah.

Bersama kedua desainer itu, mereka banyak melakukan serangkaian kegiatan mulai audisi pemilihan model, make up workshop hingga kunjungan resmi ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia di New York.

Sebelumnya, Dian Pelangi dan Itang Yunasz memang telah mendapatkan apreasiasi secara internasional dari Metropolitan Museum of Art di New York pada 2018. Mereka berkesempatan untuk melakukan pameran di de Young Museum untuk Contemporary Muslim Fashions, sekaligus memperkenalkan busana modest Indonesia ke kancah internasional.

Itu pula yang menjadi salah satu batu loncatan untuk mencapai target menjadikan Indonesia sebagai kiblat busana modest dunia. Namun, menurut Dian Pelangi, target tersebut masih terbilang jauh dari harapan. "Target 2020 menjadikan Indonesia sebagai pusat busana modest dunia masih belum greget. Semoga menjadi perhatian serius untuk semua pihak," katanya.

Tetapi, Dian mengakui, kalau khususnya di daratan AS, orang-orang mulai terbuka dengan busana modest. Itu dapat dilihat dari banyaknya respon positif yang ia dapatkan ketika membawakan busananya ke perhelatan busana tahunan itu. "New York sangat terbuka dan menyambut baik fesyen modest. Mereka sangat mengapresiasi sekali, berbeda dengan Eropa yang masih belum terlalu disampaikan edukasi fesyen modest," cerita Dian.

Ia bercerita, ketika 2014 mengunjungi negara Paman Sam itu, ia seringkali mendapatkan perlakuan tidak enak dari warga sekitar yang menyuruhnya pergi karena menggunakan hijab. Kini, orang-orang justru merasa kagum dengan busana modest yang mereka bawakan di sana. gma/R-1

Perpaduan Sumba dan Klasik Bohemian

Itang Yunasz yang disebut menjadi bapak busana modest Indonesia, menampilkan koleksi bertajuk Tribal Diversity. Melalui koleksinya ini, ia membawakan keindahan pola-pola kain tenun ikat Sumba seraya menunjukkan kemajuan tren busana modest di Indonesia dengan memadukannya dengan gaya boho.

Dipilihnya gaya bohemian karena Itang menganggap masyarakat New York menyukai sesuatu yang sporty dan easy going dikarenakan pergerakan dinamis yang ditunjukkan mereka tanpa kehilangan jati diri Indonesia yang identik dengan keindahan bahan yang digunakan.

"Saya ingin keindahan kain tenun ikat tradisional Indonesia semakin dikenal secara internasional melalui koleksi saya. Selain itu, saya ingin semakin banyak orang mengetahui bahwa Indonesia merupakan pusat tren busana modest yang harus menjadi referensi bagi gaya busana modest di dunia," ungkap Itang.

Dengan membawakan 12 koleksi gaun, Itang menggunakan bahan brukat dan renda yang dikolaborasikan menggunakan printing motif-motif Sumba sehingga memberikan nuansa yang baru dan berbeda dari sebelumnya.

Selain itu, ia menambahkan detail-detail pada motif printing itu dan menampilkan kesan elegan pada setiap karyanya, tetapi tidak berlebihan. Ia sengaja menggunakan bahan-bahan yang tipis agar tidak membuat pergerakan dinamis warga New York terhambat karena busana ia tawarkan. Untuk hiasan kepala, Itang menambahkan turban sebagai simbol bahwa baju modest bukan hanya dikenakan muslim, namun sebagai pakaian yang universal.

"Koleksi terbaru ini menggunakan bahan yang tipis namun tidak tembus pandang. Kemudian ditambahkan turban yang dijadikan pilihan agar baju modest tidak hanya dikenakan muslim, namun baju modest tidak ada agamanya sehingga menjadi lebih universal," jelas Itang.

Kaum hippies pada era 1970-an yang memiliki gaya hidup sarat semangat kebebasan terlihat jelas dalam busana yang Itang Yunasz bawakan. Perpaduan antara gaun panjang longgar dengan sentuhan outer kekinian dan blus etnik. Ia juga menggunakan warna-warna seperti terakota, cokelat, krem beige dan indigo, menambah keindahan perpaduan bohemian style dan kekuatan lokal tenun Sumba Indonesia. gma/R-1

Implementasi Sosial Media Warga New York

Dian Pelangi selalu terinspirasi akan kedinamikan dan pergerakan cepat kota New York. Pada pagelaran NYFW, Dian membawakan koleksi yang diangkat dari kisahnya bersama warga New York dalam #Socialove.

Ini karena ia beranggapan bahwa New York yang merupakan kota pecinta mode bersanding dengan Paris, Milan dan London, memiliki keunikan sendiri dan sering kali menjadi trending topic di berbagai platform sosial media. Ia pun mencoba merangkum segala keunikan tersebut dan membawanya dalam 12 koleksi busana modest.

"Saya mengimplementasikan warna dan look yang menggambarkan sosial media yang dibagikan secara aktif penggunanya, kalau dahulu lebih ke arah manusia dan kota New York, saat ini lebih ke arah pergerakan sosial media dan bagaimana cara orang-orang tersebut bergaya," ujar Dian.

Ia menggunakan bahan-bahan seperti viscose, ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), Thaisilk, katun, kulit dan satin untuk penutup kepala. Warna hitam dan putih mendominasi karya Dian Pelangi yang sebelumnya pernah ia tampilkan pada perhelatan Jakarta Fashion Week tahun lalu.

Namun di samping ingin memperkenalkan koleksi dari brand-nya yang berasal dari Indonesia ke mata dunia, Dian juga memiliki misi untuk menunjukan busana modest sebagai pakaian yang lebih universal. Itu dikarenakan banyak orang masih memiliki persepsi bahwa pakaian modest diartikan sebagai pakaian muslim, padahal pakaian modest lebih ke arah pakaian yang sopan dan tertutup.

Ia sempat sedikit terkejut ketika Miss USA 2018, Sarah Rose Summers, menghampirinya dan merasa takjub dengan koleksi #Socialove. "Saat bertemu ia takjub dengan koleksinya dan menanyakan blazer yang saya tampilkan. Berarti pesan saya mengenai busana modest untuk semua orang sudah tersampaikan, buktinya ia merasa bisa menggunakan pakaian modest," ungkap Dian. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top