Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Manfaatkan Sisa Minyak "Hotpot" sebagai Bahan Bakar Jet

Foto : AFP/Hector RETAMAL

Pengepul Minyak “Hotpot” l Seorang pengepul sedang sibuk mengumpulkan minyak bekas untuk didaur ulang dari sebuah restoran hotpot di Kota Chengdu, Tiongkok, pada 21 Oktober lalu. Diperkirakan ada 150 ribu ton minyak bekas hotpot ini dibuang oleh ratusan restoran di kota ini per tahunnya dan kini minyak bekas itu bisa didaur ulang untuk dijadikan bahan bakar penerbangan berkelanjutan.

A   A   A   Pengaturan Font

Di sebuah restoran hotpot kelas atas di Kota Chengdu, Tiongkok, pengunjungnya memasukkan irisan daging dan sayuran ke dalam kuali kaldu pedas dan berminyak. Sebagian besar dari mereka tidak menyadari bahwa sisa makanan mereka akan digunakan kembali sebagai bahan bakar jet.

Dengan sekitar 150.000 ton minyak hotpot bekas yang dibuang oleh restoran-restoran di kota tersebut setiap tahunnya, bisnis lokal bernama Perlindungan Lingkungan Sichuan Jinshang telah menemukan peluang untuk mengolah limbah berminyak tersebut dan mengekspornya untuk diubah menjadi bahan bakar pesawat terbang.

"Sejak perusahaan ini didirikan pada tahun 2017, keseluruhan volume minyak hotpot bekas yang kami terima terus meningkat dari tahun ke tahun," kata Ye Bin, manajer umum perusahaan tersebut, kepada AFP. "Motto kami adalah biarkan minyak sisa membumbung tinggi ke angkasa," imbuh dia.

Ye mengatakan perusahaannya kini memproduksi hingga 150.000 ton minyak kelas industri setiap tahunnya dari kombinasi restoran hotpot dan restoran lain di Chengdu, termasuk dari gerai KFC.

Pada malam-malam biasa, pengepul minyak sisa yang disewa oleh perusahaan Jinshang mengunjungi ratusan restoran ini di sekitar kota metropolitan barat daya. Prosesnya dimulai tepat setelah pelanggan pulang, dengan para pramusaji mengosongkan kaldu hotpot yang sangat kental ke dalam filter khusus yang memisahkan minyak dari air.

Dengan mengenakan celemek tebal dan sarung tangan karet sepanjang siku, para pengepul ini kemudian datang untuk mengambil jerigen minyak berwarna merah tersebut.

"Ini pekerjaan yang lumayan bagus. Saya bisa santai bermain mahjong di siang hari dan bekerja di malam hari," kata seorang pengepul bernama Zheng kepada AFP sambil mengemasi minivan dengan wadah berisi minyak kental sisa yang berbau menyengat.

Minyak kental sisa tersebut kemudian diangkut ke kawasan bisnis di pinggiran kota tempat pabrik Jinshang yang amat bersih bermarkas. Satu-satunya jejak minyak sisa yang ada hanyalah aroma samar hotpot di dermaga bongkar muat dan noda berwarna oranye di bagian bawah beberapa peralatan.

Minyak tersebut disalurkan ke dalam tong besar dan menjalani proses pemurnian yang menghilangkan sisa air dan kotoran, sehingga menghasilkan minyak bahan bakar kelas industri yang jernih dan berwarna kuning.

Bahan bakar tersebut diekspor ke klien yang sebagian besar berbasis di Eropa, Amerika Serikat, dan Singapura, yang kemudian memprosesnya lebih lanjut untuk menghasilkan apa yang oleh orang dalam industri disebut sebagai bahan bakar penerbangan berkelanjutan (sustainable aviation fuel/SAF).

SAF sangat penting untuk melakukan dekarbonisasi pada sektor penerbangan, yang bertanggung jawab atas 2 persen emisi CO2 terkait energi global pada tahun 2022, menurut Badan Energi Internasional.

Namun bahan bakar tersebut masih belum digunakan secara luas karena jumlahnya kurang dari 0,1 persen dari seluruh bahan bakar penerbangan yang dikonsumsi dan juga karena biaya pemrosesan dan jumlah pemasok yang relatif sedikit.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional memperkirakan penerapan teknologi ini secara luas dapat berkontribusi sekitar 65 persen terhadap pengurangan emisi yang dibutuhkan oleh sektor penerbangan untuk mencapai net-zero pada tahun 2050.

Jinshang sendiri memiliki rencana untuk segera memperluas fasilitas produksi SAF miliknya, menggunakan peralatan dari perusahaan AS Honeywell yang sanggup memproduksi 300.000 ton bahan bakar penerbangan berkelanjutan per tahunnya.

Mengolah Sampah Makanan

Model bisnis Jinshang adalah bagian dari upaya yang lebih luas di Tiongkok untuk mengatasi tumpukan sampah makanan yang dihasilkan oleh populasinya yang berjumlah 1,4 miliar jiwa.

Menurut studi Nature pada tahun 2021, sekitar 350 juta ton hasil pertanian atau lebih dari seperempat produksi tahunan, terbuang sia-sia di negara ini setiap tahunnya, dibuang oleh restoran, supermarket, atau konsumen,.

Di tempat pembuangan sampah, sisa makanan yang membusuk mengeluarkan gas metana yang menghangatkan atmosfer lebih cepat dibandingkan sebagian besar bahan lainnya, menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS.

Hal ini sangat memusingkan bagi kota-kota di Tiongkok dan merupakan ancaman besar terhadap tujuan iklim global, padahal Beijing berjanji akan atasi melalui rencana emisi metana baru-baru ini dengan menyerukan pembangunan proyek pengolahan limbah makanan inovatif di seluruh negeri dalam beberapa tahun ke depan.

Di Shanghai, fasilitas pengolahan sampah kota telah beralih ke lalat tentara hitam untuk mengubah berton-ton sampah makanan setiap tahunnya menjadi pupuk dan pakan ternak.

"Di pabrik pengolahan limbah Laogang, terdapat ruangan tertutup yang menampung 500 juta belatung, yang memakan hingga 2.500 ton limbah makanan setiap hari," ucap wakil direktur pabrik Wu Yuefeng.

Belatung yang menggeliat mengeluarkan zat berwarna hitam seperti kotoran yang bisa digunakan kembali sebagai pupuk, sedangkan larvanya sendiri dibunuh dan dipanen saat sudah mencapai puncaknya untuk dijadikan pakan ternak.

Kembali ke Chengdu, pemikiran bahwa makan malamnya memiliki prospek berkelanjutan dan lebih produktif ini, telah membawa kelegaan bagi penggemar hotpot bernama Dong. "Pemanfaatan dan sirkulasi sisa limbah makanan ke seluruh lapisan masyarakat ini ternyata memiliki banyak kegunaan," ujar Dong. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top