Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pesta Demokrasi

KPU Repot Hadapi Tumpang-Tindih Putusan Sengketa Pemilu

Foto : ANTARA/Raisan Al Farisi

Sosialisasi Pemilu - Siswa Sekolah Menengah Atas memperhatikan gambar partai politik peserta Pemilu 2019 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, Bandung, Selasa (13/11).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengaku kerepotan menghadapi tumpang-tindihnya proses dan putusan sengketa pemilu 2019. KPU sering diadukan ke banyak tempat.


"KPU sering kali dalam sebuah kasus diadukan ke banyak tempat, bawa ke DKPP masuk, polisi masuk, kejaksaan masuk, pengadilan negeri masuk, Tata Usaha Negara (TUN) masuk. Nah, terus sering kali di banyak tempat itu juga putusannya saling tumpang-tindih,"ujar Arief, di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/11).


Ia mencontohkan sebuah sengketa mengenai pemberhentian anggota KPU. Dalam sengketa ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan seorang anggota KPU bersalah, KPU diminta untuk memberhentikan anggota tersebut.

Keputusan KPU itu ternyata digugat melalui PTUN hingga ke Mahkamah Agung (MA). Sampai ke tahap itu, MA memenangkan gugatan.


Proses tumpang-tindih yang baru-baru ini terjadi adalah putusan Mahkamah Agung (MA) terkait uji materi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 oleh Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO).

KPU mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik. Menurut putusan MK, anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik. Tetapi, MA mengabulkan gugatan Oesman Sapta Odang.


Tak hanya menggugat PKPU itu ke MA, OSO juga menggugat putusan KPU yang tidak meloloskan dia sebagai calon anggota DPD lantaran menjalankan putusan MK, ke PTUN.


"Jauh sebelum menggugat ke MA maupun PTUN, OSO lebih dulu mengadukan putusan KPU yang tidak meloloskan dia sebagai calon anggota DPD, ke Bawaslu. Akan tetapi, Bawaslu menolak gugatan tersebut."


Laporan ke Bawaslu


Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga saat ini sudah menerima 17 laporan dugaan pelanggaran Pemilu Presiden 2019. Jumlah tersebut terhitung sejak Agustus hingga November 2018.

Dugaan pelanggaran itu terkait dengan sejumlah kasus, misalnya dugaan mahar politik, kampanye di luar jadwal, kampanye terselubung, ujaran kebencian, hingga hoaks.


"Untuk pilpres ada 17 laporan," kata Komisioner Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo, Selasa (13/11).


Dari 17 laporan, sebanyak delapan laporan telah dikaji dan diputuskan tak dapat ditindaklanjuti. Sisanya atau sembilan laporan masih dalam proses pengkajian Bawaslu.


Pelapor didominasi oleh warga sipil serta advokat. Sementara terlapor, kebanyakan merupakan pasangan capres-cawapres, baik paslon nomor urut 01 maupun nomor urut 02.
Di beberapa kasus, tim kampanye paslon turut menjadi pihak terlapor. Ant/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top