Meksiko Bisa Dijadikan Pasar Baru Ekspor CPO

Jakarta - Pemerintah Indonesia dinilai perlu mempertimbangkan Meksiko sebagai pasar tujuan ekspor komoditas crude palm oil (CPO) menyusul kampanye negatif terhadap produk sawit RI di Eropa. Selain meningkatkan ekspor, langkah tersebut dinilai dapat meningkatkan kerja sama antara kedua negara.

"Barangkali perlu juga kita pertimbangkan untuk menjual CPO, karena produksi CPO kita cukup banyak," kata Ketua Umum Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR RI Indonesia-Meksiko Djoko Udjianto dalam rilis di Jakarta, Selasa (10/4).

Menurut politisi Partai Demokrat itu, meski Meksiko disokong komoditas minyak bunga matahari dan kedelai dari AS, tetapi CPO adalah salah satu alternatif. Selain itu, ujar dia, dalam hal perdagangan, kunjungan kunjungan GKSB ke Meksiko pada 2016 silam juga membicarakan peluang impor daging sapi dari Meksiko ke Indonesia.

Dia berpandangan peluang itu harus diwujudkan sebagai peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara.

Seperti diketahui, total perdagangan kedua negara pada 2017 mencapai 1,2 miliar dollar AS. Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menduga ada persaingan industri di balik larangan penggunaan kelapa sawit dan produk turunannya di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

"Saya melihat ada persaingan, (karena) memproduksi minyak yang lain, mereka memproduksi vegetable oil, ada rapeseed oil, yang harganya menjadi lebih mahal karena CPO kita lebih murah. Ini persaingan, persaingan yang tidak sehat," kata Enggartiasto usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, awal pekan ini.

Mendag pun menilai persoalan yang diutarakan oleh pihak Uni Eropa selalu terkait lingkungan, padahal sebenarnya mereka ingin meningkatkan industri minyak sayur dan rapeseed oil dalam negeri mereka.

Permintaah Lemah

Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan harga minyak sawit (CPO) pada awal Januari 2018 mengalami penurunan yang disebabkan lemahnya permintaan pasar global, terutama dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Sekretaris Jenderal GAPKI Togar Sitanggang mengatakan bahwa pada awal tahun 2018, pasar minyak sawit global cukup menjanjikan yang tercermin dari harga minyak sawit mampu naik pada dua pekan pertama dan harga bertengger pada kisaran 675-697,5 dolar Amerika Serikat per metrik ton.

"Namun pada pekan ketiga dan keempat harga cenderung terus menurun hingga menyentuh 652,5 dolar AS per metrik ton. Turunnya harga minyak sawit global dipicu lemahnya permintaan di pasar global terutama dari RRT dan negara-negara Uni Eropa," kata Togar Sitanggang.

Ant/E-10