Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Lukisan Lanskap Surabaya Tempo "Doeloe"

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Lanskap cagar budaya menjadi penafsiran sebuah kota sebagai rangkaian yang tak bisa dilepaskan dari ruang dan waktu. Lanskap cagar budaya kota merupakan keanekaragaman budaya dan kreativitas sebagai modal utama pembangunan manusia, sosial dan ekonomi. Tak terhitung jumlah manusia dan penghuni kota yang telah meninggalkan jejak pada sebuah lanskap.

Pada masa Hindia Belanda, Surabaya sebagai ibu kota Karesidenan Surabaya, yang mencakup Kabupaten Mojokerto, Gresik, Sidoarjo dan Jombang, telah berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia Belanda setelah Batavia. Selain Pelabuhan Tanjung Perak yang menjadi pintu gerbang infrastruktur perdagangan, ratusan bangunan dengan sentuhan gaya arsitektur Belanda ikut meramaikan modernisasi lanskap Surabaya kala itu.

Gagasan tersebut menjadi nyawa dari 20 karya pelukis berbakat asal Desa Wonodadi, Kutorejo, Mojokerto, Jawa Timur, Fauzi Moker, dalam pameran "Surabaya Tempo Doeloe" di lobi utama Hotel Majapahit, di Jalan Tunjungan Surabaya, sejak awal Desember hingga akhir Januari mendatang. Lewat karya-karyanya, pria kelahiran Mojokerto, 24 Februari 1974, mampu mengangkat pesona historis ratusan bangunan cagar budaya di Surabaya, lengkap dengan berbagai ornamen yang telah sulit dilacak.

Seniman penganut aliran natural ini mengaku, membuat sebuah lukisan lanskap kota merupakan tantangan tersendiri mengingat pelukis tidak dapat sembarangan membubuhkan gambar, tanpa mempertimbangkan berbagai ornamen sesuai dengan zamannya.

"Tidak sekedar gambar bagus, tapi kita juga harus menunjukan itu tahun berapa, model pakaiannya, jenis mobil dan sebagainya. Seperti juga tahun berapa trem masih lewat Jalan Tunjungan, becak tidak boleh masuk kok ada. Semua harus hati-hati, kalau ada yang tahu bisa masalah," ujarnya baru-baru ini.

Fauzi menjelaskan, untuk itu seorang pelukis lanskap kota, harus terlebih dahulu melengkapi wawasannya tentang sebuah obyek dalam lukisan lewat berbagai studi.

Menurut Fauzi, pemilihan Hotel Majapahit sebagai tempat pameran juga merupakan salah satu strategi pemasaran, mengingat hotel yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya itu sarat akan sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

"Hotel ini bersejarah, menjadi tempat para pemuda Surabaya melakukan perobekan Belanda, yang menjadi rangkaian pertemputan 10 November. Para tamu yang menginap, terutama dari Belanda banyak yang ingin mengenang orang tua mereka yang pernah bertugas di Surabaya, dengan memiliki lukisan bertema Surabaya Tempo Dulu," ujarnya.

Sebagai pelukis dengan ratusan karya yang telah terjual, dan tersebar di manca negara, Fauzi adalah sosok yang ramah dan sederhana. Selain produktif menghasilkan karya di rumah, Fauzi tetap membantu istrinya yang seorang guru melakukan pekerjaan rumah tangga. Dia belajar secara otodidak, dari pengamatan karya sejumkah pelukis lanskap kota. SB/S-1

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top