Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pangan - HET Langgar UU Larangan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Lindungi Petani Nasional Naikkan Tarif Impor Pangan

Foto : ANTARA/Dedhez Anggara
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah Indonesia diharapkan berani meniru kebijakaan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang secara tegas berupaya membatasi impor dengan berbagai instrumen guna menekan defisit perdagangan yang besar, terutama dengan Tiongkok.


Untuk itu, Indonesia semestinya juga berani menerapkan tarif impor pangan yang lebih tinggi untuk meredam impor sekaligus melindungi petani dalam negeri dari persaingan tidak adil dengan petani negara eksportir.


Kebijakan perdagangan yang merugikan petani dalam negeri dan menghambat kenaikan produktivitas nasional, seperti penerapan harga eceran tertinggi (HET) sejumlah komoditas pangan semestinya juga dihilangkan.


Pengamat pertanian dari UPN Veteran Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan kebiasaan Indonesia mengimpor barang konsumsi dan pangan secara masif harus segera dihentikan. Selain mematikan industri dan petani dalam negeri, hal itu juga membuat neraca dagang selalu defisit.


"Kebijakan Presiden AS, Donald Trump, untuk membatasi impor sangat tepat. Trump tidak ingin neraca dagang AS dengan Tiongkok terus defisit," jelas dia ketika dihubungi, Rabu (3/8).


Menurut Zainal, yang bisa dan harus dilakukan oleh negara salah satunya adalah menaikkan tarif impor pangan. Negara maju pun melakukan hal itu untuk melindungi petaninya, misalnya, AS kenakan tarif impor gula 85 persen, Tiongkok 90 persen, Jepang 100 persen, dan Uni Eropa 30 persen.


"Itulah tugas negara. Tarif impor masuk ke kas negara digunakan untuk mendukung petani. Harga impor bisa lebih murah karena disubsidi pemerintah negara eksportir. Maka petani kita juga mesti didukung agar persaingan lebih adil," papar dia.


Selain menaikkan tarif impor, upaya melindungi petani dalam negeri juga bisa dilakukan pemerintah dengan menghapus kebijakan HET. Akibat HET terjadi penurunan produksi dan pendapatan petani yang pada akhirnya membuat daya beli petani anjlok.


Ini berarti juga membuat petani makin miskin sehingga meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan. Upaya stabilisasi harga yang mesti dilakukan pemerintah adalah meningkatkan produktivitas nasional agar pasokan terjamin sehingga harga stabil.


Bahkan, sejumlah kalangan juga menilai HET melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya pasal mengenai kartel,

yaitu membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.


Padahal, prinsip dasar harga di seluruh dunia dan berlaku juga di Indonesia adalah sesuai supply and demand di pasar."Pematokan harga bersama-sama seperti pemberlakuan HET adalah kartel, dan itu dilarang," ujar Zainal.


Tidak Dibenarkan


Guru Besar Teknologi Pangan UGM Yogyakarta, Masyhuri, mengatakan tidak dibenarkan pemerintah mengambil jalan termudah untuk menjaga stabilitas harga dan inflasi demi pertumbuhan ekonomi dengan menetapkan HET produk pangan.


Penerapan HET membuat petani sebagai produsen pangan akan tergerus pendapatannya dan merugi jika harga jual produk mereka tertekan oleh kebijakan patok harga tersebut.


"Itu sebabnya perlu kebijakan yang lebih canggih seperti pengenaan bea impor pangan sehingga punya uang untuk subsidi petani baik melalui input ataupun HPP (Harga Pembelian Pemerintah). Bukan malah memakai HET yang anti-produsen dan juga anti-perdagangan pangan sebenarnya," papar dia.


Menurut Masyhuri, HET adalah kebijakan anti-pasar karena membuat pendapatan petani anjlok, bahkan merugi. Untuk itu, pemerintah mesti memilih ingin anti-pasar yang berarti seluruh tata niaga pangan diurusi negara atau menyerahkan pada mekanisme pasar. Ini berarti tugas negara adalah memastikan pasar berjalan adil bukan menentukan harga.


Masyhuri menegaskan sebaiknya pemerintah tidak perlu menerapkan HET. Yang terpenting adalah adalah harga referensi. Misalnya, HPP sebagai referensi kalau komoditas pangan milik petani tidak laku. YK/SB/ahm/WP

Penulis : Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top