Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
WAWANCARA

Liliyana Natsir

Foto : AFP
A   A   A   Pengaturan Font

Buah manis dari perjuangan dan kerja keras sepanjang kariernya, khususnya sebagai pemain bulu tangkis ganda campuran berpasangan dengan Tontowi Ahmad (Owi), sudah tercatat dan membawa harum nama bangsa Indonesia di kancah internasional. Aneka prestasi telah dia raih, termasuk medali emas Olimpiade.

Untuk mengetahui bagaimana perjuangan dan harapan Butet serta apa yang akan dilakukan setelah tidak aktif lagi sebagai pebulu tangkis profesional, wartawan Koran Jakarta, Beni Mudesta, berkesempatan mewawancarai Liliyana Natsir, di Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.

Bagaimana perasaan Butet setelah memutuskan pensiun?

Sedih harus pensiun. Saya dan Owi berusaha tampil enjoy di turnamen terakhir dan ingin mendapatkan hasil terbaik. Saya berusaha menikmati saat-saat terakhir saya berpartner dengan Tontowi, dan harapan usai saya pensiun untuk ganda campuran Indonesia, cepat terjadi regenarasi, cepat berprestasi. Ke depan banyak turnamen penting, All England, Kejuaraan Dunia, dan yang terutama Olimpiade 2020.

Saya berharap penerus saya bisa konsisten, bisa mengimbangi Tiongkok, terutama saat ini, Zheng Siwei-Huang Yaqiong terlalu mendominasi. Saya berharap dengan adanya Praven-Debby, Hafiz-Gloria, ada juga Tontowi, meski belum tahu dia klop dengan siapa, mereka lolos sampai ke Olimpiade. Semoga mereka bisa mengatasi saingan berat, terutama pemain Tiongkok.

Apa prestasi yang belum Butet capai?

Sebenarnya yang belum kesampaian itu adalah Asian Games karena saya dapatnya perak dan perunggu. Nah, waktu saya dapat perak (Asian Games 2014) itu, saya penasaran ingin mencoba lagi dan itu butuh waktu tidak sebentar, butuh empat tahun lagi untuk menunggu. Setelah saya tunggu, ternyata saya dikasihnya tetap tidak bisa emas (perunggu).

Saya sudah cukup puas dengan medali perunggu yang tahun lalu saya raih. Saya bersyukur, meski belum mendapat medali emas di Asian Games. Itu menurut saya sudah cukup bagus, karena target utama saya adalah mendapatkan emas di Olimpiade.

Apa kegiatan yang akan dilakukan setelah pensiun?

Setelah berhenti, saya akan fokus pada bisnis yang telah saya jalani, dari tiga tahun sebelumnya. Ada tempat massage dan refleksi, bisnis properti untuk kalangan menengah ke bawah. Rencana saya ke depan, mau buka money changer. Mudah-mudahan, saya selain sukses di bulu tangkis juga berhasil dalam berbisnis.

Apakah tertarik untuk kembali berkecimpung di dunia bulu tangkis?

Sejauh ini belum ada pemikiran, karena normalnya atlet yang sudah berkeciumpung lama, seperti saya sudah puluhan tahun, pastinya setelah berhenti butuh sedikit refreshing, menjauh sedikit dari bulu tangkis. Karena pagi, siang, sore, malam, pagi lagi, bulu tangkis terus. Bertemu raket, kok, dan lapangan setiap hari. Jadi, saya ingin refreshing dulu, mungkin liburan atau melakukan hal-hal lain selain bulu tangkis.

Setelah itu, saya tidak bisa ngomong sekarang, tidak mungkin saya nanti tidak berkecimpung di bulu tangkis, namanya saya sejak kecil sudah hidup di bulu tangkis, nanti pasti ada rasa kangen, pengen berkunjung ke pelatnas. Sharing dengan teman-teman, adik-adik, sharing pengalaman dengan tujuan mudah-mudahan regenerasi kita ke depannya lancar dan terus memberikan prestasi buat Indonesia.

Sedikit kilas balik perjalanan karier, bagaimana awalnya tertarik dengan bulu tangkis?

Saya memulainya itu pada umur sembilan tahun. Orang tua sangat mendukung. Papa mendidik saya dengan keras. Kalau saya kalah atau kurang maksimal penampilan, malas-malasan, pasti setelah bertanding, pulang, kena ceramah, kena omelan. Itu yang sampai sekarang membuat keinganan saya untuk menghindari kekalahan sangat besar. Menurut saya, itu hal yang positif.

