Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Strategi Pembangunan

Lumbung Pangan Bisa Efektif Cegah Gejolak Harga

Foto : ISTIMEWA

AWAN SANTOSA Peneliti Mubyarto Institute - Liberalisasi pangan membuat pengendalian harga pangan lebih sulit dan masyarakat kecil yang selalu menjadi korban.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Salah satu cara untuk mencegah gejolak harga pangan maka pemerintah bersama petani harus bisa mengefektifkan program lumbung pangan yang telah diatur oleh Kementerian Dalam Negeri dan mengantisipasi penimbunan.

"Fenomena volatile food biasanya terjadi saat musim tanam yang biasanya dalan waktu tersebut produksi turun. Namun, sebenarnya ini adalah fenomena rutin sehingga seharusnya bisa diantisipasi," kata pengamat pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin, kepada Koran Jakarta, Selasa (30/1).

Zainal mengatakan pemerintah daerah harus menggerakkan program lumbung pangan yang sudah ada. Dengan lumbung pangan, tidak semua hasil panen langsung diangkut ke kota, ada yang disimpan, baik di tingkat desa, kecamatan, atau kabupaten.

Dengan begitu, tambah Zainal, saat dibutuhkan, masyarakat dapat mengaksesnya. Selain itu, aturan soal stok penjualan di pengecer dan distributor harus jelas dan ditegakkan supaya jangan ada lagi penimbunan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu," pungkasnya.

Sementara itu, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, menegaskan gejolak harga pangan dipicu oleh menguatnya liberalisasi pangan. "Liberalisasi pangan membuat pengendalian harga pangan lebih sulit dan masyarakat kecil yang selalu menjadi korban," tegasnya.

Peran Strategis

Untuk itu, menurut Awan, perlu mengembalikan peran strategis negara di pangan melalui revitalisasi Bulog. Optimalisasi peran Bulog sebagai penyangga (buffer) stok pangan, distribusi, dan stabilisasi harga pangan.

Yang lebih penting, lanjutnya, bagaimana menerapkan demokratisasi produksi dan tata niaga pangan melalui lumbung pangan dan penguatan koperasi pangan. Ini penting agar lalu lintas pangan tidak dikendalikan segelintir orang saja.

Zainal dan Awan ini menanggapi apa yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Menkeu mengatakan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) menjadi salah satu fokus pemerintah dalam upaya pengendalian inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat.

"Kami terus memfokuskan karena pangan bergejolak, selain berkontribusi signifikan terhadap inflasi inti, juga langsung mempengaruhi daya beli masyarakat. Kami akan terus merumuskan langkah APBN sebagai shock absorber dalam rangka menjaga daya beli masyarakat, terutama pada saat momentum perekonomian global melemah, kita harus melindungi dari sisi domestik," kata Menkeu saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa.

Seperti diketahui, perekonomian global diproyeksikan bakal melambat. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari sebelumnya 3 persen pada 2022 menjadi hanya 2,5 persen pada 2023 dan kembali melemah menjadi 2,4 persen pada 2024 ini. Dengan demikian, situasi pada 2024 lebih lemah dibandingkan 2023.

Sementara itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menyalurkan bantuan sosial (bansos) sebagai salah satu instrumen. Pada 2023, anggaran bansos mencapai 476 triliun rupiah, lalu naik sebesar 20 triliun rupiah menjadi 496 triliun rupiah pada 2024.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top