Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Diskusi UI-MUI

Manfaatkan Kearifan Lokal Tangkal Radikalisme

Foto : nu.or.id

Kepala Makara Art Center (MAC) Universitas Indonesia Dr Ngatawi Al-Zastrow

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Universitas Indonesia (UI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan diskusi untuk mencegah dan menangkal paham radikalisme dengan memanfaatkan kearifan lokal setiap daerah. "Indonesia memiliki kearifan lokal yang dapat menangkal radikalisme dan terorisme," kata Kepala Makara Art Center (MAC) Universitas Indonesia Dr Ngatawi Al-Zastrow di Jakarta, Jumat (29/4).

Ia mengatakan, ini bukan berarti kearifan lokal menjadi solusi radikalisme dan terorisme, melainkan apakah masyarakat Indonesia mampu memanfaatkannya untuk itu. Kearifan lokal ibarat emas yang perlu diolah. Ia bukan sekadar pengetahuan, tapi ilmu yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Ngatawi menambahkan, kearifan lokal yang termasuk dalam kebudayaan harus menjadi ilmu laku. Kebudayaan harus built-in dalam diri, terekspresi dalam laku, dan terwujud dalam kerangka pikir.

Pernyataan Ngatawi tersebut disampaikan dalam diskusi "Membingkai Budaya Keberagaman, Meneguhkan NKRI, Menolak NII." Acara yang diadakan MAC UI berkolaborasi dengan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI serta Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme, Majelis Ulama Indonesia (BPET-MUI) ini disiarkan langsung melalui kanal Youtube.

Diskusi yang dihadiri Wakil Ketua BPET-MUI, Dr. K.H. Muslih Nasuha, Ketua Program Studi Kajian Terorisme SKSG UI, M. Syauqillah, Ph.D.; dan Lead Researcher of Terrorism and Political Violence Galatea Thinktank, Ulta Levenia, tersebut membahas upaya membendung munculnya paham radikalisme.

Menurut Syauqillah, semua organisasi teror di Indonesia memiliki akar yang sama, meski diekspresikan dengan cara berbeda. Berbagai organisasi sebetulnya memiliki ideologi yang sama, yaitu membentuk pemerintahan khilafah atau daulah. Kesamaan tujuan ini membuat anggota organisasi tertentu mudah berpindah ke organisasi serupa.

Tumbuhnya organisasi radikal di Indonesia disebabkan adanya pemahaman keliru atas ajaran agama. Dalam Islam, misalnya, dasar-dasarnya jelas merujuk ke Alquran dan hadits. Namun, ketika penyampaiannya salah, pemahaman aturannya pun bisa keliru, katanya.

Proses penyampaian ajaran agama membutuhkan budaya agar mudah dimengerti masyarakat. "Kepiawaian ustadz, kiai, dan ulama juga ditantang agar pesan yang disampaikan dipahami dengan tepat," ujarnya.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka, Antara

Komentar

Komentar
()

Top