Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Rencana Penghentian PLTU | Mayoritas Pemda Tak Dilibatkan dalam Kebijakan Transisi Energi JETP

Libatkan Pemda dalam Transisi Energi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rencana peluncuran rencana tindak lanjut pendanaan transisi energi atau Just Energy Transition Partnership (JETP) pada 16 Agustus mendatang perlu melibatkan berbagai unsur, termasuk pemerintah daerah (pemda). Pasalnya, pemda dinilai belum siap mendukung program transisi energi dari pemerintah pusat.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan ketidaksiapan pemda menjalankan transisi energi berisiko menciptakan tekanan pada sektor tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat yang bergantung pada rantai pasok Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Dia mencontohkan, terdapat sekitar 4.666 pekerja langsung, baik tetap dan tidak tetap yang akan terdampak penutupan PLTU batu bara di Langkat, Cilacap, dan Probolinggo. "Ini pun belum termasuk pekerja tidak langsung yakni para pelaku UMKM yang berada di sekitar lokasi PLTU, serta pekerja di lokasi sumber batu bara," katanya pada Koran Jakarta, Kamis (20/7).

Studi yang dilakukan di tiga provinsi, yakni Provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan tiga kabupaten di Langkat, Cilacap dan Probolinggo disimpulkan bahwa pemda belum aktif dilibatkan dalam agenda JETP, khususnya pada tahap transisi pekerja yang langsung terdampak, dan pekerja sektor UMKM di sekitar lokasi PLTU.

"Bahkan dampak pensiun PLTU batu bara yang berakibat pada potensi pendapatan daerah yang hilang pascapensiun PLTU belum disiapkan potensi penggantinya. Hal ini berakibat pada poin transisi berkeadilan atau 'Just' yang diusung JETP menjadi pertanyaan," ungkapnya.

Peneliti Celios, Muhammad Saleh, mengungkapkan sebagian besar pemda yang menjadi objek penelitian belum tahu dan tidak dilibatkan dalam kebijakan transisi energi JETP. "Secara spesifik pemda bahkan belum mengetahui keberadaan Perpres No 11/2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada Subbidang Energi Baru Terbarukan," ujar Saleh.

Hingga kini, pemda belum memiliki kerangka regulasi pelaksana Perpres No 11/2023. Selain itu, pemda menyatakan kerangka regulasi yang ada belum mampu menjawab kebutuhan transisi energi.

Menurut Saleh, pemda idealnya mulai mempersiapkan jaminan perlindungan materiil kepada masyarakat setelah penutupan PLTU. "Artinya, ketika PLTU batu bara dipensiunkan maka masyarakat yang kehilangan pendapatan tetap mendapat kompensasi berupa peralihan ke profesi lainnya," ujarnya.

Muhammad Andri Perdana, peneliti Celios, menyatakan pada aspek pendapatan dan anggaran daerah, ada potensi hilangnya PAD dari pemensiunan dini PLTU, dengan kisaran 1,2 hingga 6,4 persen dari keseluruhan PAD di suatu Kabupaten.

Upaya Mitigasi

Agung Budiono, Ad Interim Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia CERAH menuturkan dorongan untuk menyudahi penggunaan PLTU dan akselerasi pengembangan energi terbarukan, perlu dilihat sebagai peluang untuk beralih dari ketergantungan energi yang menghasilkan banyak emisi.

"Kebijakan ini berdampak positif dalam jangka panjang. Namun, di sisi lain strategi perencanaan dan mitigasi atas dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ada di daerah penting dilakukan agar proses transisi benar-benar dapat mengimplementasikan nilai yang berkeadilan," pungkas Agung.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top