Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

KPNas: Warga Masih Terbiasa Buang Sampah di Pinggir Jalan, Kenapa?

Foto : KPNas

Sampah berserakan di pinggiran jalan. Warga masih terbiasa membuang sampah di pinggir jalan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Aktivis lingkungan Bagong Suyoto dari Yayasan Kajian Sampah Nasional mempertanyakan mengapa masih banyak orang membuang sampah di pinggir jalan. Pertanyaan yang menurutnya sulit dijawab karena punya rentetan dengan implementasi kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan.

"Kita punya kebijakan, undang-undang, peraturan pemerintah mengenai pengelolaan sampah, sejumlah menteri mengeluarkan keputusan tentang konteks tersebut," kata Bagong dalam keterangan tertulis, Rabu (13/7).

Saat ini peraturan yang ada sudah banyak. Sejumlah kementerian menyediakan peraturan dan instrumennya. Bahkan melakukan pengawasan dan penagakan hukum, seperti kasus penindakan kasus TPA/TPS ilegal CBL Sumberjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi dan Kedawung, Kota Tangerang.

Namun menurut Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) ini, efek jera masih belum menyentuh pelaku pembuang sampah di pinggir jalan. Kasus-kasus pembuangan sampah di pinggir-pinggir jalan tersebut terjadi di wilayah Jabodetabek dan Pulau Jawa. Mungkin juga marak di kota-kita metropolitan dan besar lain di Indonesia. Bahkan, kota-kota kecil pun banyak ditemui sampah di pinggir jalan.

"Suatu kebiasaan kolektif buang sampah di pinggir-pinggir jalan. Suatu hari nanti akan menjadi kultur dan peradaban buruk yang dilanggengkan. Kebiasaan kolektif jenis ini terjadi di kota atau kabupaten yang belum dapat piala Adipura maupun yang sudah," kata Bagong mengutip pernyataan beberapa orang dalam diskusi di Bekasi pada 28 Juni 2022.

Bagong memandang perlu untuk dikaji lebih hati-hati dan obyektif masalah buang sampah di pinggir jalan ini. "Ada yang mengatakan, pengawasan dan penegakkan hukumnya longgar. Ada yang bilang, pelayanan kebersihan atau pengelolaan masih minim, ada yang di bawah 40 persen," katanya.

Data dari KLHK menjelang penilaian Adipura pada Agustus 2022, tingkat penanganan dan pengurangan nilainya ada yang masih nol (00%) pada beberapa kabupaten/kota. Dalam konteks ini kegiatan pengurangan dan penanganan sampah yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota.

Bagong melanjutkan, urusan sampah secara teknis merupakan tugas dan kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Mereka tidak bisa melakukan pelayanan kebersihan/pengelolaan sampah dengan alasan terbentur oleh minimnya anggaran. Ada yang lebih rumit dan kompleks, bahwa pengelolaan sampah belum jadi prioritas utama.

Alasan kedua, karena adanya politik anggaran. Anggaran diplot untuk proyek-proyek fisik sesuai kepentingan para penguasa daerah. Alasan ketiga menjadi semakin sulit, tidak adanya kemauan dinas teknis mengolah sampah dari sumber. Hanya memindahkan sampah dari TPS-TPS ke TPA. Anggaran pengelolaan sampah diarahkan untuk pengadaan truk sampah, alat-alat berat, dll.

"Jika diperhatikan persoalan yang rumit itu, perlu ditelusuri asal sumber sampah yang dibuang di pinggir jalan. Siapa pelakunya? Apakah ia pedagang, warga pemukiman, warga perumahan (real estate) atau dari mana? Perlu investigasi mendalam mempelajari alur sampah yang dibuang di pinggir jalan," paparnya.

Bagong lalu memberikan solusi sederhana untuk menyelesaikan persoalan ini. Pertama, perlu ada advokasi pada masyarakat luas. Kedua, penyediaan infrastruktur dan teknologi pengolahan sampah di seluruh wilayah kabupaten/kota. Ketiga, menggerakkan kelompok atau komunitas pengolah sampah. Keempat, melakukan pengawasan dan penegakan hukum secara tegas dan berkelanjutan.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Lili Lestari

Komentar

Komentar
()

Top