Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dugaan Suap di PT DI | Dikonfirmasi Penggunaan Uang “Fee” Perusahaan Mitra

Mantan Pejabat Bappenas Dicecar soal Penerimaan Uang

Foto : Istimewa

Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dan mencecar pengetahuan saksi mantan Deputi Bidang Politik Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Bappenas, Rizky Ferianto terkait dugaan penerimaan uang dari mitra penjualan PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Uang ini terkait kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT DI 2007-2017.

"Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dengan adanya dugaan penerimaan uang dari mitra penjualan PT DI," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, di Jakarta, Kamis (9/7).

Rizky pada Kamis diperiksa penyidik KPK sebagai saksi untuk tersangka mantan asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT DI, Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) dalam penyidikan kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT DI 2007-2017.

Uang "Fee"

KPK juga memeriksa saksi Direktur Utama PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata untuk tersangka Irzal. "Penyidik mengonfirmasi terkait dengan dugaan penggunaan uang fee mitra penjualan PT DI yang diberikan kepada pihak-pihak tertentu di PT DI," tuturnya.

KPK memeriksa dua saksi lainnya untuk Irzal, yakni Manajer Penjualan PT DI Heri Muhamad Taufik Hidayat dan Plt Kepala Departemen Kontrak Unit Sekretaris PT DI Dinah Andriani. Menurut Ali, penyidik mengonfirmasi keterangan para saksi tersebut terkait dengan penganggaran mitra penjualan pada PT DI.

Selain Irzal, KPK juga telah menetapkan mantan mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso (BS) sebagai tersangka. Keduanya telah diumumkan sebagai tersangka pada 12 Juni 2020. Diketahui pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.

Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI. Adapun proses mendapatkan dana untuk kebutuhan tersebut dilakukan melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.

Pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.

Selanjutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut terdiri dari 205,3 miliar rupiah dan 8,65 juta dollar AS atau sekitar 125 miliar rupiah, akibatnya total terjadi kerugian negara yang nilainya sekitar 330 miliar rupiah.

Setelah enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang. n ola/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Yolanda Permata Putri Syahtanjung

Komentar

Komentar
()

Top