Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proses Pencalegan | Putusan Saling Menegasikan Berbuntut Polemik

KPU Agar Jalankan Putusan MK

Foto : ISTIMEWA

Veri Junaidi, Pengamat pemilu dari Kode Inisiatif.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum menghadapi dilema ketatanegaraan setelah Putusan Mahkamah Agung (MA) dan putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang berseberangan dengan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Peraturan KPU Pasal 60 A Nomor 26 tahun 2018. Sejumlah pegiat pemilu meminta KPU konsisten menegakkan putusan MK untuk menutup jalan bagi pengurus partai politik mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Hal itu disampaikan pengamat pemilu dari Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi saat diskusi menindaklanjuti perdebatan ketatanegaraan yang mengiringi putusan MK dan MA juga TUN tersebut serta langkah apa yang harus ditempuh KPU untuk menyelesaikan dampak dari benturan putusan tesebut, di Warunk Upnormal, Jalan. Wahid Hasyim, Jakarta, Minggu (18/11).

Menurut Veri, pilihan tepat bagi KPU adalah dengan menjalankan putusan MK nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menyatakan, pengurus partai politik tak diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sehingga Veri menyatakan, putusan MK tersebut sudah menafsirkan desain kelembagaan DPD, soal syarat pencalegan DPD bahkan menegaskan kapan ketentuan itu diberlakukan. Artinya seluruh aspek pencalonan DPD sudah ditegaskan dalam putusan MK. "Maka dari itu KPU, jangan ragu lagi untuk menjalankan putusan MK," ujar Veri Junaidi.

Lebih jauh Veri tidak melihat posisi KPU yang seakan 'maju kena, mundur kena' sebagai suatu hal yang harus dipersoalkan. Pasalnya meski di satu sisi KPU wajib menjalankan putusan PTUN yang mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), tetapi di sisi lain KPU juga menjalankan putusan MK, dimana pengurus parpol dilarang mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD. Putusan MA dan PTUN yang berbeda substansinya dengan putusan MK ungkap Veri juga memunculkan dualisme hukum.

Veri juga menganggap, baik MA dan MK keduanya merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagaimana yang terdapat dalam bunyi Pasal 24 ayat (2). Yang kedudukannya sama-sama merdeka dan terpisah dari cabang-cabang kekuasaan lain, yaitu pemerintah (Eksekutif ) dan lembaga permusyawaratan- perwakilan (Legislatif ).

Mekanisme Pengujian

UU Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Charles Simabura menilai, munculnya 2 (dua) putusan uji materiil antara MA dan MK yang bertolak belakang ini salah satunya dipicu oleh pembagian jalur pengujian peraturan perundang- undangan di Indonesia. Situasi di mana MK berwenang menguji UU terhadap UUD, dan MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU.

Mekanisme semacam ini menurut Charles kerap kali menuai kritik sebagian ahli hukum tata negara. Hal itu dikarenakan rawannya timbul putusan yang saling menegasikan, sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian konsepsi hukum yang akan dibangun dalam kerangka pembaharuan hukum di Indonesia. Maka dari itu Charles mengusulkan ke depan perlu segera ditata ulang mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan dalam satu atap lembaga peradilan.rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top