Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gaya Hidup

Langkah Kecil Ubah Kebiasaan Lebih Sehat

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Meskipun terjadi peningkatan kepedulian terhadap gaya hidup sehat secara global, data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kemkes memperlihatkan kalau 33,5 persen penduduk Indonesia masih belum cukup beraktivitas fisik, dan 95 persen masih kurang mengonsumsi sayur dan buah. Sulitnya mengubah kebiasaan menuju hidup yang lebih sehat menjadi salah satu kendala.

Dalam psikologi, Vera Itabiliana, psikolog memaparkan bahwa manusia adalah makhluk yang terbentuk dari kebiasaan, sementara kebiasaan sendiri ada karena terjadi pembiasaan. "Manusia tumbuh dari pembiasaan yang kemudian menjadi kebiasaan. Kebiasaan sendiri bisa terbentuk bila aksi dijalankan dengan rutin dan terus menerus," ujarnya dalam acara peluncuran produk Beko di Jakarta.

Vera mengatakan untuk terbentuknya suatu kebiasaan biasanya terdapat faktor-faktor yang membuat terjadinya pengulangan. Seperti adanya nilai, hasil dan tujuan. Ia menganalogikannya dengan kebiasaan orang Indonesia yang belum bisa dikatakan sudah makan kalau belum makan nasi.

"Setiap orang tua pastinya menginginkan anaknya dapat hidup sehat, namun dengan pengetahuan yang dimiliki kala itu yaitu memakan nasi tiga kali sehari akan tumbuh sehat, maka kegiatan tersebut dilakukan secara berulang hingga terbentuklah kebiasaan memakan nasi," jelas Vera.

Untuk mempunyai kebiasaan baru seperti gaya hidup yang lebih sehat tentunya tidaklah mudah, apalagi kebiasaan terbentuk melalui pembiasaan yang dilakukan terus menerus.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi sulitnya membentuk kebiasaan baru, mulai dari faktor internal sampai faktor eksternal. Dari faktor internal, biasanya muncul perasaan ingin berubah total atau tidak sama sekali sehingga membuat target besar-besaran. Ini merupakan kesalahan yang sering dilakukan oleh orang kebanyakan, padahal sebenarnya dalam membuat kebiasaan atau menentukan target dimulai dari hal yang kecil namun rutin dilakukan.

"Semisalnya ingin hidup sehat, jangan ingin itu saja. Tapi mulai dari yang simpel-simpel," kata Vera.

Seperti jika seseorang ingin memiliki gaya hidup sehat, dapat memulainya dengan langkah paling kecil dengan mengurangi makan makanan yang berkalori tinggi atau berlari-lari kecil selama 10 menit setiap harinya. Adapun perasaan sulit ketika mencoba kebiasaan baru adalah hal yang lumrah.

Vera menuturkan, seringkali yang terjadi adalah orang-orang mengalami kesulitan, lantas ia akan kembali ke kebiasaan lama sehingga kebiasaan baru semakin sulit terbentuk.

Selain itu, lingkungan ternyata berperan penting dalam membentuk kebiasaan. Langkah yang paling sering dilakukan namun salah adalah mengabaikan lingkungan sekitar.

"Biasanya orang suka lingkungan sekitar, suka sok bisa dengan caranya sendiri," ungkap Vera.

Padahal, mereka bisa memberdayakan lingkungan sekitar dan menguatkan komitmennya yang kurang sehingga tujuan tercapai. Mereka bisa mulai mengingatkan lingkungan sekitar seperti teman, keluarga dan rekan kerja jika ingin mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.

Lingkungan yang kooperatif akan membantu seseorang untuk berubah menjadi yang lebih baik. Semisalnya, mendapat dukungan dari teman, ataupun menggunakan smartphone sebagai pengingat untuk melakukan kebiasaan itu. Peralatan penunjang juga mengambil andil demi terwujudnya kebiasaan baru yang lebih baik, seperti peralatan rumah tangga dari Beko.

Melakukannya sendirian juga bisa menyebabkan adanya tekanan di dalam diri dan tidak dapat memastikan apakah diet atau perubahan gaya hidup yang dilakukan sudah benar. Dengan adanya teman dan lingkungan yang mendukung, hal tersebut dapat diluruskan dan dapat saling menguatkan satu sama lain untuk memulai hidup sehat.

Jika terjadi sebaliknya atau lingkungan ternyata kurang mendukung, itu menjadi faktor eksternal yang membuat sulit terbentuknya kebiasaan. "Faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi faktor eksternal, seperti sulitnya sarana olahraga atau makanan yang sehat, tetapi ini faktor pendukung saja," ungkap Vera.

Maka dari itu, ia menyarankan agar setiap orang mengetahui apa tantangan yang akan dihadapi. Dengan begitu, mereka dapat mencoba melakukan tindakan untuk mengatasi atau melalui tantangan tersebut, selain dari memulai dari hal-hal kecil terlebih dahulu. gma/R-1

Perhatikan Mekanisme Inertia Tubuh

Sulitnya mengubah kebiasaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari dalam diri maupun dari luar. Dalam internal, ternyata tubuh memiliki mekanisme inertia yang memberikan perlawanan terhadap perubahan, bahkan meskipun itu adalah peralihan yang positif, termaasuk hidup yang lebih sehat.

Inertia berperan mempertahankan keseimbangan kondisi tubuh atau yang disebut juga homeostatis. Ketika perubahan mulai berlangsung, tubuh menganggap terjadi gangguan homeostasis sehingga secara natural berupaya melawannya. Akhirnya terjadilah penolakan yang berakhir dengan merasa kesulitan dalam membentuk kebiasaan baru. Inertia sendiri dari sisi fisik bisa terdeteksi dikarenakan memicu perubahan fisiologis pada detak jantung, metabolisme dan pernapasan seseorang.

"Memulai kembali aktivitas fisik setelah lama kurang bergerak, serta pergantian pola makan menjadi faktor penyebab gangguan homeostatis. Akibatnya terjadi perubahan fisiologis pada detak jantung, metabolisme, juga pernapasan. Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab utama sulitnya tubuh untuk beradaptasi ketika mulai menerapkan gaya hidup baru," jelas Alvin Hartanto, ahli gizi.

Tidak hanya itu, faktor lingkungan sekitar dan usia juga berpengaruh terhadap keberhasilan menciptakan kebiasaan baru. Itu karena semakin tambah umur seseorang, semakin turun metabolismenya.

Alvin menambahkan, yang paling penting dalam membentuk kebiasaan baru adalah komitmen dan mindset. Manusia butuh waktu sekitar tiga sampai empat minggu untuk beradaptasi gaya hidup baru, sementara pada anak-anak membutuhkan sebelas kali pengulangan. Yang sering kali terjadi adalah orang-orang yang menginginkan hasil yang instan. Padahal kalau mendapatkan hasil yang terlalu cepat atau terburu-buru belum tentu efektif. Karena tubuh tidak beradaptasi dengan kebiasaan yang baru, sehingga ketika mendapatkan hasil yang instan, tidak mustahil kalau ia akan kembali ke kebiasaan yang lama.

"Yang diet drastis, badannya itu tidak beradaptasi untuk menjadi seimbang lagi. jadi secara biologis, tubuh harus belajar makanya jangan langsung diberhentikan begitu saja," timpal Vera.

Selain itu, mindset yang harus diterapkan adalah setidaknya mengalami perubahan dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga secara tidak langsung diri akan termotivasi untuk menjadi yang lebih baik lagi di tahun ini atau tahun depan. "Asal sudah ada mindset dan niat, akan menjadi jauh lebih mudah," tutup Alvin. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top