Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesehatan Lingkungan I Penanaman Pohon Tidak Berdampak Signifikan Kurangi Polutan

Kualitas Udara di Jabodetabek Belum Membaik

Foto : ANTARA/Aditya Pradana Putra

Kabut polusi udara menyelimuti gedung-gedung di Jakarta, beberapa waktu lalu.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kualitas udara di area hijau yang banyak tumbuh pepohonan di Jabotabek ternyata tidak selalu bersih atau bebas dari polusi udara, khususnya yang disebabkan oleh polutan berukuran sangat kecil (PM2.5). Kesimpulan tersebut terungkap dalam hasil riset Nafas, startup penyedia aplikasi pengukur kualitas udara, sepanjang Januari-Desember 2021.

Co-founder & Chief Growth Officer Nafas, Piotr Jakubowski mengatakan bahwa pihaknya memasang tiga sensor pengukur kualitas udara di tiga lokasi, yakni Bumi Serpong Damai (BSD), Cibinong, dan Sentul City. Ketiga daerah di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang (Jabodetabek) tersebut merupakan area yang dikelilingi oleh daerah hijau. Namun data Nafas menunjukkan, indeks kualitas udara (AQI) di ketiga wilayah tersebut cukup tinggi di atas 100. Angka AQI di atas 100 menunjukkan kualitas udara relatif tidak sehat bagi kelompok usia tertentu.

"Itu menunjukkan ketiga daerah tersebut tidak bebas dari polusi. Banyaknya pepohonan sebenarnya kurang berdampak membuat udara menjadi bersih dan segar. Sebab pada dasarnya daun-daun di pohon tak bisa menyerap debu. Daun hanya mampu menyerap gas, sehingga tak bisa secara signifikan membersihkan debu PM2,5 yang ada di udara. Jadi, pepohonan tidak bisa memfilter polusi PM 2.5," kata Piotr dalam Media Briefing bertajuk "Nafas Air Quality Report 2021" yang diselenggarakan Nafas, Bicara Udara dan Katadata Insight Center, kemarin.

Ia menambahkan bahwa pihaknya merujuk studi David J. Nowak et.al (2013). Hasil studi Nowak, dan menunjukkan penanaman pohon di 10 kota Amerika Serikat dengan tingkat PM 2.5 yang tinggi tidak signifikan mengurangi polusi PM2.5, yakni hanya sebesar 0,05 persen hingga 0,24 persen setahun.

Berdasarkan data Nafas tersebut, kata Piotr, keliru apabila kebijakan pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia memperbaiki kualitas udara hanya dengan cara menanam banyak pepohonan. Hal ini dibilang penanaman pohon hampir tidak ada dampaknya mengurangi PM 2.5 dengan kata lain tidak berdampak signifikan untuk menyegarkan kualitas udara.

"Di masyarakat Jabodebek terjadi mispersepsi bahwa udara pagi lebih baik dibanding waktu lain. Mungkin karena dianggap udara masih terasa sejuk, kondisi lalu lintas masih sepi, dan minim polusi udara. Tak mengherankan bila animo masyarakat berolah raga besar pada pagi hari (sekitar jam 05.00-09.0), termasuk saat pandemi Covid-19. Padahal berdasarkan hasil riset Nafas sepanjang 2021 menunjukkan, AQI Jabotabek pada pagi hari antara jam 04.00-09.00 masih cukup tinggi sekitar 100-160, yang menunjukkan kualitas udara relatif tidak baik. Ini artinya, pagi hari bukan waktu terbaik untuk berolahraga," katanya.

Sementara itu, Data Scientist dari Nafas, Prabu Setyaji mengatakan bahwa bagi seseorang yang berumur antara 35-45 tahun yang berolahraga pada pagi hari saat kadar PM2.5 > 26 µ/m3 justru berbahaya karena berisiko menimbulkan penyakit jantung. Sebagai catatan, ambang batas aman menurut WHO (2021) adalah PM2.5 = 5 µ/m3. Hal ini Bisa meningkatkan risiko penyakit jantung sebesar 33 persen.

"Kualitas udara paling baik di Jabotabek terjadi pada jam 14.00. Kualitas udara semakin membaik ketika terjadi hujan besar yang disertai angin kencang hingga ekstrim," katanya.

Salah Kaprah

Sementara Community Manager Bicara Udara, Novita Natalia mengatakan, hasil riset Nafas yang menunjukkan bahwa masih banyak salah kaprah dari masyarakat terkait kualitas udara beserta mitos-mitos yang selama ini sering didengar, menunjukkan makin kebutuhan edukasi mengenai isu ini.

"Kami sebagai komunitas yang fokus pada edukasi mengenai pentingnya peningkatan kualitas udara," tutupnya.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Mohammad Zaki Alatas

Komentar

Komentar
()

Top