Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Peredaran Uang | Pertumbuhan Uang Beredar dalam Arti Luas Melambat pada Juni 2019

Likuiditas Tumbuh Lambat Sejak 2015

Foto : KORAN JAKARTA/M FACHRI

RESTRUKTURISASI PERBANKAN | Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah (kanan), Kepala Eksekutif Fauzi Ichsan (tengah), dan Direktur Eksekutif Riset Surveilans dan Pemeriksaan Didik Madiyono (kiri) usai menyampaikan pengumuman hasil review suku bunga penjaminan di Jakarta, Rabu (31/7). LPS menargetkan premi untuk Program Restrukturisasi Perbankan dapat terkumpul hingga 2 persen terhadap PDB yang terbentuk pada 2017.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pertumbuhan likuiditas perekonomian dinilai sudah melambat sejak empat tahun terakhir. Hal itu disebabkan melandainya pertumbuhan ekonomi dan bergesernya pembayaran konvensional ke sistem elektronik.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Halim Alamsyah, mengatakan pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) sudah mengalami perlambatan sejak 2015. "Pertumbuhan ekonomi peran besarnya adalah sektor konsumsi sekitar 60 persen-70 persen, namun pertumbuhan ekonomi selalu bergerak di sekitar lima persen saja," ujar , di Jakarta, Rabu (31/7).

Konsumsi masyarakat yang memegang porsi 55 persen dalam pertumbuhan ekonomi menjadi indikator penting untuk melihat sejauh mana pergerakkan uang beredar.

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) dalam laporannya menyebutkan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh, namun melambat pada Juni 2019. Posisi M2 pada Juni 2019 tercatat 5.911,2 triliun rupiah atau tumbuh 6,8 persen secara tahunan atau year or year (yoy). Angka itu lebih rendah dibandingkan pada Mei 2019 yang sebesar 7,8 persen (yoy).

BI mencatat perlambatan M2 itu terjadi pada seluruh komponen. Dijelaskan, berdasarkan faktor yang mempengaruhi, perlambatan pertumbuhan M2 terutama disebabkan oleh penurunan operasi keuangan pemerintah dan perlambatan penyaluran kredit.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir yang stagnan di kisaran 5,0 persen berbanding lurus dengan kemampuan investasi dan konsumsi masyarakat. Maka itu, melandainya pertumbuhan ekonomi membuat uang beredar dalam arti luas (M2) juga tidak bertumbuh secara optimal.

Misalnya, investasi masyarakat seperti deposito dan tabungan, yang sangat ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi. Jika ekonomi membaik, maka investasi masyarakat di pasar keuangan juga akan meningkat. Investasi merupakan komponen pembentukan M2.

"Kalau sekarang lima persen maka konsumsi ini lama-lama akan memakan tabungan, sehingga menyebabkan DPK yang merupakan tabungan di masyarakat kita tidak cukup tumbuh dengan cepat," kata Halim.

Pergeseran Transaksi

Selain melandainya pertumbuhan ekonomi, perpindahan cara pembayaran masyarakat dari konvensional ke transaksi uang elektronik juga membuat uang beredar di masyarakat menurun. Apalagi, pertumbuhan uang elektronik telah meluas dengan kehadiran dompet elektronik dan juga fasilitas pemindaian kode respons cepat (QR Code).

"Uang kertas sebetulnya tidak banyak berubah relatif stabil jarang ada penurunan karena orang tidak banyak gunakan transaksi. Uang elektronik bisa saja menurunkan uang kertas dan akan juga menurunkan uang beredar," katanya.

Di bagian lain, LPS menargetkan premi untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dapat terkumpul hingga 2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terbentuk pada 2017, dan dikenakan untuk jangka waktu pembayaran 30 tahun.

Premi yang ditujukan sebagai dana talangan dari dalam (bail in) jika terjadi krisis perbankan ini sudah tertuang dalam rancangan Peraturan Pemerintah (PP). Rancangan PP itu menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo.

"DI PP ada target dana Premi Restrukturisasi Perbankan itu hingga mencapai dua persen terhadap PDB pada 2017, tapi itu masih tergolong rendah," kata Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan. bud/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Vitto Budi, Antara

Komentar

Komentar
()

Top