Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kasus Perundungan I Polda Jateng Periksa Ahli Autopsi Psikologis Kasus PPDS Undip

Mahasiswa Kedokteran Sering Alami Perundungan Nonverbal

Foto : Tangkapan layar Muhamad Ma'rup

Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Murti Utami, dalam siaran Kemencast secara daring, Jumat (27/9).

A   A   A   Pengaturan Font

Kemenkes menyatakan mahasiswa kedokteran kerap menerima perundungan nonverbal maupun nonfisik. Pengaduan yang masuk paling banyak nonverbal.

JAKARTA - Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Murti Utami, menyebut perundungan atau bullying nonverbal dan nonfisik kerap menimpa mahasiswa kedokteran. Pihaknya kerap menerima aduan terkait hal tersebut.

"Nonverbal dan nonfisik itu perundungan menurut saya yang membuat orang juga menjadi kelelahan gitu ya. Nah ini yang paling banyak seperti itu," ujar Murti, dalam siaran Kemencast secara daring, Jumat (27/9).

Dia menerangkan, dari 370 pengaduan yang masuk, sebagian besar adalah hampir 50-52 persen itu adalah perundungan nonverbal. Menurutnya, salah satu bentuk perundungan seperti penambahan jam jaga dan memberikan uang kepada senior.

Murti menekankan, perundungan tersebut semestinya tidak boleh ada dalam pendidikan kedokteran. Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan moral seorang dokter.

"Betul dokter itu adalah pekerja sosial yang harusnya bekerja dalam hati dia, tapi kalau dengan ada bullying ini saya yakin mental modelnya nanti jadi berubah," jelasnya.

Dia menyebut, ketika pihaknya menanyakan terkait hal tersebut baik ke rumah sakit maupun fakultas kedokteran, keduanya kerap menyebut tempatnya bersih dari perundungan. Padahal, dia yakin praktik-praktik tersebut masih terjadi.

"Enggak mungkin, pasti ada. Jadi bullying itu sudah praktik-praktik yang sebetulnya sudah lama sekali ya terjadi," katanya.

Masalah Sistem

Murti mengakui, sistem pendidikan di rumah sakit dan fakultas kedokteran belum begitu kuat karena belum mampu memberikan tindakan tegas.

Meski demikian, proses pencegahan melalui pengawasan mesti diperkuat di samping terus memperkuat penanganan.

"Monitoring atau pengawasan itu enggak terjadi begitu baik dari rumah sakit maupun dari fakultas kedokteran. Harusnya mereka melakukan monitor itu," tuturnya.

Dia menilai, sistem pembelajaran terhadap mahasiswa kedokteran harus terbuka termasuk jam jaga bagi mahasiswa Pendidikan Program Dokter Spesialis (PPDS). Menurutnya, transparansi akan memperkuat proses pengawasan.

"Menurut saya itu harus dilakukan. Jadi bukan semata-mata rumah sakit itu bahagia gitu ya atau senang gitu karena oh banyak (mahasiswa) PPDS. Justru kita harus bangga bahwa PPDS itu keluaran dari rumah sakit," ucapnya.

Sementara itu, Polda Jawa Tengah telah memintai keterangan ahli autopsi psikologi dalam penyelidikan kasus dugaan perundungan pada Program Pendidikan Doktor Spesialis (PPDS) Undip Semarang.

"Penyelidik sudah meminta keterangan dua ahli, masing-masing ahli pidana dan ahli autopsi psikologi," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Johanson Simamora di Semarang, Jumat.

Menurut dia, secara umum sudah 43 saksi yang dimintai keterangan dalam penyelidikan perkara dugaan perundungan tersebut.

Selain ahli, lanjut dia, penyelidik juga sudah meminta keterangan sejumlah dokter, di antaranya rekan se-angkatan korban di Fakultas Kedokteran Undip.

Polisi juga meminta keterangan dari Kementerian Kesehatan sebagai pihak yang telah melakukan investigasi terhadap perkara tersebut.

Kombes Pol. Johanson menjelaskan bahwa kasus dugaan perundungan tersebut merupakan perbuatan orang per orang.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng ini lantas meminta masyarakat mempercayakan menyelesaikan perkara tersebut pada kepolisian. "Kepolisian bekerja transparan dan profesional dalam menyelesaikan kasus tersebut," tambahnya.

Pada kesempatan itu, dia mengimbau korban yang lain yang merasa mendapat perlakuan seperti almarhum AR, mahasiswa PPDS Undip Semarang yang meninggal dunia beberapa waktu lalu, untuk melapor ke polisi.

Ia memastikan kepolisian bersama Kemenkes dan Kementerian Pendidikan akan menindaklanjuti dan memberi jaminan keamanan.

Sebelumnya, seorang mahasiswi PPDS Fakultas Kedokteran Undip Semarang, AR bunuh diri di indekosnya pada 12 Agustus 2024 diduga akibat perundungan. ruf/Ant/S-2


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top