Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Primer I Pangan Menyangkut Persoalan Hidup dan Matinya Suatu Bangsa

Masyarakat Harus Siap Hadapi Krisis Pangan

Foto : ISTIMEWA

ANDI WIDJAJANTO Gubernur Lemhanas RI - Jadi, yang sering diungkapkan oleh Bapak Presiden, sense of crisis-nya ditingkatkan sehingga kita memiliki sensitivitas ketika indikator- indikator yang ada bergerak ke arah sana, pada saat kita bergerak ke arah krisis. Nah, tone-nya itu sudah tone survival.

A   A   A   Pengaturan Font

» Lahan pertanian produktif terus menyusut akibat alih fungsi lahan.

» Penerapan teknologi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas petani.

JAKARTA - Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI meminta masyarakat harus siap menghadapi berbagai ancaman krisis, termasuk krisis pangan. Gubernur Lemhanas, Andi Widjajanto, dalam diskusi bertajuk "Perkembangan Ekonomi, Pangan, dan Geopolitik Dunia" di Jakarta baru-baru ini mengatakan perlunya kesiapan masyarakat itu karena selama ini yang jadi masalah adalah banyak yang tidak sadar kalau sedang menuju krisis.

"Kita sekarang belum menuju krisis pangan, tapi kuadrannya bukan kuadran yang ideal dari skenario yang ada. Kalau kita belajar tentang pengelolaan krisis yang pertama, masalah terbesar pada saat kita bersiap menghadapi krisis adalah kita tidak sadar kita menuju krisis. Kemudian, masalah terbesarnya pada saat pengelolaan krisis. Kita tidak sadar kita sedang krisis," kata Andi.

Arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata Andi, sudah jelas bahwa seluruh pemangku kepentingan harus dapat meningkatkan rasa krisis, sehingga diharapkan bangsa Indonesia akan lebih siap menghadapi krisis apa pun.

"Jadi, yang sering diungkapkan oleh Bapak Presiden, sense of crisis-nya ditingkatkan sehingga kita memiliki sensitivitas ketika indikator-indikator yang ada bergerak ke arah sana, pada saat kita bergerak ke arah krisis. Nah, tone-nya itu sudah tone survival," jelas Andi.

Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat, dalam kesempatan yang sama mengatakan perjalanan sejarah menunjukkan 70 tahun lalu, saat peletakan batu pertama pendirian fakultas pertanian yang kini menjadi Institut Pertanian Bogor (IPB), Presiden pertama RI, Soekarno, mengingatkan bahwa persoalan pangan adalah tentang hidup dan matinya suatu bangsa.

Kondisi tersebut, papar Lestari, menuntut semua pihak untuk tidak sekadar berbicara mewujudkan tantangan, tetapi penting mewujudkan kedaulatan pangan yang tecermin dari ketersediaan bahan pangan yang cukup.

"Bicara ketahanan pangan, banyak sekali masalah yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain. Kita juga berbicara lahan pertanian produktif yang terus menyusut, kemudian bagaimana berkurangnya jumlah tanah persawahan, alih fungsinya tanah persawahan, dan masih banyak lagi hal-hal yang perlu menjadi perhatian kita semua," kata Lestari.

Adopsi Teknologi

Menanggapi ancaman krisis itu, Peneliti Departemen Ekonomi dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Adinova Fauri, mengatakan pemerintah harus meningkatkan produksi pangan domestik, termasuk menjaga kelancaran arus produksi dan distribusi barang serta jasa antarwilayah di seluruh Indonesia.

"Hal ini tentu sangat penting terutama bahan pangan seperti beras dan sembako yang memiliki bobot besar dalam perhitungan inflasi," kata Adinova.

Pemerintah juga perlu mempercepat adopsi teknologi di sektor pertanian dan perkebunan. Penambahan lahan bukan satu-satunya opsi yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

"Penggunaan teknologi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas petani dan pekebun demi menjaga ketahanan pangan Indonesia," kata Adinova.

Hal yang tak kalah penting, tambahnya, adalah reformasi institusi. Setiap kebijakan pangan perlu diintegrasikan pada suatu sistem dalam institusi yang baik, sehingga ketahanan pangan terus terjaga. Pembentukan dan penetapan early warning indicators dapat menjadi awal untuk menjaga pemenuhan kebutuhan domestik. Badan Pangan Nasional harus mendorong transformasi tata kelola kebijakan pangan yang lebih baik," katanya.

Sementara itu, pengamat pertanian dari UPN Veteran Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan ancaman krisis pangan sangat nyata dan hanya pertanian berkelanjutan yang dapat menjadi solusi untuk antisipasi krisis ke depan.

"Selain penurunan produksi, kompetisi dalam mengonsumsi hasil pertanian semakin memicu kelangkaan pangan," kata Ramdan.

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengingatkan pemerintah harus berhati- hati dengan kebergantungan pada pangan dari korporasi pascaliberalisasi ekonomi yang membuat kita rentan krisis pangan.

"Liberalisasi pangan membuat kebergantungan impor pangan kita tinggi sehingga rentan terhadap ancaman krisis pangan," kata Awan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top