Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 13 Apr 2019, 06:00 WIB

KPU Mesti Kuat

Kita mewanti- wanti KPU tetap kuat. Sebab, semua menolak upaya-upaya kecurangan, termasuk mencoblos secara ilegal untuk kemenangan salah satu kontestan.

Foto: istimewa

Menjelang pemungutan suara pemilihan umum (Pemilu) serentak 17 April 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara justru menghadapi sejumlah masalah yang bisa menurunkan kepercayaan. Apalagi dilakukan secara sistematis. Saat ini sedang ada upaya untuk mendelegitimasi proses pemilihan umum dan mendelegitimasi lembaga penyelenggaranya.

Indikasi masif dan sistematis untuk mendelegitimasi Pemilu terdetekasi adanya isu miring bertubi-tubi menyerang KPU belakangan. Di antaranya, dulu kabar penemuan tujuh kontainer berisi surat suara tercoblos untuk pasangan capres cawapres nomor urut 01, di Pelabuhan Tanjung Priok. Kontainer itu dikabarkan berasal dari Tiongkok.

Ujung-ujungnya sudah dipastikan 100 persen hoaks. Tapi oleh sebagian masyarakat, berita hoaks itu dianggap percaya. Kemudian, tuduhan ketidaknetralan KPU terkait cuti capres petahana. Padahal, KPU sudah menjelaskan berkali-kali dasar peraturan mengenai cuti capres petahana. Namun, tetap saja KPU dituduh memihak.

Isu miring lainnya, kabar KPU mengakomodasi pemilih gila. KPU memperbolehkan Aparatur Sipil Negara (ASN) berkampanye sehingga dituding tak berdaya terhadap kekuatan asing yang mencampuri proses pemilu. KPU baru-baru ini juga diserang pernyataan Amien Rais mengampanyekan dan mendorong people power jika terjadi kecurangan untuk memperotes hasil pemilu.

Selanjutnya, video penjelasan tim 02 yang mengklaim bahwa KPU sudah menyeting server KPU dengan mematok kemenangan pasangan #01 sebesar 57 persen. Ada pula sekelompok orang yang menamakan diri Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Berintegritas (BMPPAB) yang mengklaim menemukan 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah.

Ini janggal dan tidak wajar karena 17,5 juga pemilih dengan tanggal kelahiran 1 Januari, 1 Juli dan 31 Desember. Ada pula viral informasi hasil penghitungan suara di luar negeri dengan kemenangan mutlak pasangan 02. Informasi ini menyesatkan, karena pemungutan suara saja belum seluruhnya dari 130 negara perwakilan dilaksanakan. Padahal penghitungan suara, baru akan dihitung serentak dengan pemilu di dalam negeri tanggal 17 April 2019.

Terakhir, ditemukannya kertas suara yang telah dicoblos di Malaysia. Terpaan isu miring KPU ini mengherankan. Sebab, KPU sudah bekerja berdasar pada peraturan perundangan. Bahkan, KPU melibatkan pihak-pihak peserta Pemilu sebagai akuntabilitas publik.

Di sisi lain, berdasarkan hasil survei beberapa lembaga, kepercayaan masyarakat terhadap independensi dan integritas lembaga KPU masih tinggi. Artinya, sekalipun isu miring merebak, kepercayaan masyarakat kepada KPU 80 persen.

Kita mewanti-wanti agar KPU tetap kuat. Sebab, semua menolak upaya-upaya kecurangan, termasuk mencoblos secara ilegal untuk kemenangan salah satu kontestan.

Untuk itu, seluruh perangkat penyelenggara dan perangkat hukum mesti memproses mereka yang berupaya curang. Sungguh berbahaya bagi demokrasi telah susah payah dibangun, jika Pemilu serentak 2019 hanya untuk memuaskan kepantingan-kepentingan kekuasaan sekelompok orang.

Juri yang saat ini aktif sebagai Koordinator Presidium Nasional Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI), sebuah organsiasi berhimpunnya para mantan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) melihat sinyalemen berbahaya mendelegitimasi KPU.

Upaya-upaya sistemik seperti itu sangat berbahaya. Ini bukan saja dalam konteks kontestasi yang adil tetapi juga dalam rangka membangun ketidakpercayan masyarakat. Ujung dari upaya-upaya ini dikhawatirkan masyarakat akan mudah disulut untuk memprotes hasil pemilu dengan cara-cara di luar hukum.

Masyarakat harus percaya kepada KPU dan Bawaslu untuk berkerja profesional, terbuka dan mandiri. Warga harus melawan setiap upaya sekelompok orang yang akan merusak proses pemilu.

Redaktur:

Penulis: Arip, CS Koran Jakarta, Dika, Dimas Prasetyo, Dio, Fandi, Fathrun, Gembong, Hamdan Maulana, Hayyitita, HRD, Ichsan Audit, Ikn, Josephine, Kelly, Khoirunnisa, Koran Jakarta, Leni, Lukman, Mahaga, Monic, Nikko Fe, Opik, Rabiatul Adawiyah, Rizky, Rohmad, Sujar, Tedy, User_test_2, Wahyu Winoto, Wawan, Zaky

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.