Manufaktur RI Kontraksi, Lapangan Kerja Ikut Menyusut
YB Suhartoko Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta - Penurunan kinerja manufaktur bisa berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Kalau banyak yang menganggur, otomatis konsumsi masyarakat terganggu, dan bisa mengganggu target pertumbuhan kita.
Foto: KORAN JAKARTA/WAHYU APJAKARTA - Data terbaru dari S&P Global menunjukkan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia turun menjadi 49,3 pada Juli 2024 dari 50,7 pada bulan sebelumnya. Ini adalah kontraksi pertama dalam aktivitas pabrik sejak Agustus 2021, dengan output menurun untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun. Begitu pula dengan pesanan baru yang turun setelah meningkat selama lebih dari setahun.
Selain itu, penjualan luar negeri menurun, sebagian mencerminkan keterlambatan pengiriman, juga ada sedikit penurunan dalam aktivitas pembelian, penurunan pertama dalam hampir tiga tahun.
Sementara itu, lapangan kerja menyusut paling banyak sejak September 2021, dengan tumpukan pekerjaan menurun untuk bulan kedua. Bersamaan dengan itu, waktu tunggu diperpanjang untuk pertama kalinya dalam tiga bulan. Di sisi biaya, inflasi harga input melemah, tetapi tetap tinggi. Sementara itu, biaya output naik pada kecepatan paling tajam dalam tiga bulan.
Terakhir, sentimen mencapai puncak lima bulan yang didukung oleh harapan akan meningkatnya volume penjualan dan kondisi pasar yang lebih baik.
Terlalu Dini
Berkaitan dengan kondisi tersebut, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan demanufakturisasi di Indonesia masih terlalu dini. Kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi mengalami kecenderungan penurunan.
Padahal, industri manufaktur mempunyai peran kunci dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. "Oleh karena itu, demanufakturisasi harus dicegah," tegas Suhartoko.
Dia menerangkan penyebab menurunnya industri manufaktur adalah adanya yang kemajuan teknologi informasi dan platform-platform digital, terutama untuk perdagangan menyebabkan sektor jasa meningkat luar biasa.
Sektor jasa perdagangan relatif mudah dalam pengelolaannya dan permodalannya dibanding manufaktur. Akibatnya terjadi pergeseran dari industri manufaktur ke jasa perdagangan yang nilai tambahnya rendah.
Kenaikan harga sumber daya alam (SDA) dan kebutuhan dana investasi yang rendah menjadi alasan praktis untuk ekspor sumber daya alam yg rendah nilai tambahnya. "Oleh karena itu, upaya pemerintah dalam hilirisasi perlu didukung dan diawasi agar demanufakturisasi tidak semakin cepat," katanya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan pemerintah harus segera mengatasi penurunan sektor manufaktur karena dapat berpengaruh pada sektor tenaga kerja.
"Kalau penurunan ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh. Penurunan kinerja manufaktur bisa berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Kalau banyak yang menganggur, otomatis konsumsi masyarakat terganggu, dan bisa mengganggu target pertumbuhan kita. Bagimanapun sektor manufaktur sangat penting karena juga banyak menyerap tenaga kerja," katanya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD
Berita Terkini
- Koridor 1 Transjakarta Tidak Akan Ditutup
- Virus Marburg Diduga Sebabkan Delapan Warga Tanzania Meninggal
- Melaju Mudah ke Babak Kedua India Open 2025, Dejan/Fadia Tampil Begitu Menjanjikan
- Liverpool Dipaksa Imbang 1-1, Arne Slot Puji Cara Bertahan Nottingham Forest
- Usai Ditangkap, Presiden Korsel Diperiksa Intensif