Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Aturan Pencalegan | Putusan MK Dinilai Lebih Tinggi dan Mengikat

KPU Harus Solid soal Caleg DPD

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pasca putusan PTUN yang memerintahkan KPU untuk memasukkan Oesman Sapta Odang ke dalam daftar calon tetap (DCT) calon perseorangan peserta pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019, KPU diminta banyak pihak untuk tidak menjalankan putusan tersebut. Soliditas Penyelenggara Pemilu yakni Komisi Penilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjadi penguat langkah KPU menentukan sikap putusan PTUN itu.

Direktur Eksekutif dari Netgrit Sigit Pamungkas menilai, KPU sudah semestinya menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota DPD rangkap jabatan sebagai anggota partai politik, sudah tepat dan KPU wajib melaksanakan putusan tersebut. Sigit juga menganggap, tidak solidnya sesama penyelanggara juga menjadi faktor timbulnya masalah kepemiluan.

"Memang KPU dan penyelenggara pemilu lainnya harus duduk bareng mensikapi ini. Kalau beda sikap terus berbahaya bagi penyelenggara pemilu," ujar Sigit dalam diskusi di kantor Netgrit, jalan Guntur, Jakarta Selatan, Rabu (21/10).

Selain itu tambah Sigit, idealnya putusan MK lebih tinggi kedudukannya meski MK dan MA sama-sama lembaga yudikatif. Oleh karena itu, ia ia meminta KPU untuk tetap menbatalkan permohonan Oesman Sapta yang dikabulkan PTUN itu. "Di tengah Indonesia yang sedang susah,seenggaknya sika KPU akan jadi preseden baik bagi KPU itu sendiri," katanya.

Hal senada disampaikan peneliti senior Netgrit, Hadar Nafis Gumay yang memilih opsi agar Oesman Sapta yang notabene politisi senior itu ketika sudah terpilih dan dilantik, maka ia wajib menyerahnkan bukti tertulisnya atau surat pengajuan dirinya sebagai calon anggota DPD pengurus parpol.

Sebelumnya, Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi bersikeras bahwa pihaknya belum bisa mengambil keputusan soal status pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pasalnya KPU, tak bisa dipaksa harus mengikuti putusan satu lembaga peradilan hukum saja. Apalagi, jika kemudian isi putusan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam konstitusi.

Alat Peraga Kampanye

Sementara Bawaslu meminta KPU segera tuntaskan persoalan alat peraga kampanye (APK) yang masih banyak mengalami kendala pengadaannya. Sesuai Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, negara wajib memfasilitasi pembiayaan hingga pemasangan APK melalui KPU, yang salah satu tujuannya adalah menjaga keadilan.

Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengungkapkan, pihaknya telah mengirimkan surat resmi ke KPU untuk segera memfasilitasi APK. Afifudin mencatat, pembahasan APK telah berjalan dua bulan. Dikhawatirkan jika terlalu lama maka akan muncul banyak persoalan baru semisal APK liar beredar sehingga mengancam rasa keadilan peserta Pemilu. "Kami sudah berikan surat pengingat ke KPU. Kalau nanti tanggal 23 sudah dua bulan, kita akan kembali mengambil langkah mengingatkan lagi," kata Afif di Jakarta, Rabu (21/11).

Saat ini ungkap Afif, Bawaslu telah memerintahkan jajarannya hingga ke jajarannya di daerah untuk mengevaluasi soal administrasi aturan APK. Jika ditemukan unsur pelanggaran administrasi, maka Bawaslu akan menindak secara berjenjang.

Menanggapi permintaan Bawaslu tersebut, Komisioner KPU Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa surat yang dikirimkan KPU tersebut penting sebagai bentuk pendekatan preventif- antisipatif agar semua peserta Pemilu memahami regulasi kampanye. Dia tidak menjawab spesifik sejauh mana pengerjaan APK. Ia hanya mengatakan KPU masih dalam proses dengan mengutamakan sarana pendidikan politik bagi masyarakat. rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top