Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mahasiswa dan Rakyat Yogya Gelorakan Tolak Politik Dinasti dan Pelanggar HAM di Kampus ISI, Bantul

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Mahasiswa dan warga yang tergabung dalam Aliansi Jaga Demokrasi menggelar 'Mimbar Demokrasi' di Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja, Bantul pada Kamis (23/11). Acara ini bertajuk 'Mahasiswa Bersama Rakyat Tolak Politik Dinasti dan Pelanggar HAM' dan dihadiri oleh peserta dari 35 kampus di Jogja serta masyarakat umum, dengan basis massa mencapai 1.500-an orang.

Mimbar Demokrasi ini diinisiasi sebagai wujud kekhawatiran bersama, terutama dari kalangan mahasiswa dan masyarakat di Jogja terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia. Salah satu perhatian utama adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia Calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-cawapres).

Muhammad Suhud, Koordinator Umum Aliansi Jaga Demokrasi, menyatakan bahwa putusan MK tersebut mencerminkan adanya kemunduran dalam sistem demokrasi Indonesia.

"Putusan MK menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi kemunduran demokrasi yang perlu kita pertanyatakan dan kita kawal terus menerus sebagai sipil maupun mahasiswa," katanya kepada wartawan di Kampus ISI, Sewon, Bantul, Kamis (23/11) sore.

Aksi mimbar demokrasi ini melibatkan aksi teaterikal, orasi dari masyarakat dan mahasiswa, serta penutupan acara dengan pertunjukan musik.

Suhud juga menekankan bahwa aksi semacam ini akan terus dilakukan untuk menyadarkan masyarakat akan kemungkinan adanya kemunduran dalam demokrasi Indonesia, terutama menjelang Pemilu dan Pilpres pada awal tahun 2024. Fokus utama dari aksi ini adalah memastikan bahwa pemilu berlangsung secara demokratis, tanpa adanya gangguan dari oligarki atau kepentingan keluarga.

Humas Aliansi Jaga Demokrasi, Nur Rohman, menambahkan bahwa Mimbar Demokrasi ini tidak hanya membahas putusan MK terkait batas usia Capres-cawapres, namun juga mengangkat isu-isu penting lainnya. Diantaranya adalah kebebasan berekspresi, kriminalisasi terhadap aktivis, dan penuntasan kasus pelanggaran HAM yang hingga saat ini belum tercapai. Rohman juga mencatat kekhawatiran terhadap etika elite yang dianggap melupakan moralitas demi kepentingan politik kekuasaan.

"Saya merasakan pahitnya melawan Orde Baru. Hari ini saya dan kawan-kawan lain merasakan perasaan yang sama ketika Orba dulu berkuasa. Apa itu? Yakni kesewenang-wenangan, menabrak aturan apapun, demi kekuasaan keluarga dan oligarkinya," papar Nur.


Redaktur : Eko S
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top