Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 04 Jun 2020, 06:30 WIB

KPK Harus Kenakan Pasal Pencucian Uang pada Nurhadi

Foto: Foto: Istimewa

Keduanya merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016 dan telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak Februari 2020 lalu.

Menanggapi kinerja KPK yang berhasil mengamankan dua tersangka buron tersebut, Koran Jakarta mewawancarai Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, Selasa (2/6). Berikut kutipannya.

Tanggapan Anda soal penangkapan Nurhadi?

Dalam hal ini, tentu kinerja dari tim penyidik KPK layak untuk diapresiasi bersama. Namun, permasalahan ini pun tidak bisa dipandang selesai dengan hanya melakukan penangkapan terhadap dua buronan KPK tersebut. ICW setidaknya memiliki beberapa catatan terkait perkara ini.

Apa saja catatannya?

Pertama, KPK harus mengembangkan dugaan pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Nurhadi. Ini berkaitan dengan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi sebesar 46 miliar rupiah yang diterima oleh Nurhadi. Sebab, selama ini beredar kabar bahwa yang bersangkutan memiliki profil kekayaan yang tidak wajar. Sehingga hal tersebut membuka kemungkinan jika uang yang didapatkan Nurhadi telah digunakan lebih lanjut untuk berbagai kepentingan pribadi. Maka dari itu, KPK harus menyangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung ini dengan pasal terkait tindak pidana pencucian uang.

Kedua, KPK harus mengenakan obstruction of justice bagi pihak-pihak yang membantu pelarian Nurhadi. Diketahui bahwa Nurhadi serta Rezky Herbiyono telah ditetapkan sebagai buronan oleh KPK sejak Februari lalu. Praktis tiga bulan pascapelarian itu keberadaan mantan Sekretaris MA serta menantunya ini tidak diketahui.

Ada catatan lain?

KPK harus menggali potensi keterlibatan Nurhadi dalam perkara lain. Penangkapan Nurhadi dan Rezky ini pada mulanya merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK pada tahun 2016 yang melibatkan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group, Eddy Sindoro. Dalam perkara ini diduga Nurhadi juga mengambil peran penting.

Apa saja temuan ICW soal keterlibatan Nurhadi dalam perkara lain?

KPK sempat melakukan penggeledahan di rumah Nurhadi pada April 2016 lalu. Dalam kegiatan itu, KPK menemukan uang senilai 1,7 miliar rupiah dan beberapa dokumen perkara. Tentu hal ini relevan untuk digali kembali untuk mencari dugaan keterlibatan Nurhadi.

Pada Januari tahun 2019 lalu, dalam persidangan dengan terdakwa Eddy Sindoro, staf legal PT Artha Pratama Anugrah, Wresti Kristian, mengatakan bahwa mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group itu sempat memintanya untuk membuat memo yang ditujukan kepada Nurhadi. Adapun memo ini terkait dengan perkara hukum sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Eddy Sindoro. Dalam dakwaan Eddy Sindoro, nama Nurhadi sempat muncul karena komunikasi yang dilakukan dengan Edy Nasution.

Kemudian, apalagi yang harus dilakukan KPK?

KPK harus menelusuri keberadaan pihak lain yang diduga terkait dengan Nurhadi. Proses penanganan perkara yang dilakukan oleh KPK terhadap mantan Sekretaris MA ini kerap kali menemui jalan terjal. Utamanya perihal dugaan keterlibatan beberapa pihak yang sulit untuk dimintai keterangannya oleh KPK. Dalam catatan ICW, setidaknya ada tiga pihak yang hingga saat ini tidak kooperatif memenuhi panggilan KPK sebagai saksi. n yolanda permata putri syahtanjung/AR-3

Redaktur:

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.