Apa kenangan yang paling berkesan dari awal karier?

Saya ingat dulu waktu kecil, kalau sedang tidak latihan, Papa selalu menyuruh saya berlatih memutar pergelangan tangan. Menurut Papa, seorang atlet bulu tangkis harus memiliki pergelangan tangan yang kuat. Saya juga dipaksa minum kacang hijau. Sejujurnya, saya tidak suka kacang hijau, tapi Papa dan Mama menyiasati dengan tidak menyediakan air putih dingin di kulkas.

Mereka hanya menyediakan air kacang hijau yang sudah disaring. Otomatis, waktu saya buka kulkas yang ada cuma air kacang hijau itulah yang saya minum. Itu juga yang membuat stamina saya sampai sekarang cukup bagus, karena mungkin dari kecil sudah diperhatikan gizinya. Untuk pola makan, saya tidak boleh makan gorengan, tidur terlalu larut malam dilarang, minum obat sembarangan tidak boleh.

Sebenarnya, saya ingin makan sembarangan, tapi kepikiran nanti kelebihan berat badan, nanti mainnya tidak enak. Kalau saya tidak enak badan, saya selalu bertanya kepada dokter di pelatnas, obat apa yang aman untuk saya minum. Jadi sepanjang karier, banyak tantangan yang harus saya hadapi dan itu tidak gampang.

Apa perjuangan tersulit di sepanjang karier?

Mungkin orang melihat seorang Liliyana Natsir sekarang adalah juara Olimpiade dan juara dunia. Namun, di balik kesuksesan itu pasti ada perjuangan yang luar biasa. Waktu pindah ke Jakarta, saya masih berusia 12 tahun, saya anak bungsu, agak berat berpisah pastinya. Saya makan juga biasanya diurusin, latihan biasanya diantar. Saya berpikir nanti kalau saya sakit, siapa yang urusin ya. Makanya waktu Mama mau ninggalin, saya sangat sedih.

Waktu saya makan, air mata sampai menetes ke piring. Sempat ada kepikiran, apa pulang saja ya, menyerah begitu. Tapi melihat teman-teman sekitar, mereka seumuran saya juga dan bisa mandiri, bisa kuat. Pokoknya, banyaklah perjuangan yang harus saya lalui. Saya bersyukur bisa sampai ke titik ini.

Tentang nama panggilan, aslinya dari Manado, mengapa dipanggil Butet?

Waktu masuk pelatnas saya kan paling kecil, mungkin kelihatan sekali saya anaknya manja, sering nangis-nangis. Nah, senior saya orang Medan bilang, kalau di Medan itu panggilan anak cewek begini ini, manja-manja, Butet. Dari pada Liliyana, kepanjangan, saya dipanggil Butet. Nama itu terbukti jadi hoki buat saya.

Bisa cerita tentang pengalaman saat meraih emas Olimpiade?

Waktu itu sedikit mustahil karena saya dan Owi prestasi di sepanjang 2015 menurun. Ada keraguan saya dan Owi bisa memberikan medali emas untuk Indonesia. Tapi, kami membuktikan kami masih ada. Saya waktu itu sudah umur 31, Owi 29, kami bisa membuktikan umur tidak menjadi masalah, karena kami punya motivasi dan tujuan yang sama.

Jadi, emas Olimpiade adalah prestasi yang paling mengesankan?

Sebenarnya ada beberapa, tapi yang paling top ya Olimpiade karena semua atlet punya cita-cita untuk menjadi juara Olimpiade. Saya bisa meraih itu, tentu saja menjadi kebanggaan dan kenangan terindah dibanding prestasi-prestasi yang lain.

Itu tadi prestasi yang paling mengesankan, untuk pertandingan atau momen lain yang paling mengesalkan?

Hal yang paling membuat saya kesal adalah saat kalah pada Kejuaraan Dunia 2015, di Jakarta, karena di game pertama saya menang. Game kedua sudah leading 20-18, dan bisa kalah. Di situ terlihat saya memang menerima dan saya tegar, tapi dalam hati sangat sedih. Waktu saya bercerita sama teman dan keluarga, mata saya berkaca-kaca karena masih belum bisa menerima dan move on dari kekalahan itu.

