Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mayoritas Dukung Rusia, Dubes Ukraina Ingin Publik Indonesia Tahu yang Terjadi di Negaranya Lewat Kasus Jatuhnya Pesawat Malaysia

Foto : VOA/Reuters

Penyelidik kecelakaan udara Malaysia memeriksa lokasi jatuhnya Malaysia Airlines Penerbangan MH17, dekat desa Hrabove (Grabovo) di wilayah Donetsk, Ukraina, 22 Juli 2014.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin mengingatkan kembali peristiwa jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17, delapan tahun lalu, untuk menyadarkan publik Indonesia apa yang sebenarnya terjadi di negara itu. VOA melaporkan, Senin (18/7).

Hamianin menyadari bahwa mayoritas warga Indonesia, cenderung mendukung Rusia dalam perang yang sedang terjadi di negaranya. Karena itu, ketika berbicara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Senin (18/7), dia memanfaatkan momentum yang terjadi pada 17 Juli 2014 untuk mengingatkan tindakan keji Rusia terhadap masyarakat sipil. Ketika itu, pesawat Malaysia Airlines MH17 meledak akibat rudal buatan Rusia, yang ditembakkan milisi yang didukung Rusia, di wilayah udara Ukraina.

"Hari ini saya harus menyebut satu peristiwa tragis yang sangat disayangkan terjadi delapan tahun yang lalu, pada 17 Juli. Bencana yang terjadi pada penerbangan Malaysian Airlines MH17, ditembak oleh agresor Rusia di dekat perbatasan antara Ukraina dan Rusia, yang saat itu diduduki oleh teroris Rusia," kata Hamianin.

Dia bahkan mengajak ratusan peserta Ambassadorial Lecture bertema "The Ukrainian Question in Global Politics", untuk mengheningkan cipta selama 15 detik.

Dalam penerbangan itu, lanjut Hamianin, ada lebih dari 200 orang penumpang yang meninggal, termasuk 12 orang dari Indonesia dan bayi. Pengadilan internasional telah memutuskan siapa yang bertanggung jawab langsung dan tidak langsung atas tragedi yang mengakibatkan meninggalnya 298 orang ini.

"Sampai sekarang, seperti tradisi yang mereka miliki, Federasi Rusia tidak pernah meminta maaf kepada siapa pun. Kepada negara manapun di dunia, yang warganya terbunuh dalam tindakan teroris ini. Mereka tidak meminta maaf sampai sekarang," ujarnya.

Dalam penerbangan itu, lanjut Hamianin, ada lebih dari 200 orang penumpang yang meninggal, termasuk 12 orang dari Indonesia dan bayi. Pengadilan internasional telah memutuskan siapa yang bertanggung jawab langsung dan tidak langsung atas tragedi yang mengakibatkan meninggalnya 298 orang ini.

"Sampai sekarang, seperti tradisi yang mereka miliki, Federasi Rusia tidak pernah meminta maaf kepada siapa pun. Kepada negara manapun di dunia, yang warganya terbunuh dalam tindakan teroris ini. Mereka tidak meminta maaf sampai sekarang," ujarnya.

Belanda dan Australia, dua negara yang warganya paling banyak meninggal pada jatuhnya MH17, melakukan investigasi atas peristiwa ini. Pada 2018, tim mengumumkan empat nama yang diduga bertanggung jawab, yaitu Igor Girkin, Sergei Dubinsky, Oleg Pulatov, dan Leonid Kharchenko. Keempatnya adalah pelaku pemindahan rudal ke Ukraina Timur dan pihak yang melakukan penembakan ke MH17. Tidak lama setelah jatuhnya MH17, milisi yang didukung Rusia memang menyatakan berhasil menembak pesawat Antonov, yang diduga milik Ukraina.

Pada 15 Maret 2022 lalu, Belanda dan Australia mengumumkan upaya hukum mereka terhadap Rusia ke Organisasi Penerbangan Sipil Internasional

Tragedi ini, juga digunakan Hamianin untuk meluruskan pendapat masyarakat Indonesia, bahwa perang Ukraina baru berlangsung lima bulan. Ketika penembakan MH17 terjadi, kedua negara sebenarnya telah terlibat perang. Rusia, ketika itu menduduki kawasan Krimea dan Donetsk. Bahkan, Hamianin menyebut, perang kedua negara sudah berlansung beberapa abad.

Pertanyakan Sikap Netral

Menjawab sejumlah peserta acara ini, Hamianin tegas mempertanyakan bagaimana Indonesia memaknai sikap netral dalam perang ini.

"Sampai sekarang, saya tidak membaca di sumber manapun, kata-kata yang mengutuk tindakan terorisme terhadap warga sipil, terhadap anak-anak yang dilakukan oleh pemerintah Federasi Rusia. Dalam pernyataan resmi pemerintah Indonesia. Tidak ada pernyataan resmi mengenai kutukan atas kejahatan perang," kata dia.

Hamianin juga meminta masyarakat Indonesia, menggunakan istilah yang tepat. Dia tidak setuju istilah krisis di Krimea, operasi militer khusus yang dilakukan Rusia, ataupun konflik Ukraina-Rusia. Yang terjadi, menurutnya adalah agresi.

"Sangat penting untuk tidak menggunakan definisi yang dipaksakan oleh negara agresor," ujarnya.

Dia bahkan menegaskan, istilah perang di Ukraina juga tepat, karena yang terjadi adalah agresi militer Rusia ke Ukraina.

Hamianin meminta semua pihak untuk menjadi manusia, karena sikap netral cukup susah didefinisikan di tengah agresi ini.

"Jika kita melihat serangan rudal di sekolah, ke rumah bersalin, ke taman kanak-kanak dan kita melihat anak-anak terbunuh dalam jumlah ratusan, saya akan mengharapkan kata-kata sebagai sesama manusia, untuk mengutuk kejahatan perang. Kejahatan perang yang kejam terhadap kemanusiaan," tegasnya.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top