Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pola Konsumsi

Literasi Nutrisi untuk Mencapai Gizi Seimbang

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Menurut Kementerian Pertanian, Indonesia merupakan negara terkaya kedua di dunia dalam keanekaragaman hayati. Namun sayang, keanekaragaman hayati yang melimpah itu, tidak dibarengi dengan pola konsumsi yang bervariasi untuk pemenuhan gizi seimbang.

Profesor Ahmad Sulaeman, Guru Besar Keamanan Pangan dan Gizi, Fakultas Gizi dan Ekologi Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan belum terpenuhinya pola konsumsi yang bervariasi karena masih rendahnya literasi gizi di masyarakat. Padahal literasi gizi itu penting dalam memenuhi gizi seimbang. "Kurangnya literasi gizi dapat mengakibatkan tidak mampu mengolah informasi dalam menentukan apa yang dimakan," katanya.

Bahkan data dari World's Most Literate Nations menempatkan tingkat literasi Indonesia secara umum berada di urutan kedua terbawah, yaitu peringkat 60 dari 61 negara di dunia. Artinya, kesadaran masyarakat untuk membaca, mencari tahu dan memahami informasi, termasuk masalah gizi masih sangat rendah.

"Padahal literasi nutrisi itu membantu individu memperoleh dan mengelola informasi gizi guna menentukan gizi yang tepat," ujarnya.

Berbagai penelitian pun menunjukkan pengetahuan gizi sangat mempengaruhi persepsi, pemilihan, dan pola makan dari masyarakat yang ujungnya mempengaruhi status gizi. Dari persepsi tersebut akan berimbas pada perilaku gizi seseorang.

Misalnya dengan pengetahuan gizi yang kurang menjadi banyak tabu dan larangan, prioritasi makanan yang keliru, melewatkan sarapan, takut menggunakan bahan penyedap, mengalami kelaparan padahal makanan melimpah, serta belum makan kalau belum ada nasi yang masuk.

Karena literasi gizi yang masih rendah itu, Indonesia bahkan masuk 47 negara yang terkena stunting dan anemia pada wanita usia subur. "Jadi satu per tiga anak Indonesia terlahir dan berkembang stunting," katanya. Seperti diketahui, stunting sangat mempengaruhi IQ dan tumbuh kembang anak, serta dapat berdampak pada kesehatannya.

Dahulu mungkin masyarakat mengenal empat sehat lima sempurna, namun sekarang telah diganti dengan gizi seimbang. Gizi seimbang adalah cakupan makanan yang meliputi zat gizi penghasil energi seperti karbohidrat, lemak, dan protein, vitamin dan mineral yang meskipun tidak memberikan energi namun berperan untuk proses metabolisme energi, dan air, karena 70 persen tubuh berisi air.

Perlu diketahui pula, tidak ada jenis pangan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Karena itu, dibutuhkan variasi pangan, baik pangan alami maupun olahan, guna memenuhi kebutuhan gizi dalam tubuh. Misalnya nasi sebagai sumber karbohidrat, minim kandungan vitamin dan mineral. Sementara sayuran kaya vitamin, mineral dan serat, namun sedikit mengandung karbohidrat dan protein. Ikan yang merupakan sumber protein yang baik, sedikit karbohidrat.

"Tidak ada satu jenis makanan pun yang bisa memenuhi seluruh kebutuhan gizi, kecuali ASI itu untuk bayi pada enam bulan pertama. Maka dari itu, adanya keberagaman pangan untuk saling melengkapi," ujar Prof. Sulaeman.

Perhatikan Saran Pakar

Guna meningkatkan literasi gizi masyarakat Indonesia, Prof. Sulaeman memberikan tips ketika membeli produk kemasan agar lebih teliti. Sehingga tidak hanya mendapatkan rasa kenyang atau puas saja, namun juga dapat memenuhi kebutuhan gizinya.

Yang pertama, baca label yang terdapat pada produk kemasan tersebut. Perhatikan kandungan nutrisi yang terdapat di sana. Misalnya berapa kandungan lemak totalnya, kandungan energi yang didapatkan, serta vitamin-vitamin yang terkandung.

Kedua, perhatikan izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ada beberapa yang harus diperhatikan pada label izin edar BPOM itu, yaitu termasuk makanan produksi lokal atau impor. Kalau produksi lokal, maka akan terdapat tulisan MD (Makanan Dalam), sementara impor tertulis ML (Makanan Luar). "Jadi artinya makanan tersebut sah dan telah diperiksa BPOM dan boleh beredar," katanya.

Adapun tulisan PIRT yang berarti Produksi Industri Rumah Tangga, sebuah industri kecil dan biasanya dikeluarkan izinnya oleh dinas kesehatan.

Ketiga, perhatikan komposisi yang digunakan. Terkadang ada makanan atau minuman yang menggunakan perisa, pewarna dan pengawet. Maka dari itu, harus dilihat dengan seksama apakah bahan-bahan tersebut aman digunakan dan dikonsumsi. "Komposisi itu perlu, karena barangkali ada yang memiliki alergi tertentu," ujar Prof. Sulaeman.

Dan yang keempat, perhatikan masa kadaluwarsanya. Mengonsumsi makanan atau minuman kadaluwarsa dapat mengganggu sistem pencernaan. gma/R-1

Konsumsi Susu untuk Segala Usia

Susu sebagai salah satu asupan gizi, menjadi pelengkap kebutuhan gizi harian seseorang untuk mendukung pemenuhan gizi seimbang. Susu merupakan hasil sekresi normal dari kelenjar susu mamalia yang diperoleh dengan pemerahan. Kalsium yang berada pada susu umumnya jauh lebih tinggi dari sumber-sumber kalsium lainnya. Hal ini diutarakan Prof. Sulaeman pada acara Frisian Flag Indonesia MilkVersation beberapa waktu lalu. "Kalsium ada di seafood dan makanan lainnya, tetapi absorpsinya (tingkat penyerapan) jauh lebih tinggi pada susu jika dibandingkan dengan produk lain," katanya.

Banyak yang masih beranggapan bahwa susu hanya dikonsumsi anak-anak saja. Namun faktanya, orang dewasa perlu mengonsumsi susu setiap harinya. Hal itu dikarenakan semakin tua, maka risiko osteoporosis atau pengeroposan tulang akan semakin terjadi. Maka dari itu, dapat ditopang dengan mengonsumsi susu.

Kepadatan mineral terjadi sangat cepat, yaitu pada usia 11 sampai 14 tahun untuk perempuan, dan 13 sampai 17 tahun untuk laki-laki. Dan itu hanya sedikit terjadi penambahan ketika berusia di akhir 20-an, dan awal 30-an.

Jika seseorang memiliki alergi susu, bukan berarti kebutuhan gizinya tidak dapat terpenuhi karena tidak dilengkapi dengan mengonsumsi susu. Menurut Prof. Sulaeman, jika seseorang alergi pada susu misalnya susu sapi, ada baiknya cari tahu terlebih dahulu apa yang membuatnya alergi.

Apabila yang membuatnya alergi adalah laktosa yang terdapat pada susu, saat ini telah banyak beredar susu rendah laktosa, di mana susu tersebut telah menghilangkan kandungan laktosa yang ada di dalamnya. "Atau bisa juga mengonsumsi yogurt, karena laktosanya sudah difermentasi jadi aman," sarannya.

Jika ternyata alergi protein susu, barulah mencari alternatif susu lainnya atau mengonsumsi produk yang memiliki kandungan seperti susu. Namun, Prof. Sulaeman mengatakan hal ini sangatlah jarang terjadi. Kebanyakan orang alergi pada laktosa susu. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top