Kalau Asian Games, sedih pasti ada, cuma sudah lebih enjoy karena target utama saya sudah tercapai. Saya lebih bisa menerima hasil di Asian Games sebagai kehendak Tuhan. Sebelum ke Olimpiade saya berdoa, jika saya meraih medali emas Olimpiade, saya tidak berharap terlalu banyak lagi, syukursyukur jika masih dikasih. Tapi buat saya, medali emas Olimpiade itu sudah cukup. Jadi, saya berkomitmen dengan doa saya.

Setelah dari Olimpiade itu, saya bersyukur masih meraih gelar juara dunia lagi, juara Indonesia Open lagi. Jujur, hal yang mengganjal bagi saya adalah medali emas Asian Games, karena di SEA Games dan Olimpiade saya sudah dapat emas.

Apa hal yang mengesankan selama berpasangan dengan Tontowi?

Mungkin saya sering terlihat marah-marah di lapangan, tapi itu sebenarnya tidak seperti yang terlihat. Saya lebih banyak memotivasi dia. Kalau secara personal, Owi memang selengekan, asal nyeletuk, tapi kalau sudah kenal, dia memang suka bercanda. Hatinya baik, menghormati saya karena mungkin umur saya lebih tua dan bisa membimbing dia selama kami berpasangan. Dia itu orangnya sabar dan banyak menerima dan pekerja keras.

Setelah pensiun bagaimana menjaga hubungan dengan Owi?

Saya akan terus memotivasi dia. Kalau dia kalah, mungkin saya meledeknya, "ah payah lu kalahan". Owi sudah minta saya untuk terus men-support dia. Itulah yang akan terus saya lakukan. Pesan saya buat Owi, dia harus tetap percaya diri, tetap yakin bahwa dia bisa setelah tidak bersama saya. Dia juga bisa membimbing pemain muda.

Siapa kira-kira yang cocok berpasangan dengan Owi?

Bagi pemain ganda, suatu saat pasti akan berpisah, apalagi ada perbedaan umur antara saya dan Tontowi. Dia masih ingin bermain, pastinya ada regenerasi. Owi akan dicarikan partner yang lebih muda. Pastinya, saya berharap Owi bisa membimbing yang muda. Saya mengucapkan terima kasih kepada Owi yang sudah mendampingi saya dan bisa mencetak banyak prestasi.

Kalau saya sendiri, belum bisa melihat sosok siapa yang cocok mendampingi Owi. Pastinya pelatih lebih paham. Saya berharap dia bisa meneruskan tongkat estafet, minimal meraih prestasi yang sama atau bahkan lebih baik.

Sebenarnya, apa hal yang utama dalam memutuskan untuk gantung raket?

Setelah saya berhasil menjadi juara Olimpiade, di situ saya merasa sangat lega, target terpenting dalam karier saya sudah tercapai. Dengan segala pertimbangan, saya pikir dengan matang, diskusi dengan keluarga, saya rasa sudah cukup, sudah saatnya saya gantung raket. Setelah ini, saya mungkin akan sedikit santai dengan bangun agak siangan, makan agak sembarangan.

Untuk bisnis, sejak lama saya memang sudah menyadari bahwa cepat atau lambat seorang atlet akan pensiun, makanya saya mempersiapkan itu. Setelah pensiun, saya akan lebih banyak waktu dengan keluarga, Mama, Papa, dan ponakan-ponakan karena dari kecil saya sudah jauh dari mereka. Selama ini, waktu untuk kumpul keluarga itu sangat singkat, cuma saat Natal beberapa hari karena saya harus balik lagi untuk latihan.

Biasanya sebelum Natal dan setelah Tahun Baru itu ada pertandingan. Jadi, saya tidak bisa selayaknya orang lain yang bisa menghabiskan waktu banyak bersama keluarga. Pastinya saya tetap akan kangen dengan bulu tangkis, mungkin saya akan main untuk sekadar melepas rindu, berolahraga dan bertemu lagi dengan teman-teman.

Apakah ada keinginan untuk menjadi pelatih?

Belum ada kepikiran. Untuk saat ini, saya fokus pada bisnis dulu. Sebagai atlet profesional, saya tidak bisa langsung berhenti total karena berbahaya buat kesehatan. Mungkin saya akan main buat senangsenang, sekali-sekali ke Cipayung, untuk refreshing saja.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa sepanjang karier saya, keluarga, teman-teman, khususnya teman-teman berlatih dan tentu saja, pengurus PBSI. Jika saya dibutuhkan untuk membantu memotivasi adik-adik, menjadi inspirasi untuk adik-adik, saya siap melakukan itu.

N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top