Mantan Dirjen KKP Ungkap Hal Janggal di Ekspor Benih Lobster
Sidang Penyuapan -- Mantan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, M Zulficar Mochtar (batik cokelat) menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT DPPP Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total 2,146 miliar rupiah kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (3/3).
Perusahaan harus sukses panen lobster setidaknya dua kali dengan ukuran tertentu baru bisa mengajukan diri sebagai pengekspor.
JAKARTA - Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan 2018-2020, Zulficar Mochtar mengungkapkan sejumlah hal yang janggal dalam ekspor benih bening lobster (BBL). Kejanggalan tersebut, ada perusahaan kontraktor yang berubah menjadi perusahaan lobster.
"Realita di lapangan perusahaan yang mengajukan untuk ekspor baru dibentuk 1, 2, atau 3 bulan langsung ingin ekspor. Jadi mayoritas adalah perusahaan baru, bahkan ada yang tadinya kontraktor berubah jadi perusahaan lobster," kata Zulficar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/3).
Zulficar menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total 2,146 miliar rupiah yang terdiri atas 103.000 dollar AS (sekitar 1,44 miliar rupiah) dan 706.055.440 rupiah kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Prosesnya Panjang
Padahal, tambah Zulficar, seharusnya sebelum ekspor itu ada budi daya. Jadi butuh waktu sekitar 9-10 bulan agar bisa sampai konsusmsi. Kalau disebut panen berkelanjutan, artinya prosesnya harus panjang dan bayangan saya setelah satu tahun baru perusahaan bisa mengajukan ekspor, bukan tiba-tiba sudah mengajukan untuk ekspor," ungkap Zulficar.
Menurut Zulficar, sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah Negara Republik Indonesia, untuk menjadi pengekspor benih lobster, tidak gampang.
Harus sukses panen berkelanjutan dan restoking. Artinya, tambah Zulficar, perusahaan harus sukses panen lobster setidaknya dua kali dengan ukuran tertentu baru bisa mengajukan diri sebagai pengekspor.
Selaku Dirjen Perikanan Tangkap, Zulficar mengaku harus melakukan dua hal utama, yaitu me-review persyaratan administrasi, seperti business plan perusahaan dan persyaratan teknis terkait dengan jumlah benih lobster yang diusulkan oleh berapa orang nelayan serta sejumlah syarat lain.
"Barulah kalau hal itu terpenuhi, diterbitkan surat calon ekpsortir. Akan tetapi, tahu-tahu ada dua perusahaan yang sudah ekspor pada bulan Juni," ungkap Zulficar.
Padahal, Permen 12 tahun 2020 baru terbit pada tanggal 4 Mei 2020. Artinya hanya dalam waktu sebulan sudah ada dua perusahaan yang bisa membudidayakan dan mengekspor benih lobster.
"Ada perusahaan yang lompat aturan yaitu PT Tania Asia Marina dan PT Aquatic (SSLautan Rejeki). Saya dapat informasi karena mereka sudah ekspor," kata Zulficar.
Zulficar mengaku tidak menandatangani surat rekomendasi untuk dua perusahaan tersebut. "Dua perusahaan itu tidak melalui kami. Padahal harusnya kami yang mengeluarkan surat waktu pengeluaran. Akan tetapi, tahu-tahu di pertengahan Juni sudah ekspor. Saya kontak Irjen, ayo, kita rapatkan, tidak boleh seperti ini," ungkap Zulficar.
Apalagi, menurut Zulficar, saat ekspor dilakukan belum ditetapkan aturan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor benih lobster. "Ternyata PNBP belum ada, masih gantung di Kementerian Keuangan. Draf sudah ada, ancang-ancang sudah ada tetapi ini lompat langsung," kata Zulficar.
Kejanggalan lain, menurut Zulficar, meski Permen No 12/2020 baru keluar pada bulan Mei 2020, paparan sejumlah perusahaan calon eksportir benih lobster sejak April 2020.
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya